Mohon tunggu...
imam mashari
imam mashari Mohon Tunggu... Wiraswasta - remote data acquisition, engineering, sport, music and Travelling

Saya seorang wiraswastawan, bergerak dalam bidang teknologi akuisisi data jarak jauh, pengukuran online dan offline, monitoring lingkungan, juga penghobi olahraga, , musik dan juga Travelling.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sistem Peringatan Dini Bencana Sederhana Berbasis Masyarakat

3 Desember 2021   16:23 Diperbarui: 3 Desember 2021   17:07 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir akhir ini, Bencana alam marak terjadi di negara kita, seperti banjir bandang, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan lain sebagainya dengan memakan korban jiwa yang tidak sedikit. 

Mendiskusikan tentang penyebab bencana ini sangatlah komplek seperti kerusakan lingkungan, faktor alam, peran serta manusia yang jika didiskusikan akan memicu pro dan kontra. 

Jatuhnya korban jiwa umumnya disebabkan dengan datangnya bencana yang begitu cepat, minimnya informasi peringatan dini yang sampai ke masyarakat. Saya akan fokus ke bidang yang selama ini saya berkecimpung, Realtime Monitoring.

Informasi potensi bencana masih bersifat terlalu umum, misalnya potensi hujan deras dan angin kencang untuk daerah tertentu, yang biasanya ditanggapi dengan biasa oleh masyarakat. 

Perlu informasi peringatan yang lebih spesifik, misalnya Curah hujan stasiun A dalam 4 jam terakhir mencapai 60 mm, jika curah hujan berlanjut mencapai 100 mm dalam  2 jam kedepan, maka masyarakat sepanjang aliran sungai didaerah B diharapkan bersiap untuk evakuasi. Dengan peringatan dini yang spesifik, diharapkan masyarakat di sekitar area yang diperingatkan akan waspada.

Agar tercipta sistem yang menghasilkan peringatan dini seperti, diperlukan investasi yang sangat besar untuk :

Mapping Bencana

Mapping peta bencana spesifik,  potensi bencana disetiap daerah harus dipetakan dengan detail dan benar benar spesifik, misalkan daerah DAS hulu sungai Brantas, potensi banjir bandang ketika akumulasi curah hujan mencapai A mm dalam waktu 4 jam. Setiap daerah perlu memiliki pemetaan yang    spesifik dan terukur serta lengkap.

Untuk mendapatkan data ini, bisa dari data bencana sebelumnya atau studi bencana oleh konsultan profesional. Database potensi bencana ini bisa disajikan dalam bentuk Sistem Informasi Geografis (SIG/GIS) berbasis Web sehingga masyarakat  bisa mengakses informasi potensi bencana secara spesifik di daerahnya masing masing.

Sistem Realtime Monitoring (telemetri)

Diperlukan stasiun pemantau yang dapat mengukur parameter seperti curah hujan, tinggi muka air secara real time dimana data terpantau secara live, dengan interval update data yang rapat misalkan setiap 15 menit atau interval lainnya, dimana data ini akan menjadi input untuk memantau tingkat bahaya dan potensi bencana yang ada. 

Sebaiknya setiap propinsi memiliki monitoring center dimana data   dari masing masing daerah dapat diintegrasikan dalam suatu sistem terpadu, karena bencana antar daerah akan berkaitan, misalkan sungai melintas di lintas kabupaten maka kondisi bahaya di hulu akan berpengaruh ke hilir.

Sistem Telemetri untuk monitoring bencana sudah ada di beberapa daerah yang dikelola oleh beberapa instansi, namun belum merata. Hal ini wajar mengingat tingginya biaya investasi dan terbatasnya anggaran, pemerintah wala sebetulnya teknologi telemetri ini sudah semakin terjangkau. Banyak alternatif dengan desain spesifikasi yang bisa disesuaikan  kebutuhan pengguna.

Sistem Peringatan Dini Mandiri Berbasis Masyarakat

Tidak semua daerah telah memiliki sistem monitoring realtime, karena berbagai kendala seperti pendanaan maupun infrastruktur komunikasi data misalkan daerah blank spot atau sulit sinyal. Banyak teknologi sederhana yang bisa diaplikasikan untuk menjadi sumber informasi sistem monitoring bencana. 

Misalkan untuk curah hujan, pada dasarnya curah hujan diukur dengan banyaknya air hujan yang terakumulasi pada satu satuan luas dinyatakan dalam mm / ketebalan air tergenang. 

Alat penakar curah hujan berbentuk seperti tabung dengan luasan tangkapan tertentu, air yang masuk dikumpulkan dalam gelas ukur atau menggerakkan sistem jungkit dan dihitung jumlah jungkitnya.  satu jungkit setara dengan hujan sekian mm. Bentuk dari alat penakar curah hujan standar adalah seperti ini:

Untuk penakar curah hujan manual adalah sebagai seperti gambar berikut:

Penggunaan curah hujan manual untuk peringatan dini akan terkendala level air yang terpantau tidak bisa dipantau setiap saat, sehingga seringkali hanya digunakan untuk mengukur curah hujan harian dengan mengukur banyaknya air dengan gelas ukur.

Saya punya ide, menggunakan Penakar yang ditempatkan di atap rumah, dialirkan dengan selang kecil ke gelas ukur yang sudah ada skala cc nya. Gelas ukur ini ditempatkan ditempat yang mudah dilihat oleh anggota keluarga, desainnya adalah seperti ini:

Selanjutnya sistem ini dikalibrasi dengan menghitung luasan tangkapan (timba atau kaleng), dari air yang terkumpul volumenya bisa diukur luasan genangan untuk satuan luasan timba atau kaleng tersebut ketemulah misal X mm. Dinas terkait bisa membuat alat ini dan mengkalibrasi dengan sistem standar dan mensosialisasikan ke masyarakat. 

Masyarakat diinformasikan misalnya hujan sekian jam air terkumpul sekian cc digelas ukur maka tindak lanjutnya adalah waspada / persiapan evakuasi, atau bahkan evakuasi mandiri. 

Tentunya nilai curah hujan level alarm ini harus di teliti sedemikian rupa sehingga akurat, setiap daerah mempunyai karakteristik lingungan sendiri, tingakt kerusakan lingkungan masing masing sehingga nilainya tidak akan sama. Perlu studi khusus untuk menentukan nilai ambang curah hujan bahaya dengan melibatkan profesional atau perguruan tinggi.

Sistem manual ini walaupun terkesan tidak modern, tapi informatif, gampang pemasangannya dan bahan ada di sekitar kita, tentunya akan sangat berguna bagi masyarakat untuk memantau hujan secara "real time" sewaktu waktu tanpa koneksi internety, cukup menggunakan pandangan mata. Kuncinya adalah tersedianya level curah hujan yang berpotensi bencana 

Untuk berkaitan dengan Early warning ini kami siap memberikan masukan kepada siapa saja yang membutuhkan, semoga berguna.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun