Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Sungguh Membebani, Kenaikan Tol JORR Lebih dari 50%?

19 Juni 2018   07:05 Diperbarui: 19 Juni 2018   08:56 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Mulai besok 20 Juni 2018, tarif tol JORR akan dinaikkan lebih dari 50%. Tinggi banget yak, kenaikannya? Alasannya untuk mengurangi kemacetan? 

Dulu tahun 2009, saya sempat tinggal di Jatiwarna dan untuk kerja di Jakarta, akses tol JORR ini menjadi andalan. Awalnya jalanan lancar. Tahun 2011 kami mukim di Kairo, pulang tahun 2012. Wah disini baru berasa, berangkat kerja habis subuh. Telat 15 menit saja, jalanan masuk ke pintu tol JORR nya  sudah muacett banget. Begitu juga di tolnya, mobil sudah padat merayap. Mobil pribadi dan truk truk besar. 

Dan selama 3 tahun itu, saya melihat:

1. Akses tol meningkatkan pertumbuhan perumahan di sekitar tol. Sehingga jumlah pengguna tol akan meningkat

2. Jumlah pengguna meningkat, tetapi jalan arteri atau jalan publiknya tetap. Jadi selama 3 tahun itu saya gak melihat pertumbuhan jalan publiknya, baik secara luasan jalan maupun panjang jalan. Tetap satu dua jalur mobil. Bandingkan dengan jalan tol yang mencapai 6 jalur mobil.

Ini juga yang menyebabkan antrian parah hingga mengular ke macet tolnya, karena terjadi bottle neck ketika keluar tol.

3. Akses transportasi publik daerah sini juga parah. Saya pernah nyoba, kudu ngojek dulu untuk ke angkot, angkotnya ngetem di dekat pintu tol. Setelah penuh, angkot lewat jalan tol dan masuk ke terminal kp. Rambutan. Disini ganti angkutan naik kopaja. Kopaja menyusuri jalan publik yang juga muacet banget.

Jadi, kemacetan yang terjadi menurut saya karena pemerintah gagal  menguraikan simpul simpul macetnya. Simpul macet itu bukan soal tarif boss. 

Tetapi layout atau desain pergerakan/mobilitas penduduk dan logistik dari satu titik ke titik lain. Konsep paling bagus adalah satu kompleks pemukiman dan tempat kerja. Atau logistik yang langsung tersambung kereta dan pelabuhan. Sementara jalan publik diperlebar seluas jalan tol, dan transportasi publik diperbaiki. Akses transportasi publik diintegrasi dengan moda yang lain seperti feeder dan angkot.

Jika tidak direncanakan atau ditata ulang, maka penumpukan akan semakin tinggi. Masyarakat 'terpaksa' memakai tol yang tarifnya dinaikan karena transportasi sudah menjadi kebutuhan vital. Sementara alternatif lain tidak ada. Tetapi bukankah itu akan menambah biaya hidup masyarakat dimana porsi biaya transportasi di jakarta ini sudah sangat tinggi? Menurut DTKJ sudah mencapai 30% dari pendapatan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun