Mohon tunggu...
Ilyas Maulana
Ilyas Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Amatir

Fatum brutum amor fati

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Melawan Ala Raden Saleh, Bedah Lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro"

24 September 2022   11:28 Diperbarui: 24 September 2022   11:39 3013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mungkin sudah tak asing dengan film yang sudah tayang di bioskop hampir di seluruh Indonesia, yakni film "Mencuri Raden Saleh" yang menceritakan sekelompok pemuda yang ingin mencuri lukisan terkenal karya Raden Saleh yaitu "Penangkapan Pengeran Diponegoro". Penulis pribadi jujur belum menonton film tersebut, namun kali ini kita akan membahas sisi lain dari film tersebut yakni membedah lukisan karya Raden Saleh supaya kita dapat mengetahui maksud pelukis akan karya seninya.

Seni sendiri adalah akronim dari "Segala Sesuatu Yang Indah". Indah di sini relatif, tergantung dari kaca mata penikmat/ pengamat dari suatu karya seni. Kita ambil contoh lukisan abstrak. Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa lukisan tersebut tak indah atau tak berarti sama sekali karena mungkin goresan-goresan kuas yang tak beraturan. Namun bagi kaum seniman justru ornamen-ornamen tersebutlah yang membuat indah lukisan dengan penafsiran yang beragam akan lukisan tersebut.

Untuk membedah lukisan karya Raden Saleh ini memerlukan  2 interpretasi terhadap lukisan tersebut. Dua hal itu adalah:

  • Background Pelukis
  • Tema Lukisan

Yang pertama adalah Background Pelukis yang berarti penelusuran terhadap kehidupan sang pelukis. Raden Saleh yang memiliki nama lengkap Raden Saleh Sjarif Boestaman merupakan pelukis Indonesia yang memiliki keturunan Arab-Jawa. Aliran lukisannya adalah  Romantisisme dan pelukis modern pertama di Indonesia (Hindia-Belanda) atau bahkan di Asia Tenggara. Beliau memiliki privillage dengan keturunan bangsawan dan dekat dengan pemerintahan kolonial Belanda pada saat itu. Ini dibuktikan dengan Raden Saleh yang dibiayai pendidikannya di luar negeri hampir selama 25 tahun sebelum Kembali lagi ke Hindia-Belanda.

Yang kedua adalah berkenaan dengan tema lukisan. Ini dapat kita telusuri dari judul lukisannya sendiri yakni "Penangkapan Pengeran Diponegoro" yang menggambarkan kemenangan Belanda atas perlawanan Pengeran Diponegoro pada perang Jawa perang besar yang memakan banyak korban jiwa yang berlangsung hampir 5 tahun lamanya. Dan akibat perang ini Belanda mengalami masalah finansial yang serius sehingga pada nantinya mengarah pada kebijakan tanam paksa. Belanda menggunakan siasat liciknya dengan mengundang Pangeran Diponegoro untuk berunding pada awalnya. Namun sebenarnya itu adalah jebakan agar Belanda dapat dengan mudah menangkap sang pangeran. Dari lukisan tersebut menggambarkan konteks pengabadian momen kemenangan Belanda atas perang yang lama, berlarut waktu dan merugikan mereka.

Dari dua interpretasi tadi dapat kita temukan bahwa Raden Saleh yang berkebangsaan Indonesia melukis salah satu momen bersejarah bagi Kemenangan Bangsa Belanda. Pada selanjutnya akan menimbulkan introgasi kritis bagi kita yakni melalui pertanyaan:

  • Apa motif Raden Saleh dalam melukis lukisan tersebut?
  • Bagaimana posisi Raden Saleh dalam konteks nasionalisme?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut memicu berbagai spekulasi jawaban yang  beragam. Namun untuk menjawabnya kita perlu Ikonografi atau cara mendeskripsikan sejarah dalam bagian-bagian yang ada pada lukisan.

Ada 3 hal yang mesti digali secara mendalam supaya dapat menginterpretasi sebuah lukisan:

  • Formal Properties
  • Naratif
  • Latar Sejarah

              Formal Properties adalah cara bagaimana mengidentifikasi sebuah lukisan dari aspek teknisnya saja seperti bahan, ukuran, komposisi dan lain sebagainya. Lukisan "Penangkapan Pengeran Diponegoro" sendiri memiliki dimensi atau ukuran   112 cm 178 cm . Ukuran ini termasuk kepada ukuran medium atau pertengahan. Dengan ukuran ini penikmat dapat melihat sudut pandang dari lukisan dengan pas. Jika ukuran kecil, akan menarik pengamat untuk melihat secara lebih dekat aspek dalam lukisan. Sedangkan jika ukurannya besar maka akan mendorong pengamat lebih jauh dalam melihat detail aspek lukisannya.

Material dari lukisan ini menggunakan cat minyak di atas kain kanvas. Penggunaan cat minyak pada lukisan memungkinkan pelukis dalam mengilustrasikan adegan yang termuat dalam lukisan  dengan sangat tingggi.Hal ini bisa kita lihat pada vibrant bangunan, seragam pasukan kolonial, baju para pengikut pangeran dan background suasana di Magelang pada saat itu. Selain itu lighting atau pencahayaan lukisan pun Nampak serasi dan jelas.

Pada komposisi lukisan, Pangeran Diponegoro ditempatkan sebabagi fokus point lukisannya. Hal ini diketahui dengan subjek-subjek lukisan  baik secara gestur atau padangangan yang mengarah dan memperhatikan kepada Pangeran sebagai sosok utamanya. Jika lukisan dibagi 3 maka posisi sang Pangeran berada sesuai dengan konsep rule of third sehingga sudah pas. Maka jika sosok Pangeran Diponegoro dihilangkan, maka lukisan ini tidak akan bermakna atau kosong karena kehilangan sosok utamanya.

Berlanjut kepada aspek naratif, dalam hal ini bentuk komunikasi, simbolisasi yang terdapat pada lukisan sebagai ruang interpretasi bagi para pengamat dalam menafsirkan sebuah lukisan. Jika formal properties  adalah aspek  ranah teknis, maka naratif ini adalah ruang bebas bagi para pengamat karena tentunya setiap masing-masing memiliki pandangan yang berbeda terhadap suatu karya seni.

Dengan aspek naratif ini kita dapat mengetahui motif atau latar belakang si pelukis dalam lukisan karyanya. Maka dalam hal ini kita dapat membandingkan 2 lukisan yang berkenaan dengan peristiwa yang terkait yakni lukisan Raden Saleh dan Nicolaas Pieneman.

Lukisan
Lukisan "Penyerahan Pangeran Diponegoro Kepada Jenderan De Kock". (Sumber:WIkipedia.org)

Lukisan karya Nicolaas Pieneman ini berjudul "Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock" dibuat pada tahun 1830 yang berarti tidak terlalu jauh dari peristiwa yang bersangkutan. Pieneman sendiri berkebangsaan Belanda dan belum pernah menginjakan kaki ke Indonesia sehingga apa yang dilukiskannya adalah interpretasi pribadi atau sketsa yang diberikan oleh sang jendral kepadanya. Dapat dilihat dari pengikut Raden saleh pada lukisan yang lebih mirip orang timur tengah dibandingkan dengan priayi Jawa. Dan ia melukispun atas perintah jenderal dan diberi imbalan atas lukisannya. Lukisan ini sangat jelas mengglorifikasi Belanda pada saat itu dan besar kemungkinan sebagai bentuk propaganda atas kemenangannya. Hal ini dapat kita lihat pada unsur-unsur dan komposisi lukisan di dalammnya.

Dari judulnya pun dapat kita tangkap pesan apa yang ia sampaikan dalam lukisan. Tentu kata "Penyerahan" menggambarkan bentuk dan sikap kalah, pasrah dan ketidak berdayaan Pangeran Diponegoro kepada Belanda. Hal ini dipertegas dalam lukisannya dengan posisi sang pangeran yang berada satu Pundak anak tangga di bawah Jenderal de Kock. Juga dari sisi gestur sang pangeran yang nampak pasrah dan tidak ada perlawananan pada kondisi yang terjadi pada saat itu. Para pengikut pangeran dan prajuritnya pun terlihat lemah dan meratapi kejadian itu. Bahkan mereka sampai meletakkan senjatanya di bawah tanda bentuk menyerah. Sedangkan pihak kolonial digambarkan dengan gagah dan sang jenderal Nampak memberikan intruksi kepada anak buahnya untuk memasukan pangeran ke kereta kuda yang sudah disiapkan untuk selanjutnya di bawa ke Batavia dan akan diasingkan ke Makasar atau lebih tepatnya di Port Rotterdam. Bendera 3 warna Belanda juga Nampak jelas berkibar dekat kompleks yang menggambarkan kemenangan mereka atas perang melawan pangeran.

