Manusia dalam kelahirannya kembali ke dunia bertujuan untuk memperbaiki karma-karma yang dimiliki pada kehidupan sebelumnya. Karma-karma tersebut berupa hutang maupun perbuatan di masa lalu yang belum terselesaikan. Dalam perspektif Hindu, salah satu cara memperbaiki karma di masa lalu melalui jalan "Dharma". Kata Dharma berasal dari akar kata 'Dh', yang memiliki arti hukum yang abadi dari Tuhan. Secara universal, Dharma berarti hukum abadi, pelindung, kewajiban, serta kebenaran. Umat Hindu meyakini peran Dharma dalam kehidupan beragama melalui konsep Dharma Agama. Dharma Agama sendiri sejatinya merupakan hukum, tugas, hak dan kewajiban setiap orang untuk tunduk dan patuh dalam melaksanakan ajaran agama beserta aspek-aspek yang terkandung di dalamnya.Â
Agama sebagai pedoman hidup senantiasa menuntun umatnya menuju ke jalan kebenaran di tengah ikatan duniawi kehidupan. Melalui Dharma Agama, umat Hindu tidak hanya mengamalkan namun turut serta menyadari makna dan tanggung jawab atas ajaran-ajaran agama. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, peran Agama tidak pernah tergantikan dan terlupakan. Sebagian besar negara di Dunia mengakui eksistensi Agama dengan penggabungan kearifan lokal setempat. Indonesia sebagai salah satu negara dengan 6 jenis agama yang diakui secara sah menggambarkan petingnya keberagaman agama dalam membangun bangsa dan negara yang lebih baik. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial tidak akan pernah terlepas dari ketergantungan akan orang lain.Â
Di samping menjalankan Dharma Agama, umat beragama wajib pula menjalankan tanggung jawab Dharma Negaranya. Negara merupakan suatu organisasi di antara kelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan kelompok tersebut. Sebagai suatu organisasi yang mengurusi tata tertib serta keselamatan kelompok manusia, mengindikasikan bahwa tidak ada negara yang tidak melibatkan manusia begitu pula tidak ada manusia yang tidak bergantung pada negara tempat diakuinya keberadaan mereka.Â
Negara-negara maju dunia tidak akan mencapai predikat "maju" tanpa terjaminnya kesejahteraan serta kesehatan masyarakat yang baik. Bagaimana cara menciptakan kesejahteraan serta kesehatan masyarakat yang baik ialah melalui Dharma Negara yang netral dan mengutamakan kepentingan kelompok. Dharma Negara dan Dharma Agama sejatinya sebuah hukum, tugas, hak dan kewajiban setiap orang untuk tunduk dan patuh, hanya saja ruang lingkupnya yang membedakan kedua Dharma tersebut. Terintegrasinya hubungan Dharma Agama dengan Dharma Negara membuat satu sama lainnya saling ketergantungan. Bagaimana hubungan kedua Dharma tersebut akan kita rangkum dalam perspektif Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana sejatinya lahir sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat di Bali, namun secara garis besar Tri Hita Karana merupakan landasan hidup menuju kebahagiaan lahir dan batin. Tri Hita Karana merupakan bentuk hubungan Dharma Agama dengan Dharma Negara yang secara tidak langsung telah kita lakukan setiap hari. Ajaran-ajaran Tri Hita Karana didasari oleh Dharma umat hindu untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila. Ketiga bagian Tri Hita Karana merupakan penggambaran umum bagaimana Dharma Agama dan Dharma Negara bekerja serta saling terhubung. Bagian pertama ialah Parahyangan (hubungan antara manusia dengan Tuhan).Â
Tidak ada Agama yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan. Dengan keyakinan akan keberadaan Tuhan menjadi pondasi kokoh eksistensi Dharma Agama yang senantiasa akan selalu berlaku dan berkelanjutan. Sebagai contoh bentuk parahyangan dalam Dharma Agama ialah Dewa Yadnya. Dewa Yadnya sebagai bentuk syukur, hormat, serta kepercayaan terhadap kemahakuasaan Tuhan dapat diimplementasikan dengan melaksanakan ajaran ajaran agama dan menjauhi larangan-larangan Tuhan.Â
Parahyangan juga berlaku dalam konsep Dharma Negara. Indonesia dengan beragam agama membuktikan bahwa Agama merupakan bagian yang paling penting dalam kehidupan bernegara. Berbagai bentuk parahyangan dalam Dharma Negara dapat kita lihat pada bunyi sila pertama Pancasila dan pasal-pasal UUD 1945. Bunyi sila pertama Pancasila yakni "Ketuhanan Yang Maha Esa", menggambarkan bahwa Indonesia mengakui keberadaan serta kemahakuasaan Tuhan. Dengan beragamnya jenis agama yang diakui negara, maka kata Tuhan dalam sila pertama Pancasila ditambahkan dengan gelar Yang Maha Esa.Â
Tidak hanya pada sila Pancasila, beberapa pasal UUD 1945 yakni Pasal 29 UUD 1945 ayat (1) yang berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa", Pasal 29 UUD 1945 ayat (2) yang berbunyi "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamnya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu", serta beberapa pasal pendukung lainnya menggambarkan bahwa Indonesia mengakui keberadaan, kemahakuasaan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan. Dengan kata lain, Indonesia tidak mengakui Atheisme sebagai aliran kepercayaan yang sah.
Bagian kedua Tri Hita Karana ialah Pawongan (hubungan antara manusia dengan manusia). Baik Dharma Agama maupun Dharma Negara, keduanya mengajarkan pentingnya hubungan antar sesama manusia. Dharma Agama mengajarkan umatnya sikap tenggang rasa dan saling memiliki antara umat beragama, saling menghargai, dan saling tolong-menolong dengan setiap orang. Penerapan pawongan dalam Dharma Agama yang sering kita lakukan ialah berkunjung ke rumah sanak saudara ataupun membantu orang-orang di sekitar. Dengan terjalinnya hubungan dengan sesama, maka akan terciptalah hubungan yang harmonis dan selaras. Prinsip pawongan dapat kita lihat pula dalam konsep Dharma Negara.Â
Dalam sila ke-2 hingga sila ke-5 Pancasila dijelaskan bahwa dalam hidup berbangsa dan bernegara manusia memiliki peranan yang sangat penting. Musyawarah mufakat menjadi solusi utama dalam pemecahan setiap masalah kenegaraan. Keadilan baik secara sosial maupun kemanusiaan menjadi hal yang diutamakan. Tujuan tertinggi dari pelaksanaan Dharma Negara ialah persatuan dan kesatuan. Selain Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika turut serta menjadi bukti prinsip pawongan dalam konsep Dharma Negara.Â
Tujuan Negara dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 menggambarkan pentingnya hubungan manusia dengan manusia dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal-pasal dalam UUD 1945 dimulai dari pasal 27-34 mengenai Hak Asasi Manusia turut serta menggambarkan turut prinsip pawongan dalam UUD 1945. Kemudian Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia menjadi payung problematika SARA akibat beragamnya manusia dengan latar belakang yang berbeda. Meskipun berbeda, Bhinneka Tunggal Ika merangkul keberagaman masyarakat tanpa adanya batasan-batasan.