Bangunan sebuah nilai-nilai keberagaman yang terbukti dengan begitu banyaknya vihara dan kelenteng di Tanjung Balai berdampingan dengan beberapa tempat peribadatan agama lain adalah fakta Indonesiana. Kekonyolan dari mereka yang kadung marah dan mengamuk saat mendapatkan provokasi adanya warga beretnis cina yang marah adzan dikumandangkan dengan menyasar vihara dan kelenteng menunjukkan adanya sinisme dan resistensi yang mulai terbangun di antara warga pribumi kepada etnis cina. Tempat peribadatan yang terbakar memang terasosiasi kepada etnis cina dan padahal yang bermasalah adalah etnis cina dan bukan keyakinan dan agama yang mereka anut.Â
Untuk itu, terutama kepada Kompasianer beretnis cina agar menyumbangkan nilai-nilai positif di blog ini, apalagi diantara kalian sudah terlanjur membangunan citra positif seperti bapak tua yang bijak bestari, penulis opini terbaik, non pribumi yang nilai-nilai nasionalisnya katanya bahkan melebihi kami yang pribumi. Bangunlah kesadaran yang tinggi bahwa menjadi Indonesia asli tidak perlu harus jadi gubernur eh maaf ngelantur.
Sadarkan encik-encik yang memiliki potensi negatif seperti Merliana, sadarkan mereka bahwa dimana bumi di pijak disana langit dijunjung. Korupsi di Indonesia jangan bawa ke cina ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H