Sejarah dan Asal-Usul Megibung
Bali sangat terkenal dengan budaya yang melibatkan banyak orang atau biasa disebut massal. Kegiatan yang melibatkan banyak orang biasanya dilaksanakan saat upacara besar yang ada disuatu desa adat, salah satunya Upacara Piodalan di sebuah Pura Desa. Dalam upacara tersebut pastinya ada persiapan yang dilakukan, yaitu salah satunya "ngelawar". Ngelawar tersebut biasanya akan diakhiri dengan acara "megibung". Kata megibung berasal dari kata "gibung" yang artinya berbagi. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan jika ada upacara keagamaan seperti upacara piodalan atau manusia yadnya/nganten.
Tradisi ini diperkirakan mulai dikenal pada masa pemerintahan Raja Karangasem, I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem, pada abad ke-17. Raja memperkenalkan megibung sebagai cara untuk mempererat kebersamaan di kalangan prajurit setelah pertempuran, yang kemudian menyebar ke masyarakat umum.
Makna Filosofis dalam Megibung
Megibung tidak hanya sekadar tradisi makan bersama, tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis. Tradisi ini melambangkan kebersamaan, persaudaraan, dan persatuan tanpa memandang status sosial. Dalam megibung, makanan diletakkan di satu wadah besar dan dinikmati bersama-sama. Hal ini mencerminkan keikhlasan dalam berbagi dan saling menghargai antarindividu. Tradisi ini juga mengajarkan pentingnya gotong royong, di mana setiap orang berkontribusi untuk menyediakan hidangan.
Proses dan Tata Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan megibung dimulai dengan persiapan masakan secara kolektif oleh para anggota keluarga atau masyarakat. Hidangan utama biasanya berupa nasi putih, lawar (campuran sayur dan daging berbumbu), ayam betutu, sate lilit serta sambal khas Bali. Satu wadah besar berisi makanan ditempatkan di tengah-tengah, dan peserta duduk melingkar. Etika makan dalam megibung sangat dijunjung tinggi, seperti tidak menyisakan makanan dan menjaga kebersihan area makan serta jika makanan belum habis, maka peserta tidak diperkenankan untuk berdiri/meninggalkan tempat makan. Biasanya, satu kelompok terdiri dari 5--8 orang.
Peran Megibung dalam Kehidupan Modern
Di tengah perubahan zaman, tradisi megibung tetap bertahan sebagai warisan budaya yang hidup. Megibung sering dilakukan dalam upacara adat, seperti pernikahan, odalan (upacara keagamaan di pura), atau kegiatan gotong royong di desa. Dalam konteks modern, tradisi ini menjadi daya tarik pariwisata, di mana wisatawan dapat merasakan pengalaman megibung sebagai bagian dari budaya Bali. Selain itu, megibung menjadi media untuk mempererat hubungan antargenerasi di tengah perkembangan masyarakat yang semakin individualistis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H