Enaknya jadi politisi itu kalau sudah berhasil terpilih mending 'lupa' janjinya atau berupaya mewujudkannya?Â
Yang baik tentu kalau berupaya mewujudkannya. Janji tetaplah janji. Tetaplah harus ditepati, apalagi terhadap wong cilik.Â
Begitulah tampaknya yang ingin ditunjukkan Anies Sandi. 100 hari setelah pelantikan, atau 3 bulan 10 hari, janji itu berupaya dikebut untuk dikerjakan.
Beberapa memang mengesankan. Misalnya soal penutupan Alexis, pembatalan raperda reklamasi, hgb pulau reklamasi, membuka monas kembali untuk kegiatan keagamaan.Â
Beberapa lagi kontroversi. Termasuk yang mengganjal bagi saya adalah soal penataaan Tanah Abang dan hunian DP 0.
Kedua hal itu menurut saya butuh perencanasn yang lebih cermat. Perencanaan itulah yang harus diungkap ke publik. Misalnya, soal Tanah Abang: katanya rencananya menanti penataan blok G, PKL untuk sementara diijinkan mengokupasi jalan.Â
Sementara loh, bukan seterusnya. Atau seterusnya? Nah ini yang gak jelas. Apalagi kalau Anies atau Sandi defensif karena itu jalan provinsi mau pake kewenangannya sebagai gubernur?
Lah kalau seterusnya, ada wong cilik lain yang terzolimi pak, supir angkot dan pedagang blok G.Â
Pedagang blok G ini juga dulunya PKL, sebagian turun ke jalan lagi karena terlalu sepi sebagian lain tetap taat aturan. Tapi yang taat ini juga mulai ngancem mau ikut jadi PKL lagi jika emang PKL itu difasilitasi langsung 'menyambut' pegunjung yang 'membludak' turun dari stasiun Tanah Abang. Keadilannya dimana, pak.Â
Kemudian hunian DP 0%. Ini juga bagus sekali. Di salah satu stasiun TV saya lihat masyarakat sudah ramai datang mengunjungi marketingnya. Salah satunya seorang ibu penjual pecel yang sehari harinya ngontrak di tempat yang 'maaf' kumuh sekali.Â
Jangan sepelekan penghasilan si ibu yak. Karena saya suka nanya-nanya pedagang minuman panas yang sepedahan aja di Jakarta omsetnya minimal bisa Rp 200 ribu sehari (40 sachet@Rp 5000). Tukang gorengan juga kisaran segitu. Kalau terapi massage bisa jauh lebih gede lagi, Rp 200 ribu/hari bersih pendapatan untuk dianya aja.Â
Jadi mestinya bisalah bayar cicilannya. Hanya ternyata kan baru diluncurin bulan April. Karena regulasi dan masalah teknis lainnya belum rapi. Lah jadi kasian donk yang  udah pada ngantri?
Oh iya ini juga yang jadi pertanyaan, walau tercantum syaratnya belum punya rumah dan maksimal pendapatan Rp 7 juta, bagaimana cara memverifikasinya?Â
Dulu era Foke sempat ada hunian terjangkau, sebagian yang beli emang yang membutuhkan (termasuk temanku yang keluarganya puluhan tahun ngontrak di Jakarta, akhirnya bisa beli hunian ini karena skemanya terjangkau), tetapi unit lainya banyak dimiliki orang kaya yang langsung punya beberapa unit. Bisa pake nama siapa saja kan.
Jadi sekali lagi, perencanaannya lah yang harus diketahui publik dari awal. Dan harusnya rapi, sudah siap dari sisi regulasi,teknis dan skema trialnya.Â
Masyarakat yang membutuhkan mesti akan suka cita menyambutnya. Sementara yang tidak membutuhkan akan bertanya, kebijakan baru bikin Jakarta kian berantakan gak ya?Â
Hayoo Anies Sandi buktikan bahwa kelen pemimpin yang hebat untuk semua warga Jakarta.Â
Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI