Oleh : Cut Nur Halimah
Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Hukum Islam Konsentrasi Keuangan dan Perbankan Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Bank Syariah menjadi salah satu bagian dari Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang memiliki karakteristik berbeda dengan entitas konvensional. Perbedaan karakter tersebut mempengaruhi bentuk dan standar dalam kegiatan pengawasan lembaga bank syariah termasuk pelaksanaan auditnya. Pengawasan bank syariah yang berada dalam otoritas jasa keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) dilakukan dalam rangka menjaga kepatuhan terhadap prinsip-prinsip dan aturan syariah dalam operasional kegiatannya dan pelaporannya sesuai konsep perbankan syariah serta sesuai prinsip akuntansi bertema umum.
Dalam hal ini, Dewan Pengawas Syariah (DPS) memiliki peran yang utama dalam pengendalian aspek syariah dan auditor memiliki peran utama dalam menguji (examination) penyajian laporan keuangan yang fair. Adapun standar audit yang berlaku pada LKS termasuk bank Syariah adalah standar audit yang dikeluarkan dan disahkan oleh AAOIFI (Accounting and AuditingOrganization for Islamic Financial Institutions) yang berada di Manama, Bahrain. LKS khususnya bank syariah bergerak di sektor keuangan (finance) yang umumnya memiliki risiko yang tinggi dalam pengelolaan bisnisnya. Dalam mewujudkan pengawasan bank syariah yang efektif dan efisien maka OJK, DSN, dan DPS harus saling bekerja sama dalam mengemban tugasnya dengan sebaik- baiknya.
Bank syariah memiliki stakeholder seperti pemegang saham, manajemen, karyawan dan masyarakat luas. Setiap mereka memiliki minat yang kuat berkaitan dengan kelangsungan bank syari’ah untuk menegakkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Syariah.Salah satu cara untuk melindungi kepentingan para pemangku kepentingan adalah dengan memastikan operasi kepatuhan syariah dan menawarkan layanan kepatuhan syari’ah. Untuk melakukannya, audit syariah memastikan bahwa Perbankan Islam dapat menegakkan tata kelola syariah dan pada saat yang sama juga dapat meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan dalam sistemnya.
Audit syari’ah memiliki peranan yang penting karena adanya kesadaran yang tumbuh di antara lembaga-lembaga Islam bahwa setiap lembaga harus berkontribusi terhadap pencapaian tujuan dari hukum Islam -yang berlandaskan Maq'asid Ash-Shariah. Konsep audit syariah harus diperluas dengan suatu kegiatan yang saling berkaitan antara lain, sistem, produk, karyawan, lingkungan dan masyarakat . Fungsi audit syariah dari perspektif Islam jauh lebih penting dan halus karena memanifestasikan akuntabilitas auditor tidak hanya kepada para pemangku kepentingan, tapi juga kepada Sang PenciptaAllah swt, seorang Muslim percaya bahwa tindakan dan pikiran seseorang selalu diawasi oleh Allah (konsep Muraqabah). Sebagaimana yang tercantum dalam Al-qur’an surat An-nisa’ ayat 86 yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
" pasti Allah akan memperhitungkan semua hal"(QS. An Nisa ': 86).
Dalam mempertimbangkan pesatnya pertumbuhan pasar Islam, sangat penting bagi Industri keuangan Islam untuk memiliki 'check and balance' dalam bentuk audit syariah sesuai dengan tujuan dan misi dari 'maqasidal-syariah atau tujuan hukum Islam . Tujuan utama dari 'maqasid al-syariah' adalah pengakuan manfaat untuk orang-orang (maslahahummah), yang berkaitan dengan urusan mereka baik di dunia dan di akhirat. Audit syariah adalah "Penilaian berkala yang dilakukan dari waktu ke waktu, untuk memberikan penilaian yang independen dan obyektif yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan tingkat kepatuhan dalam kaitannya dengan kegiatan lembaga keuangan Islam dengan tujuan utama untuk memastikan sistem pengendalian internal yang efektif untuk kepatuhan syari’ah"
Landasan syariah dari pelaksanaan audit syariah antara lain dapat dirujuk pada penafsiran atas QS. Al Hujurat : 6 yang terjemahan artinya adalah sebagai berikut:
يَـأيُّهَاالّذِيْن آمنـُوْا ِاٍنْ جـآءَكمْ فَاسقٌ بـِنَباٍ فتبيّنـُوْا أنْ تُصِبـوْا قوْمًـا بِجَهَالـةٍ فتُصْبِحُـوْا علَى مَا فعَلْتـُمْ نـدميـن
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita,maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
Ayat ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan secara teliti atas sebuah informasikarena bisa menjadi penyebab terjadinya musibah atau bencana. Dalam konteks audit syariah, pemeriksaan laporan keuangan dan informasi keuangan lainnya juga menjadisangat penting, mengingat keduanya dapat menjadi sumber malapetaka ekonomiberupa krisis dan sebagainya jika tidak dikelola secara maksimal. Audit syariah dapat dimaknai sebagai suatu proses untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh institusi keuangan Islam tidak melanggar syariahatau pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh terhadap aktivitas banksyariah.Tujuan audit syariah adalah untuk memastikan kesesuaian seluruh operasional bank dengan prinsip dan aturan syariah yang digunakan sebagai pedoman bagi manajemen dalam mengoperasikan bank syariah.
AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) sebagaimana telah disebutkan sebelumnya mengeluarkan dan mensahkan standar audit yang berlaku pada lembaga keuangan syariah termasuk bank yang kemudian banyak diacu di berbagai negara. Standar Auditing AAOIFI untuk audit pada lembaga keuangan syariah sendiri mencakup lima standar, yaitu tujuan dan prinsip (objective andprinciples of auditing), laporan auditor (auditor’s report), ketentuan keterlibatan audit (terms of audit engagement), lembaga pengawas syariah (shari’a supervisory board), tinjauan syariah (shari’a review).
Meskipun pentingnya audit syariah , ada sedikit pemahaman tentang bagaimana untuk melatih auditor syariah yang berkualitas dan dapat melakukan audit yang efektif dan efisien. Salah satu pedoman penting yang tersedia adalah tata kelaola syari’ah di mana dinyatakan bahwa audit syariah dilakukan oleh auditor internal dari Perbankan Islam yang telah memperoleh pengetahuan syariah dan melakukan pelatihan. Pada dasarnya, menunjukkan bahwa kompetensi auditor syariah mirip dengan persyaratan kompetensi auditor internal tapi dengan pelatihan tambahan dalam hal syariah.
Dalam hal kompetensi seorang auditor syari’ah sangat diperlukan. Kompetensi dapat dilihat sebagai kemampuan manusia atau harapan untuk melakukan tugas tertentu dalam suatu organisasi serta kemampuan dari suatu organisasi tertentu melalui alat atau sistem untuk melakukan fungsi tertentu dalam memastikan operasi terus menerus dari organisasi. Mengingat kompetensi auditor syariah , tentu audit syariah memiliki kompetensi yang harus dikuasai oleh auditor untuk memastikan kinerja maksimum yang bisa disampaikan kepada para pemangku kepentingan di bank.
Hanya perspektif holistik pada manusia yang dapat menghasilkan karyawan dengan pengetahuan seimbang yang tidak hanya kompeten secara akademis tetapi yang paling penting memiliki pengetahuan dan komitmen yang kokoh untuk dasar-dasar ajaran dan prinsip-prinsip Islam. Oleh karena itu, untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dalam perbankan Islam, kita harapkan lulusan dari Indonesia juga memahami Standar Akuntansi Internasional serta standar yang diadopsi oleh negara-negara Muslim lain jika mereka ingin bekerja di negara lain selain Indonesia.
Dalam menjalankan fungsinya OJK dan DSN lebih berperan dalam pengawasan, sedangkan DPS lebih berperan dalam pengendalianbank syariah .Kegiatan audit pada Bank Syariah terdiri dari tiga lapis, yaitu lapis pertama, audit internal yang dilakukan oleh auditor internal bank syariah yang bertugas dalam menguji (examination) kesesuaian laporan keuangan Bank Syariah yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan tidak ada salah saji yang bersifat material, lapis kedua, Audit eksternal yang dilakukan oleh auditor dari luar bank syariah seperti OJK atau akuntan publik yang tugasnya menguji kembali keakuratannya dari hasil audit internal, dan lapis ketiga, audit Syariah yang dilakukan oleh auditor bersertifikasi atau memiliki gelar Sertifikasi Akuntansi Syariah (SAS) yang bertugas untuk memastikan bahwa produk dan transaksi bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan aturan syariah.
Adapun auditor syariah akan menunjukkan hasil auditnya dengan memberikan opini apakah Bank Syariah yang diaudit dinyatakan shari'a compliance atau tidak. Apabila terjadi suatu kesalahan ataupun pelanggaran dalam kegiatan audit di Bank Syariah, maka pihak yang harus bertanggung jawab adalah manajemen bank Syariah, sedangkan tanggung jawab auditor terletak pada opini yang diberikan. Adapun untuk kegiatan audit Syariah hendaknya dijalankan sesuai mekanisme yang benar dan disesuaikan dengan standar audit AAOFI yang berlaku pada seluruh Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Segala kelemahan yang ada dalam sistem audit, seperti faktor human error, asymmetric information, dan lainnya hendaklah diminimalkan untuk mencapai hasil yang tepat.
Namun, dalam prakteknya, audit syariah saat ini yang dilakukan oleh auditor internal dari perbankan syari’ah berdasarkan Kerangka Tata Kelola Syariah. Namun, bukti empiris menunjukkan bahwa mayoritas auditor syariah di bank Islam kurang berpengalaman dan tidak memiliki kualifikasi profesional atau akademis yang baik di Perbankan Islam. Sampai saat ini, kurangnya pengetahuan baik syari'ah dan akuntansi, telah mengurangi kebutuhan penting auditor syari’ah . Mereka yang memiliki pengetahuan akuntansi cenderung tidak memiliki pengetahuan syari'at dan sebaliknya. Perlu dicatat bahwa auditor syariah harus memiliki pengetahuan yang baik dalam akuntansi dan juga dalam syari'at untuk dapat memahami dan mengaudit perbankan Islam
Integritas auditor syariah perlu dianggap cukup mandiri oleh para stakeholder keuangan Islam. Ini adalah praktek umum untuk auditor syari'at dan sangat bergantung pada atau mengikuti saran dari penasihat syari'at tersebut. Dalam hal ini independensi auditor syari’ah sangat diutamakan. Audit syariah dapat dilakukan oleh auditor internal atau auditor eksternal yang mana mereka harus memiliki cukup pengetahuan dan pelatihan syari'at yang terkait. Auditor syari’ah seharusnya lebih bertanggung jawab karena mereka harus bertanggung jawab untuk stakeholder, termasuk para pemegang saham, masyarakat dan umat. Selanjutnya, mereka bertanggung jawab kepada Allah Swt untuk setiap tindakan. Oleh karena itu, dalam hal ini akuntabilitas auditor syari’ah sangat di utamakan. Jadi, dalam hal ini auditor syari’ah sangat diperlukan bagi Perbankan Islam agar kinerja auditor dalam mengaudit lembaga keuangan Islam bisa lebih efektif dan efesien.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI