Hari Sabtu lalu, 12 Mei 2018, kami pulang dari Planetarium di TIM Cikini melewati terminal Manggarai di jl.Sultan Agung Jakarta Selatan. Kaget saya melihat kondisi terminal ini. Begitu kusam, lusuh, sepi banget, dan terlihat eskalator tak berfungsi. Benar benar terminal yang tak terawat.
Saya masih ingat, ketika pada tahun 2014 Jokowi, saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta, meresmikan terminal Manggarai di Jakarta. Terminal ini direnovasi dengan megah, berbiaya Rp 12,5 M yang berasal dari dana APBD DKI. Dibangun sejak tahun 2013.
Kemegahannya terletak pada fasilitas yang terdapat disini. Ada tiga eskalator, sepasang lift, ruang tunggu yang sejuk, berpendingin. Desain gedung pun berkaca, dengan model mirip gedung kolonial. Ketika dibangun, stasiun ini hendak menjadi percontohan terminal yang modern di Jakarta, dan katanya terintegrasi dengan stasiun Manggarai serta Transjakarta.
Tetapi sejak diresmikan pada 16 April 2014, fasilitas memang tidak optimal digunakan. Biaya pengoperasiannya pun mahal. Saya cari di Google sejak kapan tanda-tanda terminal ini tak berfungsi.
Ternyata Kompas.com (16 September 2014) sudah menulis berita Nasib Terminal Manggarai yang Modern itu... Jadi diberitakan gimana masyarakat tidak memakai fasilitas itu, walau terminal masih ramai dan riuh.
Kalau sekarang yang saya lihat, betapa sepinya terminal ini. Tampaknya bus bus transportasi umum seperti busway tidak melintasi area ini. Yang lainnya pun melewatinya saja.
Kenapa ini bisa terjadi?
Kalau menurut saya, dalam membangun sesuatu infrastruktur apapun, yang paling penting adalah kajian yang menyeluruh terhadap dampak bagi pengguna.
Begitu juga dengan kajian terhadap prilaku pengguna, dan prospek pemanfaatannya kedepan. Kalau pengguna melihat tidak praktis, yah siapa yang mau make?Â
Jikapun yang diharapkan manfaatnya optimal, maka ada desain konsepnya juga untuk mengarahkan prilaku pengguna agar infrastruktur yang dibangun tidak sia sia. Konsep yang terintegrasi dengan fungsi area sekitarnya.
Selain itu, pembangunan infrastruktur yang mahal juga harus disertai perhitungan biaya operasionalnya. Siapa yang menanggung? Jika mengharapkan UPT terminal saja, tentu ini berat bagi mereka. Â Kalau disubsidi, siapa yang mensubsidi?
Sekarang bangunan ini mau diapain? Mubazir, memberati biaya operasional dan semakin kusam tak berfungsi. Dan itu dibangun dengan memakai uang rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H