Perbandingan Lukisan Karya Raden Saleh dan Nicolaas Pieneman. (Sumber:dokumen pribadi)
Perbandingan Lukisan Karya Raden Saleh dan Nicolaas Pieneman. (Sumber:dokumen pribadi)

Raden Saleh dalam melukis lukisan "Penangkapan Pengeran Diponegoro" kemungkinan mengambil referensi dari lukisan karya Pieneman yang telah lebih dulu dibuat. Karena kurun waktu pembuatannya berbarengan saat Raden Saleh sedang berada di Eropa. Dan karya Raden Saleh ini adalah distrack atau perlawanan terhadap Karya Pieneman.

Dalam lukisan karya Raden Saleh, terdapat perbedaan dari lukisan karya Pieneman. Dari judulnya pun "Penangkapan" sudah mengarah kepada suatu peristiwa yang menunjukan kelicikan Belanda pada saat itu dan bukan atas sikap menyerah terhadap penjajahan.  Penggambaran posisi Pangeran dengan jenderal diposisikan sejajar tak ada yang lebih tinggi/rendah yang berarti kedudukan kedua belah pihak adalah setara. Mimik wajah dan gestur sang pangeran pun terlihat berani, dengan tangan kiri terkepal dan tangan kanannya nampak seperti menenangkan istrinya. 

Jenderal de Kock pada lukisan kali ini memiliki pandangan hormat kepada pangeran dengan gestur tangan yang seolah-olah mempersilakan Pangeran untuk memasuki kereta. Simbolisasi yang lain adalah Jenderal dan pasukannya yang dilukiskan dengan kepala yang besar, sehingga diasumsikan mereka memang bersifat arogan dan sombong. Juga topi lambang kebesaran mereka yang tidak dipakai. 

Hal unik lainnya dalam komposisi lukisan adalah Raden Saleh memasukan unsur dirinya ke dalam lukisan. Memang yang demikian juga dilakukan oleh pelukis lain dengan maksud tertentu bisa sebagai signature, showing of skill, atau penyampaian pesan terselubung. Ada 3 penggambaran ekspresi Raden saleh pada lukisan ini yakni gestur dan mimik menggambarkan kesedihan, keheranan, dan rasa empati terhadap peristiwa yang disaksikannya. Hal ini juga sebagai penguat bahwa aliran lukisan Raden Saleh ini beraliran romantisisme yang pada lukisannya menggambarkan rasa yang begitu kuat dan penuh akan pesan yang tersirat.

Latar sejarah atau konteks sejarah dalam karya Lukis Raden Saleh ini adalah projeknya sendiri ketika Kembali ke Hindia-Belanda setelah menimba ilmu di Eropa. Berbeda dengan lukisan karya Pieneman yang merupakan inruksi dari Jenderal de Kock untuk mengilustrasikan klaim kemenangan Belanda atas Pangeran Diponegoro. 

Lukisan ini pun oleh Raden Saleh diberikan kepada Raja William III sebagai tanda terima kasih atas bantuan pendidikannya selama di Eropa. Kemudian timbul pertanyaan mengapa Raden Saleh sebagai pribumi mendokumentasikan lewat karya lukisnya suatu peristiwa kemenangan penjajah? Justru di sini lah kita memaknai bahwa karya seni adalah suatu bentuk perlawanan.

Di sisi lain Raden Saleh memiliki hutang budi kepada pemerintah kolonial karena telah membiayainya dalam menuntut ilmu di Eropa, tapi di sisi lain juga Ia tetap cinta terhadap tanah airnya dan peduli kepada saudara-saudara peibuminya yang sedang ditindas oleh penjajah. Meski pada saat itu Indonesia belum terbentuk namun sikap nasionalisme seorang Raden Saleh telah terbentuk dengan sangat kuat. Hal ini dinamakan dengan Proto Nasionalisme.

Maka Raden saleh sebagai seniman melakukan sebuah bentuk perlawanan dengan hal yang ia kuasai yakni seni Lukis yang dengan  goresan kuas,simbolisasi, komposisi, narasi, dengan hal yang mungkin orang lain tak menyadari. Benar, dengan karya seni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun