Perlu dirunut ke belakang mengapa peristiwa tersebut sampai terjadi. Film dokumenter terbaru National Geographic, Titanic's Last Act: Titanic's Fatal Fire, menceritakan bahwa terdapat kejanggalan mengapa nahkoda kapal Kapten Edward John Smith tidak mengubah arah kapal padahal ia sudah mengetahui bahwa ada gunung es yang menghadang.Â
Setelah diselidiki, ternyata sebelum menabrak gunung es telah terjadi kebakaran di ruang tungku pembakaran batubara. Satu-satunya cara untuk memadamkan kebakaran tersebut adalah dengan memasukkan semua batubara yang terbakar ke dalam tungku.
Terlalu banyaknya batubara yang dimasukkan ke dalam tungku menyebabkan panas yang berlebih pada baja kapal sehingga mengakibatkan deformasi berupa pelengkungan baja.Â
Diceritakan bahwa baja yang digunakan untuk sekat-sekat dasar kapal tersebut tergolong baja kualitas rendah dan menjadi getas bila berada dalam suhu rendah. Harland and Wolff sebagai perusahaan pembuat kapal dituduh berusaha melakukan penghematan yang tidak rasional. Beberapa sumber yang saya baca, itu dianggap kesalahan sejarah yang perlu diluruskan karena pada masa itu baja dengan kualitas demikian sudah dianggap baik.
Oleh karena persediaan batubara yang menipis akibat kebakaran tersebut menyebabkan kapten kapal tidak berani mengambil rute lain. Titanic harus mempertahankan lajunya dan mengikuti rute awal meskipun ada peringatan nirkabel terkait gunung es. Rasa malu kehabisan bahan bakar sebelum sampai di tempat tujuan lebih mengkhawatirkan bagi sang kapten, apalagi itu merupakan pelayaran perdana Titanic.Â
Apakah pilihan itu rasional bagi seorang kapten yang telah malang melintang di Samudera Atlantik? Tidak ada yang pernah memahami hal tersebut dan Titanic melaju dalam kegelapan menuju takdirnya.
Penyimpangan Manajemen Perusahaan
Banyak perusahaan masa kini yang secara sengaja menerapkan kebijakan penghematan yang tak beralasan. Ada dua kemungkinan perusahaan menerapkannya, pertama, kondisi keuangan perusahaan memang sekarat dan yang kedua, ketamakan.Â
Untuk yang pertama mungkin wajar bagi sebuah perusahaan untuk berhemat karena kondisi pasar yang lesu dan tidak adanya sumber pemasukan lain. Sedangkan untuk yang kedua, murni karena kelemahan sifat manusia. Ketamakan adalah wujud ketakutan manusia terhadap rasa tidak memiliki akan suatu hal. Ketamakan akan memaksa manusia untuk memanipulasi manusia lainnya demi tujuan mereka.
Kegelapan pikiran tidak akan pernah menyadarkan manusia, ia harus membawa terang bagi dirinya dan mengusir bayang-bayang ketakutan. Sebuah keputusan harus diambil untuk menyudahi segala yang menjadi beban selama ini sebelum beban-beban itu menenggelamkannya seperti seekor keledai di atas pasir hisap.Â
Beban-beban itu berupa ketidakdisiplinan manajemen baik dalam hal kontrol maupun evaluasi operasional. Bagaimana banyak dijumpai perusahaan skala kecil yang tidak bisa memisahkan antara pengeluaran pribadi dan perusahaan. Membebankan pengeluaran keluarga ke dalam keuangan perusahaan semaunya. Menghamburkan uang untuk acara-acara seremonial sedangkan proyek-proyek penting yang bersifat strategis demi kelangsungan masa depan perusahaan tidak menjadi prioritas.