Mohon tunggu...
I Made Nararya Dhananjaya
I Made Nararya Dhananjaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Undiksha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tindakan Korupsi Menurut Pandangan Hindu

27 Juni 2022   18:20 Diperbarui: 27 Juni 2022   18:32 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara senantiasa dibumbui oleh suka maupun duka. Suka ketika Bangsa dan Negara mampu dikenal bahkan disegani. Duka ketika Bangsa dan Negara mengalami musibah serta bencana yang tidak dapat dihindari. Berbagai macam faktor mempengaruhi naik turunnya kualitas atau nilai dari suatu Negara. Perekonomian menjadi aktor utama keberlangsungan hidup hingga berkembangnya Bangsa dan Negara. Ketidakstabilan perekonomian Negara mampu mempengaruhi segala aspek tatanan hidup Bangsa dan Negara. Hukum menjadi aspek pertama yang terpengaruh akibat dari perekonomian Negara. Apabila perekonomian stabil, maka ditetapkanlah beberapa aturan guna mempertahankan kestabilan yang telah tercapai. Berlaku sebaliknya, apabila perekonomian tengah mengalami penurunan, pemerintah selaku pemangku kebijakan tertinggi dalam suatu Negara akan serta tentunya menetapkan suatu kebijakan atau aturan demi kesejahteraan Bangsa dan Negara. Indonesia sebagai salah satu negara hukum yang dimana menjunjung tinggi supremasi hukum dalam menegakkan kebenaran serta keadilan memandang hukum sebagai solusi pertama dan terakhir segala permasalahan dalam kehidupan bernegara. Tidak hanya dalam ruang lingkup pemerintahan, sistem hukum menjadi sebuah pedoman dalam kehidupan masyarakat melalui aturan-aturan yang berlaku di setiap lingkungan sosial. Hukum selain menjaga kestabilan perekonomian juga berfungsi mencegah serta mengatasi tindak kriminal. Sekuat dan selengkap apapun kebijakan hukum yang telah dibuat, tindak kriminal masih saja akan terus terjadi seakan sudah menjadi hukum alam dari ketidakpuasan sifat manusia. Tindakan kriminal pada umumnya dipicu ketidakmampuan seseorang secara ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehingga membenarkan segala cara demi mendapatkan pundi-pundi rupiah. Pengambilan barang milik orang lain tanpa sepengetahuan sang pemilik atau pencurian merupakan bukti nyata tindak kriminal yang paling sering kita temukan. Kasus pencurian yang seakan terus berlanjut hingga menjadi kebiasaan terutama di kalangan pejabat dikenal dengan nama korupsi.

Korupsi di Indonesia merupakan peristiwa yang hapir umum terjadi serta seakan menjadi suatu kebudayaan akibat maraknya kasus korupsi yang ditemukan. Menurut Rifyal Ka'bah (2007: 78) Secara hukum, korupsi adalah "sebuah perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan keuntungan yang tidak sesuai dengan tugas resmi dan hak orang lain". Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 dirumuskan 30 jenis tindak pidana korupsi yang dikategorikan menjadi 7 jenis. Ke tujuh kategori tindak pidan korupsi terbagi berdasarkan Kerugian keuangan negara, penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, kecurangan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, serta gratifikasi. Perbuatan korupsi didasari oleh faktor dalam diri serta lingkungan seseorang. Ketamakan manusia yang tidak pernah puas serta memudarnya keimanan manusia akibat dari kuatnya pengaruh globalisasi menjadi musuh dalam diri yang hanya dapat diatasi oleh kemauan diri sendiri. Pengaruh politik serta hukum yang berlaku turut serta mempengaruhi pola pikir seseorang dalam menentukan keputusan-keputusan demi kehidupan yang lebih baik. Kedua faktor ini saling terhubung dan mempengaruhi satu sama lain. Seseorang dapat mempengaruhi lingkungannya serta lingkungan pun dapat mempengaruhi sifat dan sikap seseorang. Secara tidak sadar manusia pernah terpengaruh bahkan melakukan tindak korupsi, hanya saja dengan ruang lingkup yang masih kecil. Sebagai contoh ketika semasa kanak-kanak, para orang tua agar anaknya mau melaksanakan sesuatu biasanya diimi-imingi sebuah hadiah. Kegiatan seperti ini sejatinya merupakan tindak korupsi berupa "suapan" yang meski terlihat sederhana, namun bila dibiasakan akan menjadi sebuah bibit korupsi baru kedepannya. Tindakan korupsi dampaknya sudah dapat kita rasakan baik secara material maupun non material. Secara material, perekonomian bangsa mengalami penurunan hingga ketidakstabilan harga produk yang beredar di pasaran. Penyalahgunaan biaya yang sebenarnya difungsikan untuk kesejahteraan rakyat justru dialihfungsikan untuk kesejahteraan pribadi. Secara non material, integritas seseorang cenderung akan menurun akibat menurunnya akhlak serta moral seseorang.

Dilihat dari sudut pandang kenegaraan, tindakan korupsi sangatlah merugikan dan menjadi tanggung jawab bersama demi masa depan bangsa yang lebih baik. Namun peran negara saja tidaklah cukup untuk menanggulangi tindak korupsi yang seakan menjadi kebiasaan baru di era yang semakin maju. Agama sebagai sebuah kepercayaan atau keyakinan yang dianut setiap orang turut serta mengambil peranan dalam pemberantasan kasus korupsi. Berbicara tentang agama sama dengan membicarakan sebuah ajaran yang diyakini kebenarannya. Seseorang dalam menjalankan kehidupan di dunia terikat akan aspek sosial dan spiritual. Aspek sosial adalah bagaimana seseorang menjalankan kehidupan Bernegara berdasarkan kebijakan-kebijakan yang berlaku, sedangkan aspek spiritual adalah bagaimana seseorang menjalankan kehidupannya berpedoman pada ajaran agama. Setiap agama tentunya memiliki sudut pandangnya masing-masing. Layaknya di Indonesia, Suku, Agama, dan Ras menjadi komponen yang harus diperhatikan sebelum menentukan sebuah keputusan. SARA menjadi aspek yang "sensitif" di Indonesia mengingat keberagaman budaya yang dimiliki. Korupsi tentunya salah satu dari sekian tindakan yang ditentang keras oleh setiap kepercayaan. Dunia di era saat ini cenderung bersifat kapitalisme yang transparan. Mayoritas masyarakat dunia di era milenial berkompetisi menjadi yang terdepan demi memperoleh cuan. Benar adanya seperti pepatah "uang bukanlah segalanya, namun segalanya membutuhkan uang". Masyarakat cenderung tidak mau mengakui sifat kapitalisme yang mereka miliki dengan justru menyalahkan berbagai pihak terkait. Sifat kapitalisme ini menjadi bukti sifat manusia yang tidak pernah puas akan apa yang telah dimiliki. Korupsi menjadi salah satu bukti yang sangat sulit untuk dipisahkan dari kehidupan manusia. Disinilah peran agama sangat diperlukan mengingat agama merupakan suatu kepercayaan yang "dipilih" oleh setiap orang tanpa adanya paksaan.

Dalam ajaran Agama Hindu disebutkan bahwa dunia memiliki empat zaman yang dikenal dengan istilah Catur Yuga. Digambarkan bahwa kehidupan manusia berawal dari masa penuh akan kedamaian, masa peralihan masuknya sifat-sifat buruk manusia, masa kebaikan dan keburukan berjalan beriringan, hingga masa kegelapan serta kehancuran umat manusia. Agama Hindu meyakini bahwa di zaman yang semakin modern ini merupakan zaman terakhir dari empat zaman yang dikenal dengan nama Kali Yuga. Pada zaman ini kepuasan hati menjadi tujuan utama manusia. Kegelapan akan semakin merajalela hingga akhirnya memenuhi dunia. Agama Hindu menyadari berbagai kegelapan yang akan datang salah satunya ialah tindak korupsi. Dalam Slokantara Sloka 78 "di masa besar zaman Kali ialah pemberian itu yang diutamakan dan dihargai setinggi awan oleh masyarakat. Oleh karena inilah, di zaman Kali ini orang-orang jahat dan gila (tetapi kaya), tegasnya yang jahat dan rusuh itu sumber-sumber kehancuran, mereka menyakiti orang-orang baik". Agama Hindu memandang korupsi sebagai prilaku yang bertentangan dengan Dharma yang berpedoman pada kebenaran dan kebajikan. Tindak korupsi merupakan tindakan yang melanggar ajaran Tri Kaya Parisudha dan sebagai bentuk penerapan ajaran Panca Ma. Tri Kaya Parisudha yang berorientasi pada pikiran, perkataan, serta perbuatan yang baik dan benar sangat bertentangan dengan perilaku korupsi yang berorientasi pada niat buruk. Semua perbuatan senantiasa berawal dari pikiran. Apa yang dipikirkan, itulah yang akan terjadi. Korupsi merupakan salah satu larangan yang telah agama ajarkan dalam bentuk lima tindakan yang dapat menjauhkan manusia dari jalan dharma. Tidak hanya mencuri (mamaling) dalam bentuk apapun, agama telah melarang umatnya untuk madat (mengisap candu seperti narkoba), memunyah (mabuk-mabukan), metoh (perjudian), serta madon (gemar bermain perempuan). Meskipun agama telah menyadari serta melarang umatnya untuk berbuat keburukan (Adharma), manusia tetaplah manusia. Tidak ada makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna. Agama Hindu menyadari penyebab tidak hanya korupsi namun keburukan manusia lainnya adalah Sad Ripu. Sad Ripu adalah enam musuh yang ada dalam diri manusia. Seseorang tidak dapat merubah sifat orang lain tanpa campur tangan atau kesadaran dari diri orang itu sendiri. Seseorang sulit untuk menyadari dirinya karena unsur Sad Ripu yang dominan dalam diri. Musuh-musuh manusia tersebut diantaranya kama (hawa nafsu), tamak (sifat rakus), krodha (sifat marah), moha (sifat bingung), mada (sifat mabuk), dan matsarya (sifat iri hati). Semakin dominan sifat Sad Ripu seseorang, semakin buruk perilaku seseorang. Berbicara tentang korupsi merupakan Tindakan hasil dari hawa nafsu, kerakusan, serta iri hati manusia untuk selalu ingin lebih dan tidak pernah puas.

Agama Hindu mengajarkan dalam mengerjakan apapun harus berpedoman pada Dharma (kebaikan). Bhagawadgita 16.23 menjelaskan "Mereka yang bertindak dengan tidak mengindahkan pedoman-pedoman kitab suci (aturan), bertindak semata -- mata hanya untuk memenuhi keinginan (nafsu) semata, maka ia tidak akan pernah mencapai kesempurnaan, kebahagiaan maupun tujuannya yang tertinggi". Dapat kita maknai bahwa tindakan yang kita perbuat, cepat atau lambat akan menerima buahnya. Tindakan korupsi dampaknya memanglah instan dapat dirasakan, namun buah dari perbuatan Adharma yang diperbuat akan datang kapan saja dan dimana saja. Hukum karma phala menjadi hukum alam yang akan selalu mempengaruhi kehidupan seseorang di masa kini dan masa depan. Hukum karma menjadi hukum yang diyakini di luar dosa (Hukum Rta) sebagai hukum yang Agama Hindu berikan kepada para pelaku korupsi. Peribahasa "Apa yang kau tanam, itulah yang akan kau tuai" seakan penggambaran dari Hukum Karma untuk selalu berbuat sesuai dengan jalan Dharma. Hukum karma menurut Hindu terbagi menjadi tiga yaitu karma akibat perbuatan masa lalu, karma akibat perbuatan sekarang, serta karma yang akan diterima di masa mendatang. Secara logika atau skala, hukum karma adalah hukum keagamaan yang dapat kita rasakan menggunakan fisik dan batin. Para pelaku korupsi jauh sebelum melakukan aksi korupsi telah merasakan dampak dari niat buruk yang mereka rencanakan. Seseorang akan gelisah apabila melakukan suatu hal yang melanggar kebenaran. Secara batin, sang pelaku telah terdampak oleh gejolak dalam diri melawan hawa nafsu. Secara fisik, para pelaku akan merasakan dampaknya setelah tertangkap melalui hukuman kenegaraan berupa penjara hingga hukuman mati. Tidak hanya sang pelaku, lingkungan sekitar pelaku pun terdampak utamanya kerabat pelaku yang akan dicap sebagai keluarga gagal. Karma dari perilaku korupsi tidak selamanya terjadi saat itu juga, melainkan tidak menentu.

Solusi yang agama berikan agar umatnya terhindar dari perilaku Adharma tentunya dengan mendekatkan diri dan berserah diri kepada-Nya. Umat Hindu senantiasa menjalankan Sradha, Bhakti, Jnana, serta Yajna guna melawan musuh dalam diri akar terjadinya tindak korupsi. Umat beragama yang taat senantiasa memiliki Sradha atau kepercayaan kuat akan ajaran agamanya. Kepercayaan dalam Hindu yang terbagi menjadi lima (Panca Sradha) mengajarkan umatnya percaya keberadaan Tuhan/Sang Hyang Widhi sebagai Sang Pencipta alam semesta beserta isinya. Manusia sebagai percikan terkecil dari Tuhan (Atman) senantiasa menjalankan ajaran-Nya dengan berpegang teguh pada Hukum sebab akibat (Karma Phala) dalam menjalani kehidupan. Perbuatan yang kita perbuat semasa hidup merupakan buah atau Phala/Pahala dari perbuatan atau Karma kehidupan sebelumnya maupun kehidupan di masa kini. Ketidakpastian waktu dari Phala yang akan kita terima menimbulkan sebuah kepercayaan baru yang dikenal dengan istilah reinkarnasi (Punarbhawa). Tujuan reikarnasi sendiri menurut agama yakni memperbaiki perbuatan (Karma) di masa lalu serta meningkatkan kualitas Dharma dalam diri guna mencapai tujuan tertinggi menurut Agama Hindu yaitu terlepas dari ikatan duniawi dan menyatu dengan-Nya (Moksha). Secara teori dengan mempercayai Sradha agama tidaklah cukup untuk memerangi perilaku Adharma dalam diri dan lingkungan sekitar. Teori Sradha harus diseimbangi dengan implementasi dengan Bhakti serta Jnana dari umatnya. Bentuk Bhakti atau pengabdian terhadap Tuhan melalui pengamalan ajaran-ajaran-Nya serta kesadaran akan larangan-larangan-Nya. Guna memperkuat serta memperluas lingkup Sradha dan Bhakti diperlukannya Jnana atau pengetahuan secara menyeluruh terhadap ajaran agama. Melalui Jnana yang kuat, kepribadian serta sudut pandang manusia tentang agama akan sulit tergoyahkan. Setelah segala bentuk kepercayaan terimplementasi dan diperkuat dengan pengetahuan, penting untuk selalu ingat Yadnya atau persembahan suci sebagai wujud syukur atas anugerah Beliau serta meningkatkan rasa kemanusiaan dengan membantu sesama. Ber-yadnya juga membantu umat manusia dalam melawan hawa nafsu dalam diri dengan senantiasa menjauhi keterikatan duniawi. Karena dalam Parasara Dharmasastra I.23 dijelaskan "pelaksanaan penebusan dosa yang ketat (tapa) merupakan kewajiban pada masa Satyayuga; pengetahuan tentang sang diri (jnana) pada Tretayuga; pelaksanaan upacara kurban keagamaan (yajna) pada masa Dwaparayuga; dan melaksanakan amal sedekah (danam) pada masa Kaliyuga".

Korupsi merupakan tindakan yang dilarang tidak hanya oleh negara namun juga agama. Secara umum, korupsi dipengaruhi oleh sifat dalam diri manusia (hawa nafsu) untuk memenuhi keinginan yang tidak akan pernah terpuaskan. Aturan-aturan yang berlaku di negara tidaklah cukup dalam rangka menumpas tindak korupsi oleh oknum tidak bertanggung jawab. Agama sebagai sebuah keyakinan yang dianut sejak lahir berperan penting dalam membentuk kualitas uamtnya untuk senantiasa berjalan di jalan yang benar. Dengan jalan Sradha, Bhakti, Jnana, serta Yadnya yang kuat mampu menumpas tindak korupsi dan perilaku Adharma lainnya akibat dari hawa nafsu dan ketamakan dalam diri manusia. Senantiasa memegang teguh Hukum Karma merupakan jalan utama dalam meningkatkan kualitas diri dengan mengamalkan ajaran Tri Kaya Parisudha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun