Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa yang Dibidik Polisi soal Pidana Reklamasi?

15 November 2017   20:16 Diperbarui: 15 November 2017   20:35 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhirnya kepolisian ikut turun tangan menyelidiki perkara korupsi reklamasi. Perkembangan ini patut diacungi jempol, mengingat bahwa betapa banyaknya regulasi yang dilanggar terkait pelaksanaan reklamasi di wilayah pantai utara DKI Jakarta.  

Hingga awal November ini, kasusnya sudah ditingkatkan menjadi penyidikan, dengan memanggil beberapa pihak, diantaranya kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta (Edi Sumantri) dan pejabat lainnya di BPRD,serta  menyurati Kementerian KKP. 

Keterkaitan BPRD dengan kasus reklamasi memang  sangat erat, yaitu masalah NJOP hingga terbitnya secara 'ajaib' HGB pulau D. Bagaimana tidak ajaib? HGB baru diajukan tanggal 21 Agustus 2017 oleh pengembang, selang 3 hari kemudian sertifikat HGB pun terbit. 

 Ini melanggar Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional no. 1 tahun 2011,  pasal 4 tentang Pelimpahan Kewenangan Hak atas Tanah dan kegiatan Pendaftaran Tanah tertentu,pemberian HGB oleh BPN kepada badan hukum tidak boleh untuk tanah lebih dari 5000 m. Lah ini 3 jutaan meter loh, alias 312 ha!

Sedangkan proses kilatnya juga melanggar regulasi UU Pokok Agraria karena paling tidak minimal dibutuhkan waktu 14 hari untuk verifikasi dokumen (dengan asumsi dokumen telah lengkap, kalau belum mah bisa berbulan-bulan). 

Selain masalah HGB yang melanggar aturan, soal penerbitan NJOP tanah reklamasi pulau D juga dianggap secepat kilat, dan nilainya sangat rendah. Hanya Rp 3 jt/m. Jadi, setelah pencabutan moratorium oleh Menko Kemaritiman Luhut B. Panjaitan pada tanggal 6 Oktober 2017, tampaknya urusan NJOP dan HGB pulau reklamasi memang dikebut.

Padahal aturan fundamennya berupa Perda Tata Ruang dan Zonasi saja belum ada. Perda ini menjadi landasan peruntukan wilayah DKI Jakarta, khususnya pesisir dan pulau-pulau sekitarnya.

Raperda ini ditangguhkan karena kasus suap oleh APL kepada anggota DPRD,  Sanusi. Ketika penangkapan oleh KPK, ketua KPK Agus Raharjo menyebutkan bahwa ini kasus 'grand  corruption'. 

Betapa banyaknya pelanggaran hukum terkait reklamasi pulau-pulau di Jakarta ini. Bayangkan saja, IMB belum ada, bangunan sudah berdiri. Ijin belum jelas, jualan sudah kemana-mana, hingga ke negeri Tiongkok. 

Belum lagi kalau mengingat resiko lingkungannya. Aduh, sudahlah mohon hentikan reklamasi Jakarta ini. 

Resiko yang mengancam terlalu besar. Obyek vital pembangkit listrik yang menerangi Jakarta dan pulau Jawa terlalu dekat dengan pulau-pulau reklamasi itu. 

Belum lagi masalah cemaran lingkungan dari pasir-pasir untuk menimbun pulau-pulau itu., baik ketika mengambilnya maupun ketika sudah proses menimbunnya. 

Ini negara Pancasila. Jangan hukum dikadali oleh kekuatan modal.

Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun