Tebar pesona. Obral janji. Juga peduli, mungkin tepatnya pura-pura peduli. Inilah fenomena yang biasa nongkrong di berbagai media, terutama media sosial (medsos), dalam beberapa minggu terakhir ini.
Namanya juga lagi butuh, tepatnya butuh dukungan suara. Bahkan, terkadang, apa saja akan dilakukan, termasuk melakukan hal-hal konyol, yang diluar kebiasaan. Pokoknya, jika tidak dapat simpati, minimal bisa mencuri perhatian publik. Atau, paling tidak lakunya bisa membuat medsos heboh.
Itulah potret fenomena oknum politisi di nagari Ngalem-Ngalem, saat ini. Maklum, lagi musim politik, harus tebar pesona. Wabah politik itu hampir menjalar ke semua daerah. Padahal, ending ceritanya sudah bisa ditebak: jika sudah terpilih biasa lupa janji. Terkadang, malah acuh tak acuh dengan aspirasi rakyat. Rakyat sering dianggap tidak penting lagi.
Kata orang: rakyat nagari Ngalem-Ngalem sangat baik hati dan pemaaf. Sehingga, kebaikan ini sering dimanfaatkan oleh oknum pejabat, yang hobi lupa janji, atau mungkin tepatnya sengaja lupa janji. Apalagi, terkadang, rakyat Ngalem-Ngalem sungkanan, seakan tak sampai hati untuk menagih janji.
Sehingga, saat musim politik, rakyat Ngalem-Ngalem seolah dipaksa menelan 'nyanyian lagu' monoton, yang diaransemen ulang, tiap lima tahun sekali. Lirik lagu dan nadanya sama, hanya penyanyi dan judul lagunya sedikit dirubah. Pokoknya hanya itu-itu saja, tak jauh dari: pengentasan kemiskinan, pemerataan pembangunan, kesejahteraan, lapangan pekerjaan, pusat ekonomi digital, dan pendidikan gratis.
Rakyat tidak pernah sadar, atau, mungkin, sengaja tidak dibuat sadar, jika lirik lagu itu pernah dinyanyikan lima tahun yang lalu. Sehingga, rakyat seperti jadi korban orang lagi jatuh cinta, atau pura-pura jatuh cinta.
Semua orang tahu, meski tidak semua, orang jatuh cinta, atau minimal pura-pura jatuh cinta, yang bertubi-tubi, akan rela melakukan apa saja, demi mendapatkan cinta, atau minimal dapat perhatiannya. Praktis, sebelum mendapatkan hati pujaan hati, saat musim kampanye cinta, apa saja akan dilakukan, bahkan seolah nyawapun rela digadaikan demi pujaan hati. Namun, ketika sudah mendapatkan, sudah dapat jabatan cinta, lupa akan janji-janji manisnya, meski tidak semua.
Ini tidak salah, sah-sah saja, apalagi, kata orang, terkadang perempuan juga suka diobralin janji manis. Semoga semua pihak sadar, janji adalah hutang. Ada LPJ-annya di akhirat nanti.
Ini cerita musim politik di nagari Ngalem-Ngalem, bukan di negara lain. Maklum, penulis tinggal di kampung, jadi kurang begitu paham kondisi politik di negara +62. Program kerja dan visi-misi yang ditawarkan dunia perpolitikan kurang sampai di kampung. Â Â
Harus Rasional, Bukan EmosionalÂ