Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya muslim

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Muhammadiyah Tidak Terima Dicap Tidak Taat Pemerintah

9 Juli 2013   09:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:49 1825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Ketua MUI Pusat Prof. Dr. H. Umar Shihab, MUI masih menunggu penetapan dari pemerintah tentang awal Ramadhan tahun 2013. “Pemerintah merupakan Ulil Amri yang harus kita taati sebagaimana dalam Al-Qur’anul Karim,”

"Bagi yang tidak mengikuti Keputusan Pemerintah dapat di anggap tidak taat kepada Ulil Amri" Tegas Nazarudin Umar, Wamenag di TV One.

Ulil Amri itu bukan pemerintah, tapi yang punya otoritas (ahli di bidangnya),” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di kantornya, Menteng, Jakarta, Senin 8 Juli 2013.

****

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS An-Nisa: 59)

Sebelum sidang itsbat untuk memutuskan awal Ramadhan 1434 Hijriah, telah terjadi jiddal yang klasik antara Wakil Menteri Agama, DR. Nazarudin Umar dengan Muhammadiyah selaku ormas Islam kedua terbesar di Indonesia terkait keputusan dari organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tersebut untuk satu hari lebih dahulu menjalankan puasa Ramadhan yakni tgl. 9 Juli 2013. Muhammadiyah dianggap tidak ta'at kepada ulil amri disaat Pemerintah memutuskan bahwa 1 Ramadhan 1434 Hijriah jatuh pada hari Rabu, 10 Juli 2013.

Wamenag yang sebenarnya beritikad untuk 'mendamaikan' friksi' antara pemahaman metoda yang dipakai oleh Muhammadiyah yakni hisab dengan metoda yang dipergunakan oleh jumhur yakni ru'yatul hilal. Perdamaian yang digagas oleh Nazarudin Umar ternyata menjadi blunder saat dia menyebutkan kata Ulil Amri dan ketaatan.

Apakah ulil amri? Kenapa kita harus ta'at? Kapan kita harus ta'at dan kapan ulil amri dipunggungi?

Pertanyaan ini tidak mudah di jawab karena sesungguhnya telah menjadi sebuah ikhtilaf yang masih kasak-kusuk diperbincangkan antara segolongan yang berbeda menafsirkan dengan beberapa golongan yang lain. Misalnya Muhammadiyah yang telah tegas menyatakan bahwa ulil amri yang dimaksud adalah mereka yang mempunyai otoritas dibidangnya.

****

“Seyogyanya, Kementerian Agama tidak usah memasuki wilayah keyakinan ini. Karena konstitusi membebaskan kita untuk beragama sesuai keyakinan,” lanjut Din Syamsudin selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah menjawab dari tudingan Nazarudin Umar.

Ada sebuah pertanyaan 'nakal' dari penulis terkait dengan misunderstanding antara pemerintah cq. Menteri Agama dengan Muhammadiyah, apakah sifat wahabbi dari ormas ini belum sepenuhnya 'hilang'?  Sehingga tabiat keras kepala dan keras pendapat ini selalu muncul dan menimbulkan syak bahwa militansi dibungkus apapun tetap eksis? Sesuai dengan analisis para kompasianer yang yahud-yahud mengenai eksistensi kaum puritan ini?

Wallahu 'alam bisshowab


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun