Ini bukan wacana. Sudah diteken aturannya. Sekali lagi, bukan hanya wacana, tentang rencana pemerintah membolehkan guru ASN dan P3K untuk mengajar di sekolah swasta. Hal ini juga sudah disampaikan kementerian terkait ke publik.
Bahkan, hampir semua media mainstrem sudah menulis beritanya. Yang pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Sudah jadi 'lagu' lama, jika ada kebijakan baru. Hampir semua kebijakan, pasti akan menimbulkan pro dan kontra.
Itu sudah biasa, jika hidup di negara yang katanya demokrasi. Beda pendapat tidak bisa dihindarkan lagi. Yang penting satu: tetap saling menghormati perbedaan.
Hanya saja, penulis tidak akan terbawa ke dalam salah satu kubu, kontra atau pro, tentang kebijakan tersebut. Penulis akan mencoba mengurai dampak positif dan negatifnya. Sehingga, Anda, para pembaca, silakan menyimpulkan sendiri.
Dampak Positif Dan Negatif
Kata orang: sebuah kebijakan tidak akan pernah menyenangkan semua pihak, pasti ada yang mendukung dan menentang. Termasuk penerapan guru ASN dan P3K boleh mengajar di swasta. Dampak positifnya jelas ada, bisa banyak juga, jika diuraikan dengan detail. Salah satunya beban biaya sekolah swasta akan lebih ringan. Kualitas pendidikan juga bisa lebih merata.
Sebab, salah satu biaya operasional terbesar di sekolah swasta adalah gaji pendidik (guru) dan tenaga kependidikan (pegawai). Ini pengeluaran rutin tiap bulan. Padahal, di sekolah swasta biasa, bukan yang elit, yang bayar SPP-nya bisa 'seikhlasnya', pemasukannya tidak menentu. Pasalnya, sebagian besar sekolah kategori ini mengandalkan dari SPP siswa, untuk apa saja. Terkadang, ada juga 'SPP macet'. Apalagi, sekolahnya jarang dapat bantuan pemerintah.
Kondisi ini bisa membuat sebagian besar sekolah swasta sulit berkembang pesat. Terutama dalam hal penunjang sarana dan prasarana belajar. Selain itu, kebijakan tersebut juga bisa meningkatkan kualitas pendidikan di swasta. Karena guru akan fokus mengajar, bukan lain-lain. Maklum, gaji guru swasta sebagian besar jauh dari kata cukup untuk kebutuhan hidup, apalagi untuk gaya hidup.
Praktis, kondisi ini yang membuat guru swasta harus 'nyambi', cari kerja sampingan, agar kebutuhan keluarga bisa terpenuhi. Hal ini bisa membuat guru tidak fokus mengajar, yang akhirnya juga berdampak pada hasil belajar siswa.
Sedangkan, dampak negatifnya dari kebijakan itu salah satunya adalah anggaran gaji guru negeri bisa meningkat. Karena guru ASN yang seharusnya mengajar di negeri, tapi bertugas di swasta. Sehingga, sekolah negeri harus merekrut guru lagi untuk memenuhi kebutuhan guru. Perlu diketahui, biasanya perekrutan ASN guru itu formasinya sesuai kebutuhan sekolah negeri, jika tidak butuh, sangat kecil kemungkinan dibuka formasi guru. Namun, kabar baiknya juga masih ada, ada lapangan kerja baru: rekrutmen guru tadi.
Konon, Ada Kabar Angin
Tak hanya itu, konon, dahulu kala, ada keluhan dari pengelola sekolah swasta, dimana guru yang sudah lama dididik dan diberi pelatihan, tapi ketika sudah jadi, 'diambil' sekolah negeri. Karena guru tersebut diterima jadi ASN, alias tidak bisa lagi mengajar di swasta. Sehingga, sekolah swasta merasa rugi, karena sekolah negeri seolah 'mencomot' guru yang sudah jadi.
Namun, ini hanya kabar angin, benar atau tidaknya masih bisa diperdebatkan. Yang pasti, guru juga manusia biasa, punya keluarga, tepatnya butuh sejahtera. Yakin saja, jika guru sejahtera dan nyaman, tidak mungkin pindah ke lain hati. Karena guru itu bisa jadi salah satu penentu kualitas generasi penerus bangsa di masa depan.
Mungkin, dampak negatif dan positif lainnya masih banyak, bisa tanya Mbah Google, tulisan ini sudah lumayan panjang. Waktunya ganti topik, sudah lama tidak menulis tentang timnas. Semoga dunia pendidikan Indonesia terus maju, dan timnas lolos Piala Dunia 2026. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI