Mohon tunggu...
I Made Nararya Dhananjaya
I Made Nararya Dhananjaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Undiksha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memaknai Banten sebagai Sebuah Kewajiban

5 Juli 2022   00:03 Diperbarui: 5 Juli 2022   11:27 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia menduduki peringkat ke-4 dunia dibawah China, India, dan Amerika Serikat. Dengan jumlah penduduk mencapai 273.523.615 jiwa, mampu mempengaruhi kehidupan sosial bangsa dengan keberagamannya. Indonesia di mata dunia dikenal dengan julukan Heaven of Earth atau surga dunia. Kekayaan alam yang melimpah serta kebudayaan yang beragam mempertegas predikat surga dunia bangsa dan negara. 

Dikutip dari situs databoks.katadata.co.id, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat, karya budaya yang telah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda Indonesia tercatat sejumlah 1.239 hingga 2020. 

Budaya tak benda meliputi seni pertunjukkan, tradisi dan ekspresi lisan, adat istiadat, pengetahuan alam, kerajinan, dan perayaan. Secara rinci, dari tahun 2013-2016 ada sejumlah 444 warisan budaya takbenda, tahun 2017 sejumlah 150, tahun 2018 sejumlah 225, tahun 2019 sejumlah 267, serta ada 153 warisan budaya takbenda di tahun 2020. 

Keberagaman budaya bangsa dan negara tidak terlepas dari pengaruh Suku, Agama, dan Ras (SARA) yang menjadi dasar penyebaran kebudayaan di Indonesia. Setiap Suku, Agama, dan Ras memiliki pengaruh yang besar terhadap kebudayaan yang berkembang di Indonesia. 

Salah satu contoh pengaruh Agama dan Suku terhadap sebuah kebudayaan yaitu budaya lebaran. Tradisi lebaran pada mulanya diawali sebagai salah satu perayaan hari raya Idul Fitri. Idul Fitri sebagai salah satu hari raya terbesar agama Islam selalu dirayakan dengan penuh suka cita. Masyarakat Indonesia dengan mayoritas pemeluk agama Islam sudah menjadi kewajiban dalam perayaan hari raya Idul Fitri melaksanakan tradisi lebaran. 

Dikarenakan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, secara tidak langsung menghubungkan serta merekatkan berbagai macam suku bangsa di bawah suatu payung atau kepercayaan yang sama. 

Meskipun secara umum tradisi yang dilaksanakan yaitu lebaran, tidak jarang ditemukan adanya perbedaan pelaksanaan tradisi menyesuaikan dengan kehidupan sosial masyarakat setempat. Penyesuaian tersebut dikenal dengan istilah kearifan lokal. Berkaitan dengan kearifan lokal, topik pembahasan artikel ini adalah bagaimana memaknai banten sebagai sebuah kewajiban.

Keberadaan banten sering kali dimaknai oleh masyarakat umum sebatas sebuah sarana dalam persembahyangan. Banten sejatinya memiliki kemiripan dengan sesajen. 

Di Indonesia sesajen identik dengan tradisi masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa memaknai sesajen sebagai sebuah persembahan bentuk penghormatan dan rasa syukur terhadap anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Sesajen lebih dikenal oleh masyarakat umum akibat dari mayoritas kepercayaan yang dianut. 

Meskipun terdapat perbedaan dalam penyebutannya, makna sesajen dan banten tetaplah sama sebagai bentuk terima kasih atas segala karunia-Nya. 

Yang menjadi perhatian dalam artikel ini adalah sebuah kasus yang sempat viral pada awal bulan Januari 2022 yang bertempat di Gunung Semeru. Kasus tersebut adalah kasus penendangan sesajen oleh seorang oknum tidak bertanggung jawab. Tindakan pelaku tersebut memicu tanggapan negatif dari masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun