Mohon tunggu...
Halima S
Halima S Mohon Tunggu... Mahasiswi -

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Lancip ke Bawah Tumpul ke Atas

28 September 2018   07:21 Diperbarui: 28 September 2018   08:14 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia, negara yang menurutku sangat aneh. Ehh, bukan negaranya yang aneh tetapi sistem pemerintahannya. Hukum di indonesia timpang sebelah hukum seakan lancip kebawah untuk kalangan menengah ke bawah (miskin) dan tumpul ke atas bagi kalangan keatas orang yang (ber-uang/jabatan). Tapi tak semua orang kaya seperti itu.

Bagi kaum menengah ke bawah melakukan ke salahan kecil bisa menjadikan proses hukum yang berkepanjangan padahal terkadang kasus-kasus itu bisa di bicarakan lewat ke keluargaan.

Namun tengoklah dan bandingkan bila para kalangan atas atau para koruptor yang sejatinya para pegawai maupun pejabat negara mereka dengan mudah keluar masuk penjara dengan sesuka hati, bagi kalangan ini kalangan ber-uang hukum seakan menjadi permainan.

Mereka dengan gampang memainkan hukum. Kenapa bisa seperti itu?? Ia karena mereka punya banyak uang dan jabatan, bagi mereka segala sesuatu bisa di tebus dengan uang seperti kasus yang baru-baru ini beredar seorang koruptor yang di penjara di lapas seakan-akan mereka tinggal di Hotel? 

Iya tinggal di hotel, jeruji besi seakan beralih fungsi menjadi hotel bagi beberapa kalangan atas mereka bisa memilih kelas dengan menyewa maupun memesan lapas/ ruang tahanan yang WAW dengan uang-uang mereka .

Bahkan disana tersedia fasilitas-fasilitas yang sangat luar biasa ada alat olahraga,laptop,hp,kulkas bahkan AC. Waw, apakah ini yang di sebut ruang tahanan para penjahat. jika dulu penjara menjadi hantu bagi semua orang sekarang perjara seakan menjadi hotel bagi kaum- kaum ber-uang bahkan kemarin-kemarin ini sempat saya dengar para koruptor (penjahat-penjahat) negara yang di penjara bisa bersenang-senang dan berlibur bahkan sampai ke luar negeri.

Betapa hebatnya negara kita ini, jika diluar negeri para koruptor di eksekusi, dihukum mati. Di indonesia para koruptor jaya abadi mereka dengan tentram menggunakan uang rakyat, uang negara dan lain sebagainya.

Penegakan hukum berbagai kasus di negara ini sering kali mengingkari janji keadilan yang mengsengsarakan masyarakat, diskriminasi hukum sering di pertontonkan para penegak hukum. Kondisi hukum masih seperti ini, ketika berhadapan dengan orang yang memiliki kekuasaan, baik dalam hal politik maupun uang maka hukum menjadi tumpul.

Tetapi, ketika berhadapan dengan kaum lemah yang tak mempunyai kekuasaan hukum bisa sangat tajam. Hal ini terjadi karena proses hukum ini tidak berjalan secara otomatis, tidak terukur bagaimana cara menegakkan hukum secara adil, seharusnya, ketika ada kasus hukum kita dapat melihat secara matematis.

Perbuatannya apa, bagaimana prosesnya, bagaimana proses pembuktiaanya dan bagaimana keputusan akhirnya. Kalau ini diterapkan, proses penyelesaian hukum pasti berjalan dengan baik. Fenomena ketidak adilan hukum ini terus terjadi dalam praktik hukum di negara ini. Munculnya berbagai protes terhadap aparat hukum di berbagai daerah-daerah, menunjukkan bahwa sistem dan praktik hukum di negara kita bermasalah.

Untuk itu di perlukan penegak hukum yang berintegritas dan berkomitmen tinggi untuk melakukan penegakan hukum khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi. Artinya polisi, jaksa dan hakimnya juga harus benar-benar bersih terutama pimpinannya. Karena penegakan hukum yang bersih merupakan modal yang sangat kuat dalam penegakan hukum yang didambakan.

Ibaratnya menyapu ruangan yang kotor tentunya dengan sapu yang bersih. Untuk mewujutkan semua itu tidak gampang maka dari itu para penegak hukum harus lebih berusaha lagi agar hukum dapat berjalan dengan adil dan tidak membedakan dalam menegakkan hukum antara orang yang satu dengan yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun