Mut'ah berasal dari bahasa Arab al-mata' yang berarti sesuatu yang menjadi objek untuk bersenang-senang. Dalam istilah mut'ah ialah materi yang diberikan suami kepada istri yang telah diceraikan dengan beberapa syarat. Mut'ah dibagi menjadi 2 yaitu ada yang bersifat wajib ada yang bersifat anjuran. Mut'ah bisa menjadi wajib jikalau istri yang di talak/cerai belum digauli dan belum menerima mahar dari si suami, sedangkan mut'ah yang bersifat anjuran adalah kebalikan dari mut'ah wajib dan ini menurut madzhab Hanafi dan Hambali.
Dasar hukum mut'ah tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 241 yang berbunyi :
وَلِلْمُطَلَّقٰتِ مَتَا عٌ بِۢا لْمَعْرُوْفِ ۗ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ
"Dan bagi perempuan-perempuan yang diceraikan hendaklah diberi mut'ah menurut cara yang patut sebagai suatu kewajiban bagi orang yang bertakwa."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 241)
Serta tidak ada batasan waktu bagi si suami untuk memberi istri mut'ah. Dalam tinjauan hukum normatif tertera pada pasal 158 sampai pasal 160 KHI (Kompilasi Hukum Islam). Pada pasal 158 "Mut`ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat : belum ditetapkan mahar bagi isteri ba`da al dukhul dan perceraian itu atas kehendak suami." Pasal 159 "Mut`ah sunnat diberikan oleh bekas suami tanpa syarat tersebut pada pasal 158." Pasal 160 "Besarnya mut`ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami."
Jika kita tinjau dari pasal 35 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang harta bawaan menyebutkan "harta benda yang diperoleh selama perkawinan akan menjadi harta bersama."
Dengan ini seharusnya sudah sangat jelas bahwa mut'ah tidaklah penting. Karena apa ? Karena untuk kasus suami menceraikan istri sebelum digauli itu adalah kasus yang jarang terjadi, kebanyakan dari kita setelah menikah tentu sudah menggauli si istri. Jika belum menggauli istri tentu wajib bagi kita untuk membayar mut'ah kepada istri karena hukum Islam maupun hukum di Indonesia sudah menjelaskan bahwa hal itu wajib dilakukan.
Akan tetapi kasusnya banyak yang menggugat kepada suami karena tidak membayar mut'ah kepada istri. Padahal sebelum itu sudah jelas dan nyata pasal 35 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang harta bawaan. Jika sebelum talak/cerai dilakukan pembagian harta antara suami dan istri, maka tidak perlu istri melakukan gugatan kepada suami. Walaupun perceraian itu atas kehendak suami, namun dilihat dari segi keadilannya suami pun harus mendapatkan hal yang setimpal. Maka tidak perlu istri untuk menggugat suami dalam urusan mut'ah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H