Hubungan kyai dan santri yang pada umumnya sedemikian dekat dalam pendidikan di pesantren menjadikan para alumninya terpanggil untuk melakukan kegiatan sebagaimana yang dilakukan oleh kyainya. Antara kyai dan santri pada bukan diikat oleh hal yang bersifat transaksional atau jual beli jasa melainkan dibangun atas dasar ikatan kesamaan visi dan cita-cita perjuangan.
Ikatan tersebut menjadikan hubungan itu sangat kokoh dan mampu bertahan lama dan sulit terlupakan. Para alumni pesantren menjadi bangga ketika setelah meninggalkan kyai dan atau pesantrennya mampu membuat sesuatu sebagaimana yang dilakukan oleh pesantrennya di mana mereka dahulu belajar. Atas dasar kecintaan dan kebanggaan terhadap pesantren tempat dulu belajar itu, maka tatkala alumni dimaksud membangun lembaga pendidikan, maka nuansa dan juga konsep yang dikembangkan akan mengikuti pesantren kyainya dahulu.
Dalam waktu kurang dari satu bulan, saya mendapatkan kesempatan berkunjung ke dua pesantren yang dikembangkan oleh alumni Pondok Pesantren Gontor Ponorogo. Pada awal April 2015, saya berkunjung ke Medan dan diajak singgah di pesantren yang dipimpin oleh Dr. Rasyidin untuk memberikan ceramah di hadapan para santrinya yang berjumlah tidak kurang dari 3500 orang. Oleh karena pimpinan pesantren ini adalah alumni Pondok Pesantren Gontor, maka sistem pendidikan yang dikembangkan juga menyerupai Pondok Pesantren Modern Gontor. Para santrinya sehari-hari dibiasakan menggunakan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.
TIdak saja penggunaan bahasa asing, yaitu Arab dan Inggris, dalam kehidupan sehari-hari di pesantren itu, tetapi juga suasana, iklim atau nuansa Pondok Modern Gontor dihidupkan di pesantren itu. Selain itu, berbagai jenis bangunan dan peruntukannya dibuat mirip dengan yang ada di Pondok Pesantren Gontor. Selain itu, komunikasi di antara pengasuh, ustadz, dan santrinya, ketika saya berada di pesantren tersebut, terasa tidak berbeda dari pesantren yang dirintis oleh Kyai Zarkasyi dan beberapa kyai lainnya. Dan yang lebih mengesankan lagi, dalam kunjungan itu, saya selalu mendengar nama-nama kyai perintis pesantren Gontor yang amat dibanggakan itu.
Demikian pula, dalam kunjungan saya pada hari Kamis, tanggal 23 April 2015 ke pesantren Darul Hijrah di Banjarmasin, saya juga melihat adanya kesamaan pesantren ini dengan Pondok Pesantren Modern Gontor. Ternyata pesantren yang amat dikenal oleh masyarakat Banjarmasin itu juga dikembangkan dan diasuh oleh alumni Pondok Pesantren Gontor Ponorogo. Saya diundang oleh Kyai Zarkasi, ke pesantren Darul Hijrah ini bersama Kyai Mahfudz Syaubari, pengasuh pesantren Riyadul Jannah, Pacet, Mojokerto untuk memberikan ceramah tentang kewirausahaan di hadapan pengasuh pesantren se Kalimantan Selatan.
Sama dengan pesantren yang diasuh oleh Dr. Kyai Rasyidin di Medan, para santri Darul Hijrah di Banjarmasin, dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan Bahasa Arab dan Inggris. Demikian pula, suasana pesantren, mulai dari bangunan gedung, asrama para santri, dan lain-lain sangat mirip dengan pesantren di mana pengasuhnya dulu belajar. Apa yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Modern Gontor dan berbagai pesantren lainnya yang dibangun oleh para alumninya, kiranya amat perlu diapresiasi. Di tengah-tengah lembaga pendidikan pada umumnya masih gagal mengajarkan para siswanya dalam membiasakan berbahasa asing, Bahasa Inggris, ternyata pondok pesantren justru berhasil menunjukkan prestasinya.
Melihat kenyataan itu, saya membayangkan umpama saja para alumni berbagai jenis lembaga pendidikan, mereka tidak saja menangkap ilmu pengetahuan yang diberikan, tetapi juga semangat, cita-cita, jiwa berjuang, dan bahkan budaya yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan di mana mereka belajar, maka institusi pendidikan dimaksud telah berhasil menginspirasi bagi semua saja yang belajar di tempat itu. Para alumninya tidak saja dinyatakan telah menyelesaikan kewajiban dan masa belajarnya, tetapi juga berhasil menangkap ruh atau jiwa yang dikembangkan oleh pesantren di mana mereka belajar. Inilah di antara indikator penting keberhasilan lembaga pendidikan, apapun bentuknya. Wallahu a'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H