Sampai sekarang BKT masih berbusa busa. Dan penanganannya memang terkesan lambat, karena kata dinas lingkungan hidup, hasil uji airnya gak tercemar.Â
Loh kok bisa? Kehadiran busa sendiri akan menghalangi permukaan air dari serapan oksigen. Jadi kualitas air pastilah menurun.Â
Apalagi jika dipastikan bahwa itu berasal dari limbah deterjen, di mana zat aktif surfaktan, builder, dan bahan pengisi lainnya merupakan komponen pencemar. Walaupun ada yang bersifat "keras", jadi sangat lama terurai, ada juga yang agak lunak. Selunak lunaknya deterjen, dia tidak akan mampu cepat terurai.
Kondisi busa di BKT ini mengungkapkan ada yang secara mendasar belum dibangun oleh pemprov DKI. Yaitu saluran pemisahan antara air hujan dan air limbah rumah tangga. Walaupun disebut bahwa sudah ada rencana sejak 2012, tetapi ya tetap belum dibangun.
Sudah saatnya Anies sebagai gubernur Jakarta membangun sistem ini. Termasuk titik-titik pengumpulan limbah rumah tangga untuk diolah dulu sebelum masuk ke badan air.
Selain masalah saluran pembuangan limbah rumah tangga, ada 3 hal lainnya yang mendasar yang juga sangat parah menurut saya di Jakarta ini. Semuanya menyangkut underground, atau bawah tanah yang semrawut dan primitif.
- Tanki septik. Di Jakarta, 80-an% tanki septik bocor (data PD PAL), dan masih puluhan ribu keluarga yang belum punya tangki septik. Makanya Anies jangan segan segan untuk ngurusin yang kotor ini, karena sistemnya emang belum terbangun.
Bahkan gedung vertikal di Jakarta (apartemen, rusun, perkantoran) sistemnya belum terawasi dengan baik? Apa main sedot aja terus dibuang entah kemana? Atau memiliki sistem pengolahan bawah tanah yang memadai?
- Pemasangan pipa air, pipa gas, kabel listrik, fiber optik yang berantakan banget. Sering deh kalau kita jalan di trotoar Jakarta ada plang tulisan "maaf ada galian kabel". Padahal trotoar baru dirapihin, jalan baru diperbaiki.
Seharusnya ini diintegrasikan dalam satu saluran besar, seperti di luar negeri. Pemasangan yang berantakan ini bukannya tanpa korban jiwa. Ada yang tersengat listrik, kaki keseleo, motor kecelakaan, dstnya.
- Penertiban penyedotan air tanah dan keberadaan sumur resapan yang setengah hati. Berdasarkan data survei Pemprov DKI, dari 80 gedung, 40 tidak punya sumur resapan. Ini berarti membiarkan air melimpas ke jalan raya dan memenuhi badan badan air.
Tingkat kepatuhan untuk masalah penyedotan air tanah dan membuat sumur resapan ini memang harus ditingkatkan. Bukan hanya untuk mencegah banjir, tetapi juga menahan penurunan muka tanah Jakarta.
Semoga Anies berani untuk mengurusin ini, membangun sistemnya. Untuk Jakarta yang lebih baik ke depannya. Bukan sekedar aksesoris, tetapi membangun sistem yang mendasar.
Dan untuk Kemendagri, semoga kota kota lain memiliki standar yang bagus, disertai pengawasan yang ketat mengenai masalah underground ini. Sudah mulai dibangun sistemnya, karena banyak kota yang banjir, tercemar parah, jalan aspal cepat rusak, karena bahkan saluran air hujan aja ada yang gak punya.Â
Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H