Kehidupan adalah keniscayaan yang tak terbantahkan. Ia berwujud entitas yang kekal sampai waktu yang telah Tuhan tentukan akhirnya dan membuat ikatan yang kuat bagi manusia yang nyawanya masih terddapat dalam jiwa raganya.Â
Setiap harinya kehidupan terus berlangsung dengan penuh kedinamisan dan kerelatifan. Apa yang dikatakan sebuah kebenaran hari ini, mungkin esok hari akan berubah menjadi suatu kekeliruan. Begitulah suatu konsekuesni logis dari hal yang dinamis.
Kita sebagai manusia yang berakal dan berpikir tentu beragam pula hal yang dirasakan selama menjalani kehidupan sejauh ini. Psikologi jiwa yang bertarung dalam raga tentunya memengaruhi seseorang dalam menjalani kehidupannya.
Namun pernahkan dalam suatu fase di saat kita merasa hidup yang statis, hidup yang dirasa tanpa ada perubahan sama sekali, atau dikatakan "kok hidup gini-gini aja?" Hal demikian adalah saat manusia mulai berpikir akan tujuan hidupnya, akan kehidupan yang ia maknai. Dan sekeras apapun berpikir ke arah sana, maka semakin kita bingung dalam mencari makna kehidupan itu sendiri.
Dalam hal hidup yang gini-gini aja, Albert Camus, memberikan pandangannya terhadap realitas tersebut. Albert Camus adalah seorang filsuf, penulis, dan jurnalis Prancis. Dia dianugerahi Hadiah Nobel Sastra 1957 pada usia 44 tahun, menjadikannya penerima termuda kedua dalam sejarah.
Dalam Absurdisme yakni aliran filsafat yang dinisbatkan pada Albert Camus, Ia memandang bahwa hidup adalah sesuatu yang absurd karena keberadaan manusia yang terus terdorong untuk mencari makna dan tujuan hidup padahal kehidupan sendiri tidak bermakna dan tak memiliki tujuan tertentu.
Dalam novel yang ia tulis (l'Etranger) , digambarkan sosok tokoh utama yang merefleksikan bahwa kehidupan ini benar-benar absurd. Suatu saat ibunya meninggal dunia, dan ia bersikap biasa saja dengan hal tersebut karena ia beranggapan bahwa hidup ini tidak bermakna dan meski tidak hidup kita memiliki rutinitas yang tetap harus dilakukan.
Lantas bagimana menyikapi kehidupan ini jika menurut pandangan Albert Camus hidup ini absurd dan tidak bermakna?
Menurut dia, ada 2 respon untuk menghadapi absurdnya hidup ini.
Pertama, Lari dan akhiri hidup ini dengan bunuh diri. Ya, dengan keluarnya nyawa dari raga dipandang sebagai akhir hidup dan kiranya dapat mengakhiri segala penderitaan. Namun kenyatannya tidak demikian. Camus sendiri tidak setuju dengan jalan ini justru malah menambah absurditas dalam kehidupan. Bayangkan jika seorang ayah bermaksud bunuh diri karena frustasi dengan kehidupan yang ia jalani, justru akan menambah beban bagi keluarga yang ditinggalkannya. Bukannya mengakhiri masalah justru menambah masalah baru.
Respon yang ke dua adalah menerima dan menjalani kehidupan. Camus menuturkan dengan menerima dan menjalani kehidupan ini adalah cara yang terbaik dan akan membuat hidup bahagia ketimbang lari dan bunuh diri tak berkompromi dengan takdir. Hal ini ia gambarkan lewat cerita mythology Sisyphus. Sisyphus sendiri adalah raja yang dikutuk oleh dewa Zeus untuk membawa batu besar dari bawah ke atas gunung. Alih-alih ia berhasil membawa batu kepuncak gunung dan berhenti, justru batu tersebut menggelinding ke bawah dan ia pun harus membawa Kembali batu tersebut Kembali ke atas. Hal ini pun harus ia lakukan berhari-hari dan tidak berhenti.
Meski kesan kutukan yang diberikan kepada Sisyphus ini absurd dan tidak bermakna dan mungkin hanya dapat diakhhiri dengam ia lari kemudian bunuh diri, namun sebenarnya tidak demikian. Camus lebih sepakat jika Sisyphus menerima kutukannya dan menjalaninya tiap hari. Dengan demikian akan lebih Bahagia menurutnya.
Lewat cerita tersebut menunjukan bahwa seperti itulah kehidupan. Setiap hari terus berlalu dan ada hal-hal yang harus dilakulan dan banyak keinginan yang manusia wujudkan. Manusia banyak menginginkan sesuatu, mereka menuruti hawa nafsunya, Sehingga setelah memperoleh apa yang diinginkan, akan berlanjut pada keinginan selanjutnya.
Pada fase sekarang kita mungkin memiliki target lulus sekolah, lulus kuliah, mendapat pekerjaan, namun setelah hal-hal tersebut tercapai maka akan kehilangan maknanya dan timbul suatu absurditas karena kita akan mencari hal-hal yang baru dan harus memulainya lagi dari bawah utnuk mencapai puncaknya.
Kita mesti membayangkan bahwa Sisyhpus itu tertawa Ketika menjalani kutukannya. Sama halnya dengan kehidupan kita sekarang, yang harus kita terima ddan jalani dengan senang hati niscaya akan mendapat kebahagiaan.
Kesimpulannya bahwa hidup ini absurd dan cara meresponya adalah dengan menerima dan menjalaninya. Pembahasan mengenai makna hidup tiada menemui akhir karena ada saja pengertian-pengertian yang orang lontarkan. Dari pada kita pusing memikirkan tujuan dan makna hidup, lebih baik kita jalani saja yang ada saat ini. Hal ini lebih baik ketimbang over thinking memikirkan hal-hal yang kadang di luar jangkauan dan membuat pikiran stres.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H