Mohon tunggu...
Kembali ke artikel
2dari5
Layar Penuh
4. Nyiramana (kanan), penyintas, bersama Karenzi, warga Hutu yang membunuh keluarganya. Karenzi: “Hati nurani saya tidak tenang, tiap kali melihatnya saya merasa sangat malu. Setelah dilatih tentang persatuan dan rekonsiliasi, saya pergi ke rumahnya dan meminta ampunan. Saya menjabat tangannya. Sejak itu kita berhubungan baik.” Nyiramana: “Dia membunuh ayah dan tiga saudara saya. Dia melakukannya bersama orang lain, tapi ia datang sendiri ke saya dan meminta pengampunan. Ia dan sekelompok pelaku lain yang pernah dipenjara membantu saya membangun rumah dengan atap tertutup. Saya takut kepadanya, tapi sekarang saya telah memaafkannya. Segala hal menjadi normal, dan saya merasa ceria “. Sumber: New York Times, nytimes.com.
4. Nyiramana (kanan), penyintas, bersama Karenzi, warga Hutu yang membunuh keluarganya. Karenzi: “Hati nurani saya tidak tenang, tiap kali melihatnya saya merasa sangat malu. Setelah dilatih tentang persatuan dan rekonsiliasi, saya pergi ke rumahnya dan meminta ampunan. Saya menjabat tangannya. Sejak itu kita berhubungan baik.” Nyiramana: “Dia membunuh ayah dan tiga saudara saya. Dia melakukannya bersama orang lain, tapi ia datang sendiri ke saya dan meminta pengampunan. Ia dan sekelompok pelaku lain yang pernah dipenjara membantu saya membangun rumah dengan atap tertutup. Saya takut kepadanya, tapi sekarang saya telah memaafkannya. Segala hal menjadi normal, dan saya merasa ceria “. Sumber: New York Times, nytimes.com.
LAPORKAN KONTEN
Alasan