Mohon tunggu...
Imam Alfie
Imam Alfie Mohon Tunggu... -

Imam Alfie, usually known as Alfie, is a junior lecturer of Faculty of Social and Political Sciences at University of Indonesia. Before graduated from the university in 2008, Alfie has became an academic assistant there. As for now, Alfie is the Program Development Coordinator of Department of Administrative Sciences FISIP UI. Besides, he also teaches subjects like Social Research Methods, Public Services Management, Comparative Public Administration, and Strategic Planning and Management in Public Sector. He has interest in fields of study like governance, public services, and urban management.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kartini, Gender, dan Feminisme

19 April 2010   00:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_121524" align="alignright" width="199" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Beberapa hari lagi Hari Kartini akan datang. Bagi saya, hari tersebut membawa sejumlah kenangan, yang saya yakin teman-teman yang lain pun demikian. Kita semua, yang tumbuh kembang di Indonesia, pasti melewati masa Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar dengan berbusana daerah saat Hari Kartini. Entah dari mana asal kebiasaan tersebut (adakah kompasiana yang mengetahui? boleh berbagi). Saya tidak akan membahas hal tersebut di sini. Hal yang ingin saya bahas adalah begitu lekatnya sosok Kartini kini dengan isu gender dan feminisme. Apakah memang demikian? Sebagai seorang awam, izinkan saya untuk memaparkan pandangan saya mengenai gender dan feminisme. Semoga paparan saya ini tidak menyinggung siapapun. Pertama, Kartini, sepengetahuan saya, adalah wanita kaya-raya di zamannya. Sebagai keturunan bangsawan, Kartini memiliki kedudukan yang tinggi dalam pandangan masyarakat di zamannya. Sayangnya, kebiasaan yang tumbuh pada masa tersebut memaksa Kartini tidak dapat menempuh pendidikan sebagaimana sebayanya yang berjenis kelamin laki-laki. Akan tetapi, melalui perjuangannya, mata masyarakat terbuka bahwa hak atas pendidikan, pekerjaan, dan keadilan di hadapan hukum bukanlah monopoli jenis kelamin tertentu. Kedua, gender, sepengetahuan saya, adalah perspektif yang digunakan manusia untuk membedakan kumpulan nilai tertentu yang diutamakan. Gender berbeda dengan jenis kelamin (sex), karena sex bersifat natural, sementara gender itu nurture (bentukan). Adalah sesuatu yang natural bahwa wanita akan mengalami menstruasi, kehamilan, dan menopause. Pria tidak akan mengalami itu. Operasi kelamin pun tidak dapat mengubah sifat natural tersebut. Akan tetapi gender sedikit berbeda. Gender menurut Peter dan Brigitte Berger merupakan bentukan yang lahir dari budaya dan/atau peradaban manusia. Gender terbagi atas maskulin dan feminin, yang masing-masing memiliki nilai-nilai utama untuk dikejar. Maskulin adalah gender yang berorientasi pada kekuasaan, kekayaan material, dan pengakuan sosial/privilege. Gender ini juga memiliki nilai-nilai instrumental berupa pendidikan tinggi dan pekerjaan yang elit.  Sementara itu, feminin adalah gender yang berorientasi pada kelembutan, kasih sayang, dan keindahan.  Gender ini memiliki nilai-nilai instrumental berupa pengasuhan yang baik, penumbuhan dan penyebaran cinta kasih. Pada dasarnya, kedua gender ini memiliki kedudukan yang sama. Baik maskulin maupun feminin sama-sama dibutuhkan oleh manusia. Bahwa kemudian gender maskulin lebih dekat dengan pria dan feminin menjadi identik dengan wanita, ada alasan medis berupa faktor hormonal dan alasan sosial berupa kebudayaan di baliknya. Akan tetapi, seorang manusia dapat saja memiliki nilai maskulin dan feminin sekaligus. Ketiga, feminisme. Apabila gender kemudian bersinggungan dengan feminisme, ini yang kemudian membingungkan saya. Sudah jelas bahwa tidak ada gender yang lebih tinggi dibandingkan gender lainnya. Bahwa kemudian gerakan feminisme lahir untuk menuntut apa yang disebut sebagai hak-hak wanita dalam memperoleh kesamaan pengakuan dengan kaum pria, inilah yang menjadi bias dalam pemikiran saya. Antara wanita dengan femininitas, seperti telah saya sampaikan di atas, pada dasarnya serupa tetapi tidak juga sama. sayangnya, para aktivis feminisme telanjur terjebak dalam hegemoni pasar, di mana nilai-nilai yang dianggap utama adalah kekayaan, kekuasaan, dan pengakuan sosial, yang notabene merupakan nilai-nilai yang lekat dengan maskulinitas. Masyarakat (termasuk para aktivis feminisme) kemudian menganggap remeh nilai-nilai feminin, sehingga apa yang diperjuangkan adalah semata-mata agar wanita memiliki kesamaan hak dalam memperoleh nilai-nilai terminal dari maskulinitas, dan bukan kompatriotnya (yaitu memperjuangkan agar nilai-nilai femininitas juga dianggap sebagai nilai utama). Pada akhirnya, apa yang terjadi pada saat ini menjadi jelas bagi saya. Yang saya maksud adalah mengapa orang-orang begitu bernafsu mengejar kekayaan, bahkan dengan cara apapun. Ini adalah produk dari dipupuknya nilai-nilai maskulinitas tanpa memperhatikan nilai-nilai femininitas. Ya, andaikan setiap manusia, baik pria maupun wanita, memiliki dan menyadari hak dan kewajibannya sebagai manusia yang memiliki maskulinitas dan femininitas, maka mereka akan menempuh pendidikan sebaik mungkin, mencari dan melakukan pekerjaan yang baik, dan tidak lupa untuk menyebarkan kasih sayang kepada sesama yang dilandasi nilai-nilai kejujuran dan cinta. Pada titik tersebut, perdebatan mengenai gender pun menjadi tidak relevan lagi. Tapi sayang, itu hanya angan-angan saya semata. Semoga teman-teman pembaca yang berjenis kelamin laki-laki mampu memahami dan menghargai teman dan pasangan wanitanya, dan semoga teman-teman pembaca yang berjenis kelamin wanita mampu memahami dan menghargai hak dan kewajibannya sebagai seorang wanita. Untuk Indonesia yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun