Mohon tunggu...
Imam Santoso
Imam Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Pembantu Ketua III STAI Al-Fatah Bogor

Akademisi dan Expert di Bidang Public Relations dan Branding Program, Jurnalis Independen, Konsultan Komunikasi dan aktifis sosial media, Dai dan alumni Pondok Pesantren Al-Fatah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puisi Sang Guru JIS

13 Desember 2014   21:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:22 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ferdinant Tjiong berjalan menuju Ruang Sidang PN Jaksel (Foto: http://analisadaily.com/

[caption id="" align="aligncenter" width="644" caption="Ferdinant Tjiong berjalan menuju Ruang Sidang PN Jaksel (Foto: http://analisadaily.com/"][/caption] Sungguh hebat guru satu ini, dalam situasi dimana ia merasa dirinya dipermainkan oleh hukum, Ferdinant Tjiong tetap menunjukan kesantunannya sebagai sosok guru yang patut diteladani. Ia tak menunjukan ekspresi emosi yang meledak-ledak, namun justeru membacakan puisi gubahannya sendiri dihadapan Majelis Hakim pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (11/12).

Meski sederhana, namun puisi itu mengguratkan kesan sedih dan kecewa terhadap sikap aparat hukum yang berbuat sewenang-wenang. Dalam pembacaan eksepsi yang disusun sendiri oleh Ferdinand Tjiong, ia mengatakan bahwa dakwaan keji seperti itu direkayasa oleh manusia yang tidak mempunyai hati nurani.

Sementara Neil Bantleman dalam eksepsi yang ditulisnya mengatakan dirinya sangat sedih dan kecewa mendengar tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada dirinya. Ia mengatakan sejak awal sangat kooperatif dalam memenuhi panggilan-panggilan polisi untuk memberikan kesaksian.

"Saya pikir hal tersebut akan memberikan kebenaran terhadap kasus ini dan membuktikan ketidakbersalahan saya. Ternyata kejadiannya tidak seperti itu. Saya bertekad untuk berjuang dan mempertahankan kebenaran agar keadilan dapat ditegakkan," jelasnya.

Inilah isi dari puisi tanpa judul yang digubah Ferdinant Tjiong itu:

Cinta Seorang Anak Negeri

Hancur Asa Mengiris Rasa

Melihat dan Merasakan Negeri Tercinta

Membual Berdiri Tegak Bertopeng Kemunafikan

Beralas Jerit Derita Negeri Penuh Cerita

Meninabobokan Hingga Lumpuh Mati Rasa

Kapankah Cinta Kita Sungguh Kokoh?

Kapankah Cinta Kita Sungguh Murni?

Kemurnian Cinta Seorang Anak Negeri Sedang Diuji

Bukan Hanya Aku

Tapi Juga Kamu

Kamu

Dan Kamu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun