"Apa yang kalian sasar! Apa yang kalian inginkan? Kematian bukan? Lihat! Lihatlah dengan pasti betapa dia telah menjatuhkan dagunya, janggutnya telah menempel di dadanya. Tiada degup iman bergemerincing dibalik tulang dadanya."
Cras! Seseorang hulubalang meraung dan menghunjamkan ujung tombaknya yang lancip dan menancap di lambung kanan. Darah dan sisa-sisa air minum yang sempat mengalir dua hari sebelumnya menetes. Kain coklat lusuh yang telah penuh darah dan kotoran perut, basah.
Dua pria dari kaum terpinggirkan tersebut merapat.
"Wahai Pilatus, sekiranya kematian telah datang dan engkau pun yakin, sudilah kiranya kami diberikan kesempatan untuk memuliakannya untuk terakhir kali?"
Pasukan Romawi mencabut tangannya dengan kasar. Tetesan darah segar masih mengucur. Kaki yang belum sempat dirusak oleh hulubalang itu sedemikian kisut.
*****
Maria menangis, tangannya dengan gemetar terlumuri oleh minyak. Rambut pria itu dia sapu pelan-pelan, sepenuh cinta. Sabat yang menutup pintu-pintu rumah telah boleh dibuka. Bergemetaran dengan segenap cinta wanita itu melihat untuk kesekian kali. Kain lenan yang wangi oleh rempah-rempah menjadi kain yang patut. Dua wanita yang lain masygul melihat sebujur badan yang penuh luka. Bibir yang kering. Kening yang tergores dalam oleh dur-duri besi.
Kuburan itu menjadi saksi cinta kasih mereka. Rempah-rempah yang hangat telah membangunkannya.
"Berikan air itu, tiga hari yang panjang memagut dan mengeringkan paru-paru. Hantarkanlah Maria!"
*****
Yusuf, Maria, Salomee dan Nikodemus menyunggi rasa syukur yang luar biasa. Kekuatan rasa yakin yang mengikat erat telah memberikan spirit. Pria itu tersenyum, rencana pelarian telah mereka susun.