Mohon tunggu...
Ilyasa Ahmad Maskawaih
Ilyasa Ahmad Maskawaih Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Ilyasa A. Maskawaih, lahir di Garut tanggal 13 Oktober 2001. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa aktif Universitas Pendidikan Indonesia jurusan Pendidikan Bahasa Sunda. Tertarik dengan dunia sastra sejak 2019. Buku yang telah dia terbitkan yaitu buku yang berjudul "Catatan Kecil Untukmu Refina". Kamu bisa lebih mengenal Ilyas melalui instagram @fanalisme_

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kasih Ibu

6 Oktober 2022   19:35 Diperbarui: 6 Oktober 2022   19:39 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara musik dari mesin pengeras suara di pojokan ruangan saling bersahutan. Seakan berlomba mana yang terkeras diantara lainnya. Pun lampu sorot yang bergerak kesana kemari membuat pusing dan silau yang melihatnya. Tetapi berbeda dengan suasana dan keadaan penghuni ruangan tersebut, di antara mereka ada yang berdiam diri menikmati minumannya di sofa yang tersedia, ada pula yang asik meliukkan tubuhnya mengikuti irama musik.

Arman dan temannya, Dio memasuki ruangan itu. Baru memasukinya beberapa meter sudah terasa pengap dan pusing, bau parfume dipadukan dengan minuman beralkohol seakan-akan membuat tingkat oksigen di ruangan tersebut sangatlah rendah. Sebelum memasuki ruangan itu, Arman telah membodohi penjaganya dengan beralasan bahwa ia sudah berumur 21 tahun padahal ia baru memasuki umur 17 tahun yang penasaran dan tergoda akan kehidupan malam. Dia diajak masuk lebih dalam menuju meja yang disebut 'bar' oleh Dio yang lebih tua 4 tahun dari Arman. Setiba disana, Dio meminta pada bartender atau pelayan bar minuman yang warnanya serupa dengan jus jeruk lalu diberikan kepada Arman. "Air apa ini, bang?" tanya Arman yang hanya dijawab oleh Dio "itu cuman jus jeruk, aman kok kalo diminum anak bawah umur kayak kamu , Man."

Di sisi lain, ada seorang ibu yang sudah tua dan renta, ia sedang menggotong karung yang telah terisi separuhnya dengan barang rongsok. Cara jalan ibu tersebut sudah tertatih-tatih tapi ia tetap teguh untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Saya harus mencari barang-barang bekas lebih banyak lagi agar Arman, anak semata wayang saya bisa makan makanan enak malam ini." Pikirnya.

Beliau tidak tahu bahwa anak yang disayanginya lebih memilih menghamburkan waktu dan uangnya hanya untuk hal-hal yang tidak penting dan salah. Tak lama Bu Surti, ibunya Arman telah memenuhi karungnya dan langsung dijual pada pusat barang rongsok lalu hasil jualnya beliau belikan lauk pauk untuk makan malam Arman.

Setelah sampai di rumahnya, Bu Surti tidak menemukan Arman di dalam rumah. Beliau cari di kamarnya juga tidak terlihat barang sehelai rambut pun dan itu berhasil membuatnya kaget dan khawatir. Biasanya Arman saat ini sedang belajar atau mengaji, tapi sekarang dia tak ada juga tak belajar.

Tak lama dari itu, Arman pulang ke rumah dengan keadaan tubuhnya yang bau alkohol dan mabuk. Ibunya yang melihat Arman seperti itu tak dapat mengontrol rasa sedih, pedih dan kecewa di hatinya. Bagaimana bisa Arman anak yang disayanginya yang dididik sebaik mungkin mabuk-mabukan. Tapi Bu Surti berusaha sebaik mungkin untuk menahan tangisnya dan membopong Arman ke kamarnya. Setelah terbaring di atas ranjangnya, Arman sedikit mericau "makasih cantik.".

Keesokan harinya Arman terbangun di kamarnya. Yang dirasakannya hanyalah rasa pusing, kepalanya terasa berat dan sakit. Ia mencoba untuk mengingat apa yang telah terjadi tadi malam sehingga ia mengalami sakit kepala yang amat sangat berat. Arman keluar dari kamarnya dan melihat ibunya sedang salat shubuh, ia pun memperhatikan ibunya sampai beliau selesai dengan kegiatannya. Setelah Bu Surti selesai salat, beliau menengadahkan tangannya upaya berdoa kepada Yang Maha Kuasa

"Ya Allah, anak saya sebelumnya tidak pernah seperti ini, entah hal apa yang memengaruhinya sehingga dia dapat berubah dalam satu malam. Berilah ampunan-Mu untuk Arman, Ya Allah. Arman sebenarnya anak yang sholeh juga pen---"

Tak usai ibunya berdoa, Arman mendekatinya, tetapi bukannya meminta maaf atau menyatakan penyesalannya, dia malah membentak Bu Surti.

"Apa sih, Bu? Nih ya Arman tuh udah bosen hidup susah. Arman maunya hidup dengan harta melimpah dan tak terbatas bukannya kayak gini. Ini salah ibu, kenapa meminta ampunan untuk Arman? Gak guna!" ucapnya sembari meninggikan nada suaranya.

Ibunya kaget bukan kepalang mendengar Arman berbicara seperti itu. Selama ini Arman tidak pernah melawan apalagi membentaknya.

"Man, ibu sudah menyiapkan sarapan untukmu, Nak. Ada terong, Ibu juga sudah buatkan kamu nasi goreng, tapi karna persediaan nasi dan telur kita habis jadi ibu buatkan hanya untuk kamu, biar ibu makan di jalan saja. Yuk dimakan, Nak!"

Ibunya berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka lalu mengajak Arman untuk sarapan, tetapi dibalas tatapan merendahkan dan perkataan yang dikatakan setengah teriak.

"Terong lagi terong lagi. Bosan Arman tuh, Bu. Harusnya Arman makan dengan daging ayam, daging sapi dan ikan bukannya terong. Lama-lama Arman tak kuat jadi anak ibu, hidup susah seperti ini cuman bikin Arman muak."

Arman pergi keluar rumah, sedangkan ibunya hanya bisa terdiam memandangi kepergian Arman dengan lemah. Ibunya hanya bisa menangis menghadapi sikap Arman yang berubah dalam semalam.

Arman keluar rumah masih dalam keadaan setengah sadar, hingga tak terasa ia sudah berjalan menyusuri jalan raya yang masih lengang seakan enggan untuk keluar karena udara dingin yang menusuk.

Arman menyeberangi jalan raya tanpa menengok sisi kanan dan kirinya, tiba- tiba saja sebuah truk pengangkut yang sedang mengebut mengarah ke Arman. Dirinya terpental ke arah berlawanan dan tak disangka ada motor yang sedang melaju sesaat sebelum Arman terjatuh didepannya sehingga mengakibatkan timbul bunyi "krek" seperti sesuatu yang patah. Ia merasakan sakit yang sangat hebat hingga penglihatannya gelap.

Dua bulan setelah Arman mengalami kecelakaan, ia diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit. Tetapi Arman bingung mengapa ibunya tidak menjenguknya selama ia berada di rumah sakit. Setibanya dirumah, Arman tidak menemukan Bu Surti, lalu ia bertanya kepada tetangganya.

Tetangganya pun menjelaskan bahwa Bu Surti sudah meninggal dunia. Beliau mencari dana untuk membayar biaya operasi dan pengobatan Arman, sebab Arman membutuhkan transplantasi tulang rusuk secepatnya tapi karena biaya yang terbilang besar, beliau rela melakukan hal apapun yang dapat membuat Arman pulih.

Hingga ada satu keluarga yang sedang membutuhkan donor jantung untuk putri bungsu mereka. Bu Surti membuat kesepakatan bahwasanya beliau akan mendonorkan jantungnya tapi keluarga tersebut harus membantu pembayaran operasi Arman dan memberikan bekal atau tunjangan bagi Arman untuk sekolah lagi hingga Perguruan Tinggi. Jadi Bu Surti mendonorkan tulang rusuknya untuk Arman dan mendonorkan jantungnya untuk biaya transplantasi anaknya tersebut.

Kasih sayang seorang ibu tak terbatas meskipun anaknya sudah menyinggung hati dan harga dirinya. Maka jangan sia-siakan waktumu hanya untuk hal-hal yang tak berguna dan perbanyaklah bercengkrama dengan orang tua dan membanggakan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun