Mohon tunggu...
kang im
kang im Mohon Tunggu... Penulis - warga biasa yang hobi menulis

seorang penulis biasa yang tinggal di kampung

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Penolong Dapur, Taman Kedaulatan Pangan Keluarga

4 Desember 2024   10:52 Diperbarui: 4 Desember 2024   11:31 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kreatif: salah satu warga memanfaatkan limbah untuk berkebun di tengah kota. Sumber: Dok. pribadi

Minim lahan kosong. Salah satu alasan paling populer warga kota, hampir semuanya, jika diminta untuk berkebun. Sehingga, kebutuhan dapur paling sederhana, seperti sayuran, harus membeli. Praktis, kondisi ini tidak bisa menekan pengeluaran operasional rumah tangga. Membengkak. Boros.

Alasan itu sah-sah saja, faktanya memang minim lahan kosong. Tapi ada cara lebih kreatif berkebun di kota, tanpa lahan luas, bisa memaksimalkan teras rumah. Bahkan, bisa dilakukan secara vertikal, atau dengan cara hidroponik. Kuncinya satu: tidak banyak alasan, juga ada kemauan.

Hal itu tidak hanya berdampak pada pengeluaran dapur, tapi juga mengatasi polusi udara. Minimal mengurangi. Dimana polusi udara ini juga menjadi salah satu masalah utama di perkotaan.

Sebab, lahan hijau sudah tumbuh gedung yang menuding langit. Banyak alih fungsi lahan pertanian. Sehingga, terkadang, pemerintah membuat aturan baru: boleh membangun gedung, syaratnya harus berkonsep go green. Biasanya, desain bangunannya seperti ada taman di tubuh bangunan, ada tanaman tertentu di bagian gedung itu.

Taman Kedaulatan Pangan  

Sekali-kali, warga memang harus dipaksa, agar mau berubah ke yang lebih baik, terutama dalam mengatasi masalah tadi. Salah satunya dengan cara membuat: taman kedaulatan pangan keluarga. Konsepnya seperti urban farming, tapi semua kebutuhan disediakan oleh pemerintah, teknisnya bisa melalui kelurahan, RT dan RW.

Warga hanya modal tenaga saja. Ini hanya untuk pancingan, jika sudah berhasil, ada hasilnya, berdampak pada pengeluaran dapur, pasti warga akan melanjutkan secara mandiri. Apalagi, jika warga sudah merasakan sebagian besar kebutuhan dapur tidak perlu membeli, lebih murah, juga higinis.

Praktis, uang anggaran dapur warga bisa dilalihkan yang lain, untuk pendidikan anak misalnya. Atau liburan bersama keluarga. Ini penting, untuk merawat keharmonisan keluarga. Apalagi, liburannya bisa dilakukan satu RT.

Selain itu, jenis tanaman tidak boleh sama antar warga, harus beragam. Tujuannya: agar warga bisa saling tukar hasil pangan. Nilai gotong-royongnya lebih kuat.

Waspada Musim Politik  

Konsep itu juga sudah sering jadi salah satu program andalan calon pemimpin di perkotaan. Program idola paling laku di musim kampanye. Namun, hingga saat ini, jika sudah terpilih, masih hitungan jari yang konsisten merealisasikan, kebanyakan kurang istiqomah. Hanya semangat di awal. Sehingga, warga perlu inisiatif sendiri, demi kenyaman dan kesehatan kampung di tengah perkotaan.

Lingkungan asri di tengah kota itu bukan kebutuhan aktor politik, tapi kebutuhan warga. Ini harus disadari, agar tidak dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab. Musim politik sering kali muncul aktor politik, yang terkadang pura-pura memberi solusi. Padahal, hanya ingin suara rakyat, bukan aspirasinya. Semoga! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun