Bagi anak kampung, punya banyak goresan kenangan indah di masa kecil. Mulai dari teman bermain, nuansa alam, hingga makanan. Termasuk momen main hujan-hujanan di depan rumah atau jalan. Tepatnya curi-curi main hujan.
Maklum, tidak semua orang tua mengizinkan anaknya main hujan-hujanan. Takut sakit. Tapi yang namanya anak-anak, tetap saja ada akalnya, untuk bisa bermain hujan. Salah satu cara yang efektif adalah pulang sekolah, saat hujan, tanpa menunggu reda.
Ini salah satu momen paling ditunggu anak-anak kampung yang hobi main hujan, tapi sulit dapat izin orang tua, teruma izin emaknya. Karena di sepanjang perjalanan pulang sekolah, mereka bebas main air hujan.Â
Maklum, rata-rata jalan di kampung masih belum beraspal, masih makadam, istilah di kampung. Jalan dari bebatuan, terkadang ada yang dicor di bagian tertentu, seperti di bagian tanjakan.
Sehingga, di jalan itu biasanya terdapat aliran air, terutama di bagian kanan dan kiri jalan. Ini salah satu tempat favorit untuk bermain air hujan. Karena seperti main di aliran banjir mini. Serunya bukan main.
Terkadang, mereka saling jatuh di air, tepatnya akting jatuh, seolah terbawa arus air, yang relatif tidak deras.Â
Namanya juga anak-anak, punya sudut pandang beda, dalam menciptakan keseruan bermain. Yang penting lagi satu: ketika sampai rumah tidak akan kena marah emaknya, karena pulang sekolah tadi.
Alasan yang biasa digunakan, jika ditanya kenapa tidak menunggu hujan reda, adalah: hujannya lama, nanti telat sekolah diniyah. Takut terlambat sekolah madrasah di masjid kampung. Takut terlambat mengaji. Sekolah dan ngaji ini sudah rutinitas mereka. Â Â
Tak hanya itu, sebagian besar anak-anak di kampung pulang-pergi sekolah jalan kaki. Masih jarang yang antar-jemput, kala itu. Pokoknya beda dengan zaman sekarang. Anak-anak sudah diperbolehkan membawa motor sendiri ke sekolah.
Ini tidak masalah, tapi kurang punya cerita seru, saat sudah dewasa, atau tua nanti. Goresan kenangan di masa kecil kurang berwarna. Kata anak sekarang: masa kecilnya kurang bahagia. he he he
Amankan Sepatu Sebelum Main Hujan
Biasanya sepatu meraka diamankan dulu di dalam plastik, sebelum main hujan-hujanan, agar besoknya tetap bisa dipakai. Karena jarang ada yang punya sepatu cadangan, kecuali anak orang kaya, versi di kampung.Â
Kalau seragam, biasanya masih punya cadangan, punya seragam lain, untuk hari besoknya. Seminggu ada tiga seragam biasanya.
Banyaknya jenis seragam sekolah ini yang biasa dimanfaatkan anak-anak untuk alasan. Bahkan, ada juga yang terpaksa mengenakan seragam yang bukan jadwalnya.Â
Karena seragamnya basah, kena air hujan di hari sebelumnya. Alasan ini sangat dimaklumi oleh guru di kampung. Faktanya memang begitu. Pulang sekolah pas hujan.
Hanya saja, dari berbagai kenangan itu, ada satu kenangan yang sulit terlupakan, hingga sudah dewasa, terutama bagi anak kampung yang lagi merantau, ke luar kota atau negara orang. Yaitu bakar jagung saat hujan tiba. Terutama jagung bakar buatan emak.
Rasanya beda, di lidah terasa lebih nikmat. Padahal, cara bakar jagungnya juga tidak jauh beda dengan saat bakar sendiri. Bahkan, terkadang, terlihat asal bakar, tapi hasilnya jadi paling lezat se-dunia. Mungkin, ini masuk misteri nikmatnya masakan emak, meski bumbunya seperti 'ngasal'.
Benar kata orang: resep masakan emak di kampung tidak ada duanya. Pokoknya terasa lebih nikmat daripada masakan hotel bintang lima, kata anak kampung.Â
Namanya juga lidah kampung, makan menu di hotel berbintang kaget, sulit menerima. Biasa makan gorengan, coba makan menu elit, lidahnya sulit menerima. Ada yang pernah merasakan hal yang sama? He he he.. Â
Alam Kampung Merawat Manusia
Orang kampung jarang beli jagung untuk dibakar. Sebagian besar bakar jagung saat musim hujan, alias musim tanam jagung. Jagung dari ladang sendiri, dirawat oleh alam. Gratis. Ini salah satu kelebihan jagung di kampung.
Kata orang: satu jagung bakar di kampung bisa menyimpan sejuta kenangan. Berbagai peristiwa indah bisa cerita, saat makan jagung bakar di kampung. Jagungnya bisa habis dalam hitungan menit, tapi kenangannya bisa hidup sepanjang masa.
Mungkin, itulah salah satu keseruan jadi anak kampung. Ceritanya alami. Tanpa banyak drama. Pertemanannya juga alami, tanpa bumbu drama. Semoga cerita ini bisa menghibur anak kampung yang sedang merantau. Hidup pejuang nafkah keluarga, semoga sehat selalu. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI