Mohon tunggu...
Imambaihaqi
Imambaihaqi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Hambatan dan Solusi Pilkada DKI Jakarta

10 Juli 2017   18:46 Diperbarui: 10 Juli 2017   18:56 1318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengaturan Suara dan Penghitungan Suara

Pemungutan suara adalah merupakan puncak dari pesta demokrasi diselenggarakan paling lambat 30 hari sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir, dan dilakukan dengan memberikan suara melalui katok suara yang berisi namor dan foto pasangan calon di TPS yang telah ditentukan. Di hari ini hati nurani rakyat akan bicara, sekaligus menentukan siapakah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diinginkan untuk memimpin daerahnya dan yang akan menentukan perjalanan daerah selanjutnya.

Pemungutan suara ditingkat TPS dilaksanakan mulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 13.00 waktu setempat dan pelaksanaan penghitungan suara di TPS dimulai dari jam 13.00 sampai dengan selesai yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon Panwas, pemantau dan warga masyarakat. Proses rekapitulasi perhitungan suara dilakukan berjenjang mulai dari TPS, PPS, PPK sampai ke KPU Kabupaten/Kota. Apabila Pemilihan Gubernur sampai dengan KPU Provinsi. Berita acara, rekapitulasi hasil perhitungan suara disampaikan kepada pelaksana Pilkada bersangkutan, pelaksana Pilkada satu tingkat di atasnya, dan juga untuk para saksi yang hadir.

Jadi, jika proses rekapitulasi dilakukan ditingkat PPS berita acara dan rekapitulasi itu disampaikan kepada PPS, PPK, dan para saksi pasangan calon yang hadir. Berdasarkan berita acara dan rekapitulasi suara yang disampaikan PPK, KPU Kabupaten/Kota kemudian menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan pengumuman hasil pemilihan Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. Apabila Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berita acara dan rekapitulasi penghitungan suara dari KPU Kabupaten/Kota disampaikan kepada KPU Provinsi dan kemudian KPU Provinsi menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan pengumuman hasil pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan. Penetapan hari yang diliburkan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta untuk pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota oleh Gubernur atas usul KPUD masing-masing.

Penyelenggara Pemilu Yang Tidak Adil Dan Netral

KPU dan KPU Provinsi

Keberpihakan KPU atau KPU Provinsi kepada salah satu pasangan calon dilakukan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten dengan memberhentikan atau membekukan para anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten. Padahal pengambil-alihan baru dapat dilakukan jika KPU dibawahnya tidak dapat melaksanakan tahapan Pilkada.

KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota

Keberpihakan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota kepada salah satu pasangan calon dilakukan pada tahapan proses pencalonan, penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara.

Panwaslu.

Keberpihakan Panwaslu kepada salah satu pasangan calon dilakukan khususnya pada tahapan setelah hasil penghitungan suara, dengan menjadi promoter bagi pasangan yang kalah.

Akibatnya pelaksanaan Pilkada menjadi ruwet, terjadi ketegangan di tingkat grass root dan bahkan kadang sampai menimbulkan kerusuhan.Hal terjadi karena kurangnya pemahaman para anggota KPU, KPUD, dan Panwaslu dalam melaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta sistem seleksi para anggota KPU, KPUD, Panwaslu belum mengetengahkan adanya kebutuhan anggota KPU, KPUD, Panwaslu yang obyektif, netral, mempunyai integritas tinggi, tidak mudah mengeluarkan statement, dan memiliki pemahaman yang baik terhadap ketentuan peraturan perundang-undang Pemilu.

Keberpihakan penyelenggara pemilu kepada salah satu pasangan calon terjadi karena kriteria dalam sistem seleksi para anggota penyelenggara pemilu baru belum menjangkau sikap mental yang diperlukan bagi penyelenggara pemilu yang antara lain harus netral, obyektif, mempunyai integritas tinggi, kesukarelaan/keterpanggilan dalam tugas, dan tidak tidak mudah mengeluarkan statement. Untuk itu dalam revisi UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu perlu penambahan kriteria sikap mental dimaksud dalam system seleksi anggota penyelenggara pemilu.

E-KTP dan Hubungannya dengan Pilkada DKI Jakarta

Tujuan dari penerapan KTP Elektronik (e-KTP) adalah : "Mewujudkan kepemilikan satu KTP untuk satu penduduk yang memiliki kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan berbasis NIK secara Nasional (dengan biodata, foto, sidik jari, tanda tangan, dan iris mata yang tersimpan dalam fisik KTP)."

Adapun manfaat dari penerapan e-KTP (KTP Elektronik) adalah

  • Untuk mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda dan KTP palsu, sehingga memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi masyarakat.
  • Untuk mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat, sehingga DPT Pemilu/Pemilukada yang selama ini sering bermasalah diharapkan tidak akan terjadi lagi, dan semua Warga Negara Indonesia yang berhak memilih terjamin hak pilihnya.
  • Mendukung peningkatan keamanan Negara sebagai dampak positif dari tertutupnya peluang KTP ganda dan KTP palsu, dimana selama ini para pelaku kriminal termasuk teroris selalu menggunakan KTP ganda dan KTP palsu.

Evaluasi Progresif tentang implementasi e-KTP

Adapun beberapa permasalahan di lapangan adalah sebagai berikut (dengan Jakarta sebagai contoh):

  • Di beberapa Kelurahan, tingkat kehadiran warga belum maksimal.
  • Di Kelurahan dengan Wajib KTP tinggi, masih banyak RW yang belum tuntas.
  • Masih adanya data yang invalid (tidak memperoleh undangan, status kawin atau sebaliknya, undangan terpisah dari anggota keluarganya).
  • Belum adanya petunjuk lebih lanjut dari Kementrian Dalam Negeri terkait dengan kelanjutan dari program e-KTP serta beberapa permasalahan teknis yang terjadi di daerah.

Beberapa Saran yang harus diperbaiki adalah sebagai berikut:

1. Konversi data kependudukan dari sistem lama (sebelum e-KTP) ke sistem baru (setelah e-KTP) seharusnya dilakukan secara otomatis (Automatic Database Conversion) dengan menggunakan program konversi data yang canggih, untuk meminimalkan kesalahan data atau adanya data yang invalid (tidak memperoleh undangan, status kawin atau sebaliknya, undangan terpisah dari anggota keluarganya). Perbaikan data yang salah/invalid harus menjadi tanggung jawab petugas e-KTP, jadi bukan warga yang harus membuang waktu ke Suku Dinas di Kantor Walikota, yang tentunya juga membuang biaya transportasi.

2. Terapkanlah denda bagi warga yang mengurus pada waktu yang tidak sesuai jadwal panggilan (tapi gratis tanpa denda bagi warga yang mengurus pada waktu yang sesuai jadwal panggilan). Ini diharapkan dapat mengurangi antrean yang terlalu panjang ketika warga akan mengurus pembuatan E-KTP.

Peranan e-KTP dalam Pemilukada DKI

Ada beberapa pertanyaan sehubungan dengan peranan e-KTP dalam Pemilukada. Jika menilik dari implementasi e-KTP di Propinsi DKI Jakarta yang sudah hampir mencapai 70 persen menjelang akhir tahun 2011, tidakkah sebaiknya e-KTP digunakan sebagai acuan utama dalam Pemilukada DKI 2012 nanti? Lepas dari apakah penyusunan DPS atau DPT sudah menggunakan data dari database e-KTP atau tidak, adalah memungkinkan untuk mempersilakan warga yang sudah memiliki e-KTP untuk menggunakannya sebagai pengganti Surat Panggilan Pemilukada.

Hal seperti itu telah diterapkan pada Pemilu 2009 yang lalu sebagai hasil keputusan Mahkamah Konstitusi hanya beberapa hari menjelang hari pemungutan suara setelah meluasnya kritik masyarakat mengenai ketidak-akuratan data DPS/DPT yang berpotensi merugikan hak pilih warga dalam jumlah yang cukup signifikan. Waktu itu hampir dapat dipastikan bahwa tidak cukup waktu untuk pihak manapun untuk buru-buru membuat KTP ganda/palsu untuk memanfaatkan celah itu demi kemenangan pihak tertentu (mengingat tinta Pemilu ternyata mudah dicuci bersih, tidak seperti Pemilu sebelumnya sebagaimana harusnya). Jika penetapan bahwa KTP (yang model lama, bukan/belum yang e-KTP) "dapat digunakan sebagai pengganti Surat Panggilan Pemilukada" sudah ditetapkan beberapa bulan sebelum hari pemungutan suara, dikhawatirkan akan muncul kecurangan sistematis lagi mengingat banyaknya KTP ganda/palsu. Tapi jika yang boleh digunakan sebagai pengganti Surat Panggilan Pemilukada hanyalah e-KTP, maka kemungkinan penggunaan KTP ganda/palsu dalam Pemilukada sudah dapat dikatakan hampir nihil.

Sesuai dengan Peraturan KPU No. 13 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, bagi propinsi yang penduduknya antara 6 juta -- 12 juta, calon perseorangan harus mendapat dukungan 4 persen dengan dibuktikan KTP. Tidakkah sebaiknya KTP yang boleh digunakan untuk keperluan ini hanyalah e-KTP saja? Sekali lagi, ini didasarkan pada keandalan e-KTP dalam mencegah adanya KTP ganda/palsu.

Pemecahan masalah yang ditawarakam

Solusi tepat yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah :

  1. Daftar Pemilih Tetap (DPT); Potensi kecurangan dapat diminimalisir dengan ikut berperan aktif dalam memeriksa dan melaporkan bila terdapat pemilih yang belum terdaftar, pemilih ganda atau terdaftar lebih dari satu kali, pemilih dari unsur TNI/Polri, pemilih yang tidak lagi memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Untuk dapat melakukan hal tersebut, harus pula dipahami tata cara pemutakhiran data pemilih pemilu sebagaimana yang telah diatur dalam Keputusan KPU Nomor 12 Tahun 2010.
  2. Money Politik; Meskipun relatif sulit ditemukan bukti-bukti kecurangan model ini, kesaksian penerima uang sangat berarti dalam mengungkapkan praktek money politik atau jual-beli suara ini. Perlu dilakukan upaya serius dan upaya membangun kesadaran politik masyarakat untuk bersedia mengungkap praktek yang menjadi cikal-bakal perbuatan korup para pejabat negara ini.
  3. Penggunaan surat suara Pemilu yang tidak terpakai untuk menambah perolehan suara calon tertentu; Kecurangan model ini mudah untuk diantisipasi manakala pada saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara dilangsungkan di TPS, para saksi, pemantau dan juga masyarakat bisa langsung meminta kepada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memberi tanda silang atau men-centang surat suara yang tidak terpakai dan yang rusak dengan spidol atau pena dan memasukkannya di Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara seperti yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2010.
  4. Terlibatnya secara masif aparat pemerintahan dalam pemenangan calon tertentu, menggiring suara pemilih dan terkadang juga mendikte pemilih untuk memilih calon tertentu. Kecurangan model ini bisa diantisipasi dengan memberi teguran langsung kepada pejabat, PNS, aparat negara lainnya atau melaporkannya kepada Pengawas Pemilu (Panwaslu). Rekam aksi para aparat pemerintah yang disinyalir melakukan kampanye bagi pemenangan calon tertentu, kumpulkan bukti-bukti dan kesaksian yang relevan untuk itu dan melaporkanya kepada Panwas Pemilu untuk diambil tindakan sebagaimana mestinya. Pelaksanaan kampanye Pemilu diatur dalam Keputusan KPU Nomor 69 tahun 2009.
  5. Berubahnya perolehan suara pada saat rapat pleno penghitungan suara dilakukan. Potensi kecurangan Pemilu dengan merubah perolehan suara ini sesungguhnya tidak mungkin dilakukan apabila para saksi, pemantau dan pengawas pemilu bekerja sesuai SOP-nya. Bila pun masih terjadi, berarti telah terdapat kesepakatan dari unsur-unsur yang terlibat untuk melakukan pelanggaran dimaksud. Untuk mengantisipasi kecurangan model ini, menurut hemat penulis cuma ada satu cara, amati dengan seksama perolehan suara yang terdapat dalam surat suara dan cocokkan dengan hasil rekapitulasinya sebelum Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara di TPS ditandatangani. Untuk para saksi dan pengawas Pemilu, minta salinan Berita Acara berikut lampiranya untuk kemudian dibawa dan dicocokkan pada saat rekapitulasi dilakukan di jajaran penyelenggara selanjutnya.

Kecurangan Pemilu terjadi bukan saja karena terbukanya peluang untuk itu, tetapi juga karena kurangnya kesadaran serta pemahaman akan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Mengutip sebuah iklan layanan masyarakat dari sebuah lembaga pendidikan di Tanggamus "Demokrasi bersemi karena peran serta masyarakat", mari kita sukseskan Pemilu di semua tingkatan dengan peran serta aktif menjaga berlangsungnya Pemilu yang jujur dan adil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun