Mohon tunggu...
IMAM AKBAR
IMAM AKBAR Mohon Tunggu... -

PSIKOLOGI UIN MALIKI MALANG

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hakikat Pribadi Manusia

17 Desember 2014   04:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:09 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita menginginkan untuk tau diri kita sebenarnya dalam ilmu fisafat manusia terdapat rahasia tentang manusia. sebenarnya manusia adalah makhluk Tuhan yang otonom, berdiri pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonic jiwa raga dan eksis sebagai individu yang memasyarakat.

1. Sebagai makhluk yang Otonom.

Manusia lahir dalam keadaan serba misterius. Artinya, sangat sulit untuk diketahui mengapa. Bagaimana, dan untuk apa kelahirannya itu. Yang pasti diketahuinya adalah manusia dilahirkan oleh sebutlah Tuhan melalui manusia lain (orang tua), sadar akan hidup dan kehidupannya, dan sadar pula akan tujuan hidupnya (kembali pada Tuhan).

Antara ketergantungan (dependansi) dan otonomi (indepedensi) adalah dua unsure potensi kontadiktif yang ada di dalam kesatuan dinamis, keberadaannya yang demikian ini justru memberikan makna jelas kepada dirii pribadi manusia sebagai makhluk Sang Pencipta. Analogikanlah dengan sebuah rumah batu yang kuat, kekuatannya itu adalah warisan kodrat dari batu sebagai benda yang memang kuat.

2. Sebagai Makhluk yang Berjiwa Raga

Unsur jiwa dan raga manusia itu bukan hal yang berdiri sendiri. Keduanya berada di dalam satu struktur yang menyatu menjadi “diri-pribadi”. Sehingga diri pribadi manusia adalah “jiwa yang meraga” dan “raga yang menjiwa”. Artinya, jiwa menyatu dengan raganya, dan raga menjadi satu dengan jiwanya. Kejiwaan seseorang seharusnya terlihat dari tingkah laku badannya dan badan seseorang itu seharusnya mencerminkan jiwanya.

“Jiwa yang meraga”. Jiwa yang menjadi satu dengan raga, yaitu jiwa yang mewujud dalam bentuk raga. Jiwa adalah suatu yang maujud, tidak berbentuk dan tidak berbobot. Ia dapat dipahami dari kecenderungan-kecenderungan badan. Lihatlah, jika jiwa seseorang dalam keadaan menderita, maka badannya lemah, mukanya muram dan gelap. Tetapi, jika bahagia, maka badannya ringan, enerjik dan muka berseri-seri. Adapun dalam jiwa, ada unsur-unsur yang sering kita kenal sebagai “Tripotensi Kejiwaan” yaitu cipta, rasa dan karsa.

“Raga yang menjiwa”. Raga yang menjadi satu dengan jiwa adalah suatu kecenderungan fenomena badan yang menjadi bersifat kejiwaan. Raga adalah sesuatu yang maujud, berbentuk dan berbobot (berukuran).

Diri pribadi manusia yang berbentuk atas jiwa yang meraga dan raga yang menjiwa ini sebenarnya dapat terjadi karena suatu sebab, yaitu dominasi jiwa atas badannya. Jiwa manusia itu tidak sama dengan jiwa hewan. Jiwa manusia adalah berkesadaran. Sadar aka nasal-mula dan tujuannya. Kesadarn jiwa ini selanjtnya membentuk perbedaan badan manusia, dengan segal gerak-geriknya, dengan badan-badan hewan.

Menurut posisinya, jiwa manusia itu bertabiat di dalam badan. Artinya jiwa mempunyai kekuasaan atas badan. Jiwa yang sehat, pasti akan membuat badan menjadi sehat, tetapi badan yang sehat belum tentu bisa membuat bisa membuat jiwa munjadi sehat.

3. Sebagai Makhluk Individu yang Memasyarakat.

Seperti hubungan antara “jiwa dan raga”, kedudukannya sebagai individu dan anggota masyarakat juga berada didalam suatu struktur kesatuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk individu yang memasyarakat dan sekaligus makhluk social yang mengindividu.Mentalitas seseorang dapat menjadi sumber yang berpengaruh kuat terhadap perkembangan mentalitas masyarakatnya dan masyarakat sendiri dapat memberikan kontrol terhadap dinamika mentalitas seseorang.

• Individu yang memasyarakat

Dalam kenyataannya yang kongkretnya, kelahiran manusia adalah satu persatu, orang seorang, karena itu, ia lahir secara individual sebagai suatu diri pribadi yang berbeda dan terpisah dengan yang lain diantara sesamanya, termasuk ibu (orang tua) yang melahirkannya.

Akan tetapi, manusia lahir dengan segala keadaan yang serba lemah keberadaan dan hidupnya hanya bisa bergantung pada pihak lain, ibunya, bapaknya, saudara-saudaranya, tetangganya dan jika sudah mulai dewasa semakin terlihat dengan orang lain seluas-luasnya. Ini adalah realitas tidak bisa dihindari sama sekali. Memang harus begitu, karena memang sudah merupakan, hukum alam.

Tetapi sebagai individu yang berdiri pribadi, ia memiliki otonomi dan kebebasan (jiwa yang bebas). Ia mempunyai hak untuk berbuat atau tidak berbuat.

• Masyarakat yang mengindividu.

Kalimat ini mengandung arti bahwa masyarakat menciptakan individu-individunya dalam berbagai hal, seperti sifat mentalitas, karakteristik dan sikap pribadi. Lihatlah pada tingkat yang paling inti orang tua pada umumnya ingin anak-anaknya berkembang sesuai dengan imajinasinya.

Orang tua cendrung mendidik anak-anaknya dengan mendikte-kan apa saja, karena ia merasa memiliki mereka. Orang tua membentuk sifat-sifat dan sikap moral anak-anaknya dengan kurang memperhatikan potensi kodrat mereka masing-masing.

Oleh sebab itu, ideal jika masyarakat adalah taraf perkembangan individu dalam menyelenggarakan hidup dan mengembangkan kehidupannya jadi yang real adalah individu, bukan masyarakat; yang berkuasa adalah individu, bukan masyarakat; yang berdiri sebagai subjek adalah individu, bukan masyarakat; dan masyarakat adalah suatu kesadaran tertentu, demi keteraturan kehidupan bersama sedemikian rupa sehingga setiap individu mendapatkan kesempatan untuk memerankan dirinya sebagai manusia yang otonom dan bebas. Masyarakat itu sebenarnya hanya ada didalam angan-angan setiap orang (kesadaran), dan yang ada didalam kenyataan konkret adalah individu-individu dengan segala macam tingkah lakunya. Maka jenis, bentuk, dan sifat tingkah laku seseorang itu menunjukkan “suatu sosialitas”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun