Mohon tunggu...
Ima Ismatul Maula
Ima Ismatul Maula Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran

Seorang yang fokus pada pencapaian, menyenangi kegiatan yang melibatkan kepemimpinan dan persuasi, menjunjung tinggi kesesuaian dengan harapan orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Beralih ke Bisnis Ecoprint, Untungnya Meningkat Hingga 100x Lipat, Ini Perjalanannya!

21 Desember 2021   10:53 Diperbarui: 21 Desember 2021   20:29 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Elien dengan Para  Influencer saat melakukan workshop (Dokpri)

Siapa sih yang gak tau batik? Salah satu warisan budaya Indonesia yang dibuat dengan malam dan canting ini kini telah memiliki nilai jual yang sangat tinggi di pasar global. Namun apa jadinya apabila batik tersebut terbuat dari limbah tumbuhan? Apakah akan memiliki nilai jual yang tinggi juga?

 Ibu Elin Herlina, wanita berumur 47 tahun ini merupakan seorang pengusaha batik di Pangandaran. "Mungkin berapa kali lipat ya? Hampir 100 kali lipat" Ujar Ibu Elin sambil tertawa kecil dan mengeluarkan aura bahagia ketika ditanya perihal keuntungan yang dia dapatkan. Keuntungan tersebut beliau peroleh setelah mulai menginovasikan batik menjadi produk yang lebih ramah lingkungan yakni bisnis ecoprint. 

Kesuksesan yang beliau dapatkan sekarang tentu telah melewati perjalanan yang sangat panjang. Titik pencapaian yang besar ini beliau peroleh setelah tujuh tahun dia menjalankan bisnis dengan berjualan batik.

Sebelum beliau terjun ke dalam bisnis ecoprint batik dahon pada tahun 2018, beliau sempat berjualan batik juga. Hanya saja batik yang beliau jual saat itu merupakan batik yang dia beli dari Cirebon, bukan hasil dari produksinya sendiri.

"Ibu belanja batik biasa, seperti batik tulis, batik cat, batik printing. Itu yang dari Cirebon" jelas beliau kepada saya. Batik yang beliau peroleh dari Cirebon itu biasanya dia tawarkan ke perkantoran atau guru sekolah untuk dijual. Kemudian, dari banyaknya pengalaman yang telah dia peroleh selama berjualan batik, beliau pun berkeinginan untuk memproduksi batik sendiri.

Keinginannya itu menjadi sangat kuat ketika dia berkunjung ke salah satu kota di Jawa Tengah. "Waktu di Jogja liat ada ecoprint emang unik juga, kalau dilihat dari motif-motifnya ada yang dari daun-daunan, tumbuh-tumbuhan gitu. Terus semua pewarnanya juga dari pewarna alam" ucapnya sambil memasukan mordant kulit kedalam sewadah air. Dari hal tersebut beliau pun berpikir bahwa di lingkungannya terdapat banyak tumbuhan yang bisa dimanfaatkan. Sehingga beliau bertekad untuk mulai melakukan produksi ecoprint.

Berbeda dengan para perajin batik pada umunya yang memerlukan canting dan malam dalam proses pembuatan batik. Perempuan  yang berasal dari Pangandaran ini justru sama sekali tidak menggunakan peralatan tersebut. Beliau hanya memerlukan daun-daunan, baik itu kering atau pun yang masih segar untuk dibuat motif pada kain yang nantinya akan dijadikan batik. 

Dalam mempelajari proses pembuatan batik ecoprint ini, awalnya Ibu Elin mengikuti beberapa workshop yang diselenggarakan secara online terkait ecoprint. Kemudian beliau mencoba mempraktikkannya di rumah sendiri.

Pewarna yang beliau pakai dalam membuat ecoprint ini yaitu berasal dari buah dahon. Hal ini dikarenakan ketersediaan buah dahon di Pangandaran yang sangat melimpah. Selain itu, beliau juga menggunakan pewarna alami dari kulit kayu mahoni dan daun ketapang.

Koleksi Kain, Tas, dan Sepatu Ecoprint Batik Dahon (Dokpri)
Koleksi Kain, Tas, dan Sepatu Ecoprint Batik Dahon (Dokpri)

Awal mula terjun ke dalam bisnis ecoprint beliau hanya memfokuskan produksi pada media kain saja. Namun setelah memproduksi dengan jumlah yang cukup banyak. 

Kemudian beliau pun mencoba untuk melebarkan produksi batiknya ke dalam media kulit dan juga kertas. Dan sampai sekarang jenis produksi yang telah berhasil beliau produksi yaitu tas, sepatu, kemeja, dompet, jilid buku, dan topi.  

Hambatan yang beliau peroleh selama proses produksi yaitu masih kurangnya perajin yang memadai di wilayah Pangandaran sehingga beliau pun perlu pergi ke luar kota untuk memperoleh SDM yang memadai. 

"Untuk perbedaan tingkat kesulitan dari beberapa media tersebut sendiri juga tidak begitu sulit sih! Karena bahan melimpah. Hanya saja kesulitannya terletak pada pengrajinan. Seperti sepatu kita buatnya di Bandung dan tas kita buat di Rajapolah" kata beliau.

Dalam pembuatan kain batik, beliau menggunakan 100% kain katun asli dan kain sutera sebagai medianya. Dan untuk pembuatan sepatu sendiri beliau memilih kulit sapi, kambing, dan juga domba.

Jenis tanaman yang digunakan dalam pembuatan batik ecoprint ini pun beragam, artinya semua jenis tanaman dapat dijadikan sebagai bahan dari pembuatan ecoprint hanya saja tidak semua jenis tanaman bisa dijadikan sebagai pewarna kain."Tanaman yang saya ambil ada yang dari pekarangan rumah juga ada yang dari hutan di sekitar Pangandaran" jelas beliau.

Kerjasama bersama Hotel Arnawa (Dokpri)
Kerjasama bersama Hotel Arnawa (Dokpri)

Untuk membuat batik dahon ini dikenal oleh khalayak. Ibu Elien terus-menerus dalam  melakukan promosi. "Kami melakukan promosi ini melalui instagram, facebook, juga bekerja sama dengan Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) dan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI)" tutur beliau. 

Dari jerih payahnya dalam melakukan promosi. Saat ini beliau sudah membuka dua cabang galeri batik dahon. Cabang pertama yang beliau buka yaitu di Hotel Arnawa. Hal ini bermula ketika beliau melakukan pelatihan di sana, kemudian manager dari hotel tersebut pun menawarkan untuk bekerja sama. Akhirnya beliau pun membuka cabang pertamanya di Hotel Arnawa. Dan untuk cabang kedua yaitu terletak di pusat oleh-oleh Pringsewu Pangandaran.

Setelah dua tahun menjalankan bisnis ecoprint beliau juga membuka layanan workshop bagi umum. Kerja samanya dengan HPI, menjadikan beliau mendapatkan tamu yang sangat antusias sekali untuk  belajar memproduksi ecoprint. 

Disamping hal tersebut, saat ini beliau juga memiliki rencana untuk membuka rumah produksi yang lebih besar lagi di tahun depan. Selain itu, beliau juga memiliki keinginan untuk membuka sentral oleh-oleh batik di Pangandaran.

Dibalik apa yang telah beliau capai. Beliau juga menyampaikan bahwasanya beliau sempat merasa gagal dalam melakukan bisnis ecoprint ini. "Saat pertama kami memulai bisnis ini, duka yang dirasakan yaitu kita menganggap produksi dari ecoprint ini gagal, karena pada setiap produksi yang kita inginkan terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita." tutur beliau. 

Beliau juga menyampaikan bahwa selama satu tahun sejak mengawali bisnisnya beliau sempat tidak bisa menjual hasil produksi karena terdapat beberapa produk yang hasilnya gagal. Namun di samping pengalaman pahit yang beliau alami, beliau juga menyampaikan bahwa setelah menggeluti bisnis ini beliau menjadi lebih banyak dikenal oleh khalayak.

"Jangan pernah berhenti belajar, apalagi untuk anak muda zaman sekarang. Mari kita terus berkarya" begitu pesan Ibu Elin. Beliau mengharapkan seluruh generasi muda saat ini agar jangan pernah berhenti belajar. Karena hal yang ingin kita capai tidak akan terpenuhi jika kita mencoba untuk berhenti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun