[caption id="" align="aligncenter" width="644" caption="Ferdinant Tjiong berjalan menuju Ruang Sidang PN Jaksel (Foto: http://analisadaily.com/"][/caption] Sungguh hebat guru satu ini, dalam situasi dimana ia merasa dirinya dipermainkan oleh hukum, Ferdinant Tjiong tetap menunjukan kesantunannya sebagai sosok guru yang patut diteladani. Ia tak menunjukan ekspresi emosi yang meledak-ledak, namun justeru membacakan puisi gubahannya sendiri dihadapan Majelis Hakim pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (11/12).
Meski sederhana, namun puisi itu mengguratkan kesan sedih dan kecewa terhadap sikap aparat hukum yang berbuat sewenang-wenang. Dalam pembacaan eksepsi yang disusun sendiri oleh Ferdinand Tjiong, ia mengatakan bahwa dakwaan keji seperti itu direkayasa oleh manusia yang tidak mempunyai hati nurani.
Sementara Neil Bantleman dalam eksepsi yang ditulisnya mengatakan dirinya sangat sedih dan kecewa mendengar tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada dirinya. Ia mengatakan sejak awal sangat kooperatif dalam memenuhi panggilan-panggilan polisi untuk memberikan kesaksian.
"Saya pikir hal tersebut akan memberikan kebenaran terhadap kasus ini dan membuktikan ketidakbersalahan saya. Ternyata kejadiannya tidak seperti itu. Saya bertekad untuk berjuang dan mempertahankan kebenaran agar keadilan dapat ditegakkan," jelasnya.
Inilah isi dari puisi tanpa judul yang digubah Ferdinant Tjiong itu:
Cinta Seorang Anak Negeri
Hancur Asa Mengiris Rasa
Melihat dan Merasakan Negeri Tercinta
Membual Berdiri Tegak Bertopeng Kemunafikan
Beralas Jerit Derita Negeri Penuh Cerita
Meninabobokan Hingga Lumpuh Mati Rasa
Kapankah Cinta Kita Sungguh Kokoh?
Kapankah Cinta Kita Sungguh Murni?
Kemurnian Cinta Seorang Anak Negeri Sedang Diuji
Bukan Hanya Aku
Tapi Juga Kamu
Kamu
Dan Kamu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H