Mohon tunggu...
IMADUDDIN DIFINUBUN
IMADUDDIN DIFINUBUN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pejalan Kaki

Cintailah mereka yang berpura-pura mencintai kita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pak Junet Seorang Pemulung Tua

10 Maret 2021   17:38 Diperbarui: 10 Maret 2021   17:54 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rabu, 24 Februari, saya yang sedang beranjak balik ke kosan, dengan tidak sengaja mengalihkan mata ke arah kanan jalan yang sementara itu, pak Junet, seorang pemulung tua sedang beristirahat sambil merapikan karung dan  tongkat kayunya. Melihat hal itu, saya langsung menghampirinya. 

Saat tiba, saya mencoba mengajak pria tua itu untuk berceritra sebentar. Sengaja saya lakukan untuk bisa menghiburnya. "Pak bt bisa duduk dengan pak" Tanya saya kepadanya dengan suara yang Samar.

Tak disangka pria tua itu menerima kedatangan saya dengan nada suara yang begitu renda. Yang kemudain membuat saya memberanikan diri untuk bisa memulai percakapan dengan-Nya. "Iya nak, boleh" Ucapnya, sambil mengusap keringat diwajahnya. 

Saya yang bertanya, selalu dijawab dengan baik olehnya. Meski berat, namun pria tua itu menampakan senyumnya setiap kali ia menjawabnya. 

Sebelum mengakhiri percakapan yang ada, saya melepaskan satu pertanyaan yaitu tentang penghasilannya yang kecil, meski terdengar sensitif Namun apaladaya, dengan pandangan yang kaku, saya melepaskannya. 

Jawabannya "Belum tentuh mereka yang hartanya berlipah-limpah, dapat bersyukur dan berbahagia" Ujarnya. 

Dari situlah yang melatarbelakangi tulisan ini saya buat. Tetapi sebelumnya saya meminta izin terlebih dahulu tentang apa yang sedang saya niatkan. 

__________________________

Pak Junet merupakan salah satu pemulung yang bertempat tinggal di sekitar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon. Salah satu perguruan tinggi di daerah provinsi Maluku.

Ia juga seorang kuli bangunan, namun perkerjaan itu hanyalah sampingan. Ia lahir, dan tumbuh besar di desa Negeri Lima, salah desa yang berada tepatnya di kecamatan Jesira Laihitu. 

Nama panjangnya ialah Junet Soumena. Ia perna bersekolah, namun sebatas sekolah dasar. Dikarenakan pak Junet berasal dari keluarga yang berkecukupan. 

Saat ini Junet tinggal bersama keluarganya di komples Amalatu, Kecematn Sirimau. Ia mempunyai 1 istri dan 2 anak. Istrinya bernama Johra klibia, yang berkerja sebagai pencuci pakaian. Anak pertamanya bernama Arisa, seorang guru di kabupaten geser, dan anak kuduanya barnama Herman, seorang mahasiswa di Universitas pattimura Ambon. 

Sebagai kepala rumah tangga, tentunya ia harus bertanggung jawab atas keluarganya. Lahir maupun batin. Namun bagaiamanakah semua itu dia lakukan, sementara ia hanyalah seorang pemulung yang berpenghasilan kecil. 

Pemulung merupakan suatu mata pencaharian yang berpenghasilan kecil, dan sering di pandang rendah oleh sebagian orang. Penghasilannya pun tidak menetap. Semua tergantung seberapa banyak gelas yang diperoleh. Untuk itu pak pria tua itu, selalu menghabiskan waktunya tidak lain utuk memungut. Hal itu tidak dapat menghentikan semangat pak Junet untuk terus keluar dan mencari rezki.

Pak Junet sendiri telah mengambil profesi tersebut kurang lebih 2 tahun lamanya. Yang sebelumnya ia adalah seorang kuli bangunan. 

Setelah profesinya menetap sebagai seorang pemulung, setiap hari tepat pukul jam 8.00 pagi, pak Junet suda harus keluar untuk mencari dan memungut gelas aqua. Dari situlah mata pencahariannya. 

Terkadang ia harus menahan lapar, lelah, menahan teriknya matahari dan sebagainya. Bahkan terkadang ia pulang larut malam. Semua itu ia lakukan demi keluarga tercintanya.

Dalam sehari, aqua yang di peroleh pak Junet, kurang lebih sebanyak 1 karung beras goni, Itu pun tak setiap hari. Pak junet tidak mengeluh, begitupun merasa resah dengan keadaan tersebut. ia tetap bersyukur dan menjalaninya. Baginya, semua itu suda cukup untuk keperluan keluarga, diantaranya membeli beras untuk istri dan anak-anaknya.

Meski sebagian orang  merasa malu dengan perkerjaan tersebut, pak junet tidak. Ia selalu mengabaikan pandangan orang lain terhadap mata pencahariannya yang di pandang rendah, dan berpenghasilan sedikit. 

Menurutnya, apapun itu mata pencaharinya selagi halal maka ia tidak sungkan untuk melakukannya. "Walapun hasilnya kecil, itu cukup untuk beta beli besar 1 kilo par keluarga dan beta bersyukur. Karna belum tentu, dong yang pu uang banyak, bisa bersyukur". Tuturnya sambil merapikan hasil pungutannya. 

                                                         Ambon, 25 Februari 2021

Catatan:

- Profesi (jenis pekerjaan) bukanlah penentu seseorang dapat berbahagia, apalagi harta yang berlimpah-limpah. Namun siapa yang pandai bersyukur atas nikmat Sang Maha Kuasa. 

- Hidup tak menjaminkan kebahagiaan untuk kita. Namun kitalah yang menentukan kebahagiaan dalam hidup. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun