Mohon tunggu...
Imaduddin Hamid
Imaduddin Hamid Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa, dia yang menutur malam dan mengeja sepi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dari Kampus Menuju Kampung

15 Mei 2016   00:03 Diperbarui: 15 Mei 2016   10:34 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kampus tak ubahnya seperti menara gading”. Kesan tersebut tidaklah sulit untuk ditangkap. Dengan eksklusifitas mahasiswa hari ini, tidak aneh ketika masyarakat berkata demikian. Skeptisisme akan uluran tangan kaum terdidik memang semakin wajar untuk diungkap. Dunia kampus tak ubahnya seperti dunia robot tanpa nurani.

Tiadanya komitmen untuk berbuat nyata bagi pengembangan dan pemberdayaan masyarakat bukanlah sesuatu yang terjadi secara alamiah. Penulis berpendapat, fenomena demikian merupakan buah dari paradigma pendidikan berbasis kapital. Bakgayung bersambut, doktrin kesuksesan yang bertumpu pada kehebatan meraup material menjadi pandangan umum yang kukuh menggerayangi pikiran. Sehingga tidak aneh ketika pembicaraan mahasiswa hanya sekitar peluang kerja dan kesuksesan karir pasca lulus.

Kampus yang seharusnya menjadi “kawah candradimuka” bagi pemuliaan nurani dan pemanusiaan pikiran kini hanya tinggal mitos. Secara kasat mata, orientasi kurikulum yang berkiblat pada pasar semakin menegasikan perspektif sosial mahasiswa. Bukan sekadar opini kosong, kebijakan pemberdayaan masyarakat bukan lagi menjadi pilihan hari ini. Tak ayal, ketika wacana “turun kampung” coba didengungkan, suara sumbang menggaung begitu lantang. Lantas, apa yang dapat mahasiswa lakukan sekarang?

Menjawab pertanyaan tersebut, penulis seakan disuguhi tantangan teramat berat. Selain karena masih sebagai manusia berstatus mahasiswa, kekuatan legal struktural untuk mempraksiskan wacana masih jauh diawang-awang. Namun demikian, kekuatan ide sungguh merupakan anugerah. Seperti apa yang disinggung John Maynard Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest, and Money,tak ada yang bisa melepaskan diri dari ide-ide. Sungguh baik itu benar maupun salah, lebih kuat ketimbang yang diperkirakan. Ini artinya mahasiswa bergerak dalam tataran dialektik gagasan saja mampu mengubah struktur sosial kemasyarakatan, apalagi dibarengi dengan tindakan nyata dalam pemberdayaan masyarakat.

Kedigdayaan paradigma berbasis kapital dalam kebijakan kampus sebenarnya juga teramat membingungkan. Konsep Tri Dharma perguruan tinggi yang selalu diagungkan secara gamblang menjelaskan peran pengabdian masyarakat segenap civitas academica. Entah ini merupakan konsep konotatif yang interpretatif dalam praksisme, namun penulis cukup sederhana mengartikannya. Pengabdian masyarakat berarti memberdayakan masyarakat dengan aktivitas nyata. Ketika ada masalah hukum yang menimpa suatu komunitas, mahasiswa segera turun untuk melakukan advokasi. Pun begitu ketika masalah lingkungan menerjang, mahasiswa menjadi mitra strategis masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang ada. Tanpa perlu beretorika panjang, bergumul dengan sekian konsep rumit, namun nihil dalam aksi.

Sebab demikian, penulis merumuskan imaji pembangunan masyarakat dengan dua agenda aksi. Pertama, advokasi internal dalam orientasi kebijakan kampus. Penulis percaya, dari sekian ribu mahasiswa, masih ada segelintir yang sadar. Di tangan mereka inilah harapan bagi “kembalinya” arah kebijakan dan kesadaran kolektif warga kampus terlaksana. Penulis sendiri mengistilahkan aksi ini dengan sebutan “dialektikalisasi kebijakan”.

Dan kedua, melakukan transformasi status, melepaskan jubah mahasiswa. Dalam hal ini, mahasiswa merupakan masyarakat dalam arti yang sebenarnya. Tanpa perlu menunggu instruksi formal dari kampus, mahasiswa harus secara sadar untuk turun ke kampung, bersatu dengan masyarakat.

Persis ketika mahasiswa mampu melakonkan kedua pendekatan tersebut secara apik, pada saat itulah kampus tidak lagi menjadi menara gading. Dari kampus menuju kampung, tugas sejarah mahasiswa hari ini!

Depok, Mei 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun