Agama itu wahyu atau tradisi? Tanya seorang dosen. Sontak para mahasiswa bimbinganya agak bingung untuk menjawab pertanyaan itu. Agama itu wahyu, kata dosen tersebut. Ia bersumber dari ajaran islam yakni al-quran dan al-hadist.Â
Dua sumber utama, rujukan utama, dan telah nyata bahwa memang dua hal itu bersumber dari wahyu. Jika al-quran adalah kalam Alloh yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril, dan membacanya bernilai ibadah. Sedangkan al-hadis atau as-sunnah adalah segala yang disandarkan kepada nabi baik berupa perkataan, perbuatan, mau pun taqrir atau persetujuan nabi terhadap suatu hal.
Sang dosen bertanya kepada mahasiswa, siapa di sini yang tadi malam menunaikan solat gerhana? Beberapa mahasiswa mengangkat tangan tanda semalam mengikuti solat gerhana, dan sebagian lainnya diam tanda sebalinya. "Nah solat gerhana ini sudah jelas sumbernya, dalilnya dalam hadis nabi," kata sang dosen sambil menyebutkan dalil solat gerhana.Â
"Sedangkan amalan-amalan macam tahlil, syukuran 40 hari, 7 bulanan, dan sebagainya itu sumbernya dari mana?" lanjut beliau. Sebagian mahasiswa saling bertatapan. Seolah mereka tidak setuju terhadap perkataan dosen tadi, namun tidak berani untuk mengemukakan pendapat. Memang saat itu sedang bimbingan praktik ibadah pertama kali dan terakhir kali karena selepas itu kami tidak akan berkumpul lagi, tinggal menyerahkan tugas.
Berkenaan dengan pertanyaan awal dari sang dosen tadi, agama itu wahyu atau tradisi? Dan sang dosen mengemukakan bahwa agama itu adalah wahyu dan buka tradisi. Untuk pertama kali mendengarnya mungkin kita akan tercengang, dan seolah setuju pada jawaban bahwa agama itu adalah wahyu, dalam artian segala amalan mesti sesuai dengan sumber dan dalil-dalil yang maklum. Dan menafikan amalan-amalan yang tidak terdapat dalilnya di dalam al-quran maupun as-sunnah.
Hemat penulis, agama itu adalah keduanya. Agama itu wahyu dan tradisi. Segala hal dalam pokok agama misal praktik ibadah semacam solat, puasa, zakat dan lain sebagainya itu telah jelas bersumber dari al-quran dan as-sunnah.Â
Banyak dalil-dalil kuat yang menjelaskan tentang amaliyah tersebut. Sedangkan agama itu tradisi mencakup hal-hal atau ritual keagamaan yang memang tidak ditemukan dalil yang rinci ataupun langsung baik dari al-quran dan as-sunnah yang menjelaskan amaliyah tersebut. Kita ambil contoh tahlilan. Apakah ada ayat al-quran atau dalil hadist yang memerintahkan umat islam untuk melaksanakan tahlilan? Tentu sampai kiamat pun tidak akan ditemukan dalil yang menjelaskan secara rinci.
Amaliyah yang bersifat tradisi ini semacam tahlilan bukan berarti tidak ada dalilnya. Namun dalil yang menjelaskan  amaliyah tersebut diambil dari esensi atau nilai atau diambil secara eksplisit dari dalil-dalil yang nampak. Di dalam acara tahlilan ada pembacaan suart Yaasin, zikir bersama, berdoa bersama, bukankah amalan-amalan itu diperintahkan oleh agama? Secara tidak langsung berarti amaliyah tradisi ini telah sesuai dengan wahyu. Bukan berarti begitu?
Tradisi atau budaya adalah ciri khas suatu bangsa. Setiap negara atau bangsa pasti memiliki budaya yang berbeda-beda. Budaya ini adalah hasil cipta dari kondisi sosial masyarakat dan juga dipengaruhi oleh kondisi geografisnya juga. Lantas apa relasi antara agama dan budaya?
Saat para penyebar agama islam datang ke indonesia, mereka dihadapkan dengan masyarakat yang multi budaya. Bagaimana caranya agar agama islam dapat diterima oleh masyarakat adalah yang diupayakan oleh para ulama. Maka pada saat itu islam bersentuhan dengan tradisi masyarakat yang ada. Misal Sunan Bonang menggunakan perantara media musik dan sastra pada saat itu dalam mengislamkan masyarakat sekitar.Â
Beliau menciptakan syair-syair berbahasa jawa yang isinya adalah dakwah, ajaran agama. Juga ada salah satu wali songo yang menggunakan wayang. Tiket menonton pagelaran wayang adalah mengucapkandua kalimah syahadat dan isi pagelarana wayangnya pun adalah dakwah. Atau juga waktu-waktu semacam 7, 40, 100, setahun dalam tahlilan, menyesuaikan dengan kebiasaan masyarakat pada saat itu.