Mohon tunggu...
Susila Sastra
Susila Sastra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Politeknik Keuangan Negara STAN

Ekonomi dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia Menjadi 23%: Tantangan Dan Strategi Di Bawah Kepemimpinan Prabowo Subianto

12 Januari 2025   16:30 Diperbarui: 12 Januari 2025   10:29 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grafik Perkembangan Tax Ratio Indonesia dari 2013-2023 (Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia)

Mengapa Tax Ratio Penting bagi Indonesia?

Peningkatan tax ratio Indonesia menjadi 23% merupakan salah satu target ambisius yang dicanangkan oleh Presiden terpilih, Prabowo Subianto. Tax ratio yang menggambarkan persentase penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi indikator penting dalam menilai efektivitas sistem perpajakan suatu negara. Namun, capaian tax ratio Indonesia dalam satu dekade terakhir menunjukkan tren fluktuatif dengan kecenderungan menurun. Meskipun ada tanda-tanda pemulihan dalam beberapa tahun terakhir, upaya untuk mencapai target tersebut memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Peningkatan tax ratio tidak hanya penting untuk meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga sebagai fondasi untuk mendukung pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial secara merata di seluruh Indonesia.

Tren Tax Ratio: Refleksi dan Perbandingan Regional

Grafik Perbandingan Tax Ratio Indonesia Dengan Negara ASEAN Tahun 2022 (Sumber: OECD)
Grafik Perbandingan Tax Ratio Indonesia Dengan Negara ASEAN Tahun 2022 (Sumber: OECD)

Pada tahun 2013, tax ratio Indonesia tercatat sebesar 11,90%, namun mengalami penurunan bertahap hingga titik terendah sebesar 9,90% pada tahun 2017. Pandemi COVID-19 semakin memperburuk situasi, dengan tax ratio turun menjadi 8,30% pada tahun 2020. Setelah periode tersebut, ada pemulihan bertahap hingga mencapai 10,31% pada tahun 2023. Namun, angka ini masih jauh di bawah beberapa negara ASEAN seperti Thailand (17,18%) dan Vietnam (16,21%). Perbandingan tax ratio di kawasan ASEAN menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan antara Indonesia dan negara-negara dengan tax ratio yang lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan perlunya reformasi yang lebih sistematis dan berkelanjutan dalam sistem perpajakan Indonesia. Thailand berhasil meningkatkan tax ratio dengan penerapan kebijakan yang inklusif, modernisasi administrasi perpajakan, dan penguatan regulasi yang mendukung.

Penting untuk memahami bahwa rendahnya tax ratio Indonesia bukan hanya disebabkan oleh satu faktor tunggal, tetapi merupakan hasil dari kombinasi berbagai tantangan struktural, teknis, dan budaya yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret untuk mengatasi hambatan tersebut melalui kebijakan yang terukur dan pelaksanaan yang konsisten.

Tantangan Besar: Ekonomi Informal dan Dampaknya pada Pajak

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2024, sebanyak 57,95% tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor ekonomi informal. Meskipun sektor ini berkontribusi signifikan terhadap PDB dan membuka lapangan kerja, aktivitas ekonomi informal sering kali tidak tercatat dalam sistem perpajakan. Penyebab utamanya meliputi rendahnya literasi perpajakan, keterbatasan akses ke layanan keuangan formal, dan regulasi yang rumit. Ekonomi informal juga sering kali tidak memiliki sistem pencatatan keuangan yang memadai sehingga sulit untuk diintegrasikan ke dalam sistem perpajakan formal. Banyak pelaku usaha kecil yang merasa terbebani oleh kewajiban perpajakan yang kompleks sehingga memilih untuk tetap berada di sektor informal.

Solusi untuk permasalahan ini memerlukan pendekatan yang komprehensif. Pemerintah harus memfasilitasi penyederhanaan regulasi perpajakan bagi pelaku usaha kecil, penyediaan akses keuangan yang inklusif, edukasi dan pelatihan perpajakan, serta penyusunan kebijakan insentif bagi usaha kecil yang mau beralih ke sektor formal. Selain itu, pemanfaatan teknologi digital untuk mempermudah pembayaran pajak juga harus dioptimalkan. Dengan strategi ini, diharapkan lebih banyak pelaku usaha informal yang dapat diintegrasikan ke dalam sistem formal.

Kepatuhan Pajak: Tantangan dan Solusi yang Diperlukan

Meskipun kepatuhan formal seperti penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan meningkat, hal ini masih didominasi oleh Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi yang berstatus karyawan. Tantangan terbesar justru berasal dari WP Badan dan pengusaha besar dengan praktik penghindaran pajak masih marak terjadi. Menurut laporan Tax Justice Network (2020), potensi kerugian akibat penghindaran pajak di Indonesia mencapai Rp 67,6 triliun. Selain penghindaran pajak, praktik pengelakan pajak ilegal juga menjadi masalah serius. Banyak perusahaan besar yang memanfaatkan celah hukum dan yurisdiksi bebas pajak untuk mengurangi kewajiban perpajakan mereka.

Untuk meningkatkan kepatuhan pajak, diperlukan serangkaian tindakan, seperti edukasi publik yang lebih luas mengenai pentingnya pajak, penguatan pengawasan dan penegakan hukum, kerja sama internasional untuk mencegah penghindaran pajak, serta penerapan sanksi tegas bagi pelanggar. Transparansi dalam sistem perpajakan juga menjadi kunci untuk meminimalkan manipulasi data dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan.

Reformasi Otoritas Pajak: Menuju Sistem yang Lebih Efektif

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dinilai masih memiliki keterbatasan dalam menjalankan fungsi pemungutan pajak yang optimal. Rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan pajak. Selain itu, modernisasi sistem administrasi perpajakan melalui Core Tax Administration System (CTAS) menjadi langkah penting untuk memastikan pengelolaan data yang lebih efisien, pengawasan yang lebih ketat, dan pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak.

Langkah reformasi ini mencakup pembentukan BPN yang independen dengan indikator keberhasilan yang jelas, percepatan implementasi CTAS, peningkatan profesionalisme dan transparansi dalam pengelolaan pajak, serta penguatan infrastruktur teknologi untuk mendukung pengumpulan dan analisis data perpajakan.

Dasar Hukum: Pilar Pendukung Peningkatan Tax Ratio

Dasar hukum peningkatan tax ratio di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Di antaranya adalah Pasal 18 UU KUP yang mengatur tentang pencegahan praktik penghindaran pajak dan Pasal 32A UU Pajak Penghasilan yang menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam mencegah penghindaran pajak lintas negara. Selain itu, Pasal 29 UU KUP memberikan wewenang kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak guna memastikan kepatuhan wajib pajak. Pasal 32 UU KUP mengatur tata cara pengenaan sanksi perpajakan, sedangkan Pasal 2 UU KUP mewajibkan setiap wajib pajak untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Modernisasi administrasi perpajakan diatur melalui Core Tax Administration System (CTAS) yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan dan pelayanan pajak secara digital.

Membangun Sinergi Menuju Target 23%

Keberhasilan meningkatkan tax ratio Indonesia menjadi 23% bukan hanya bergantung pada pembentukan lembaga baru atau reformasi teknis, tetapi juga pada kesadaran kolektif seluruh elemen bangsa. Dengan sinergi antara regulasi yang kuat, kepemimpinan yang tegas, dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, target tax ratio sebesar 23% di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dapat tercapai untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun