Di Indonesia, banyak maskapai penerbangan yang mengoperasikan pesawat keluaran lama. Alasan utama di balik hal ini adalah faktor biaya operasional yang tinggi, ketersediaan pesawat bekas yang lebih terjangkau, dan tantangan dalam perawatan serta sertifikasi kelaikudaraan. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai penyebabnya, contoh pesawat, maskapai yang menggunakannya, dan langkah-langkah yang dilakukan oleh maskapai untuk menjaga kelayakan pesawat tersebut.
1. Faktor Biaya
Pesawat baru cenderung memiliki harga yang sangat tinggi, terutama bagi maskapai yang sedang berkembang atau beroperasi di negara dengan ekonomi berkembang seperti Indonesia. Selain harga beli yang mahal, pesawat baru juga sering kali membutuhkan waktu untuk dapat dikirimkan, karena banyaknya permintaan dari maskapai di seluruh dunia. Di sisi lain, pesawat bekas yang masih layak pakai tersedia dengan harga yang lebih murah dan lebih cepat didapatkan.
Misalnya, pesawat Boeing 737-800, yang diproduksi pada awal tahun 2000-an, banyak digunakan oleh maskapai Indonesia karena harga belinya yang relatif terjangkau jika dibandingkan dengan pesawat terbaru dari Boeing, seperti Boeing 737 MAX atau Airbus A320neo. Selain itu, maskapai dapat mengurangi biaya pelatihan karena kru dan teknisi sudah familiar dengan tipe pesawat yang serupa, sehingga tidak memerlukan pelatihan ulang yang memakan biaya besar.
2. Ketersediaan Pesawat Bekas yang Layak Pakai
Pasar pesawat bekas dunia menyediakan banyak sekali pesawat komersial yang masih layak pakai. Maskapai-maskapai di Indonesia memanfaatkan pesawat bekas ini untuk menekan biaya investasi awal. Misalnya, beberapa maskapai di Indonesia, seperti Sriwijaya Air dan Lion Air, mengoperasikan Boeing 737-300 dan Boeing 737-400 yang pertama kali diproduksi pada tahun 1980-an hingga 1990-an.
Maskapai lain, seperti Citilink Indonesia, sebelumnya pernah mengoperasikan pesawat Airbus A320 keluaran awal 2000-an. Pesawat-pesawat ini sudah usang secara teknologi jika dibandingkan dengan keluaran terbaru, namun secara struktural dan operasional masih layak digunakan dengan perawatan yang intensif.
3. Fleksibilitas Operasional dan Pemanfaatan Sumber Daya Lokal
Beberapa maskapai di Indonesia cenderung memilih pesawat yang lebih tua namun sudah diakui secara operasional di wilayah tersebut. Dengan memilih pesawat yang sudah sering dioperasikan di negara lain, maskapai dapat lebih mudah dalam memperoleh suku cadang dan tenaga ahli untuk perawatannya. Hal ini juga memudahkan dalam pengadaan infrastruktur perawatan di dalam negeri.
Selain itu, maskapai di Indonesia cenderung mempertimbangkan kebutuhan rute dan jenis layanan mereka. Untuk penerbangan domestik yang tidak terlalu panjang, pesawat yang lebih tua, seperti Boeing 737-500 atau ATR 72-500, cukup memenuhi kebutuhan tanpa harus berinvestasi pada pesawat baru dengan teknologi yang mungkin berlebihan untuk kebutuhan tersebut.