Setelah demo besar tanggal 4 November 2016 lalu, Jokowi menyebutkan mengenai aktor politik kerusuhan setelah malam tiba. Jiahh, perasaan kerusuhannya gak seberapa deh, hehe. Itupun karena polisi duluan yang menembakkan gas air mata, karena hendak membubarkan massa. Massa panik kemudian melemparkan batu. Yang jelas para ustaz sempat sekuat tenaga menenangkan massa, sambil (ini saya lihat di TV) ada yang maju seorang diri mendekati polisi minta agar gas air mata dihentikan. Jadi kalau demo sekitar 300.000 bisa dikendalikan hingga pukul 18.00 aman damai, begitu malam mulai ada provokasi, yang dilihat yang malam itu kali, hehee.Â
Teman saya yang ikut demo menceritakan bahwa beberapa politisi emang serasa ada panggung orasi. Misalnya Ahmad Dhani. Tapi pas dia orasi, langsung ada teriakan minta dia turun. Begitu juga ketika Fahri Hamzah dan Fadli Zon ikutan orasi, banyak yang mencibir, karena kegedean omongnya, soal Revolusi, hehe. Yang ngademin malah orasi para ustaz/kyai yang selalu mengingatkan bahwa ini demo damai, dan jangan sampai terprovokasi. Â Padahal yang punya massa ya ustaz/kyai itu. Mereka nurut, termasuk pada Syeikh Ali Jaber yang ikutan demo dan sempat terluka hingga di bawa ke RS. Info mengenai beberapa ustaz yang terluka ini juga yang membuat massa menjadi marah.Â
Jokowi memang tidak menyangka bahwa demo tanggal 4 November akan sebesar ini. Kepanikannya begitu terlihat. Mendatangi Prabowo, mengundang ulama, hingga ada surat edaran Kementerian Pendidikan soal mahasiswa jangan ikutan demo. Tetapi move Jokowi salah sasaran. Bukan Prabowo, bukan SBY ataupun siapapun aktor politik yang menggerakkan demo ini. Tetapi semata karena orang merasa agamanya telah dinistakan. Dan perasaan itu bisa menyentuh siapa saja, sebanyak-banyaknya orang.Â
Bisa saja beberapa kalangan punya argumen yang menyebutkan bahwa itu bukan penistaanlah dan seterusnya, ya itu bagi merekalah. Jangan mikir orang lain juga menganggap sama, apalagi otoritas ulama (MUI) sudah bilang itu termasuk kategori penistaan agama.Â
Bahkan soal pendanaan yang katanya disponsori pihak tertentu juga aneh menurut saya. Karena donasi bergerak dari Wa ke Wa, dari individu ke individu, dari mesjid ke mesjid. Teman saya yang biasa mengkoordinir sedekah nasi setiap Jumat dan sudah memiliki jaringan hingga ke beberapa kota ikut mengkoordinir donasi individu ini. Bahkan karena dia juga penggerak sedekah oksigen ketika kebakaran melanda Sumatera-Kalimantan, dia juga bawa sedekah oksigen untuk orang-orang yang malam itu terkena gas air mata (bikin sesak napas soale).
Makanya saya sebut, sebenarnya ini adalah underground movement. Bukan gerakan elit. Kalau pas demo ada politisi yang butuh panggung, monggo aja, tetapi para demonstran juga tahulah siapa mereka, hehe. Jangan remehkan kemampuan bernalar manusia lain, termasuk para demonstran ini. Gerakan ini akan terus membesar, karena yang dituntut para pendemo adalah keadilan.Â
Dan kenapa mereka berharap bertemu Jokowi? Karena mereka ingin ada statement dari otoritas kekuasaan tertinggi, Jokowi sebagai Presiden RI mengenai komitmen penegakan hukum. Makanya pada diam terus diistana sampe malam. Nungguin Jokowi yang tidak mau menemui mereka. Kenapa sangat penting? Karena mereka tahu bagaimana dekatnya Jokowi dengan Ahok. Ketika Jokowi menyebutkan ada aktor politik menunggangi aksi demo 4 Nov, apakah Jokowi bisa berkaca siapa yang dia bela?
Underground Information
Selain sebagai gerakan akar rumput, sistem informasi yang beredar di kalangan ini juga merupakan sistem informasi 'bawah tanah'. Bukan merujuk ke media mainstream, yang sangat bias menilai gerakan ini. Rujukan biasanya melalui informasi dari wa ke wa, karena informasi yang sebenarnya melalui pengalaman individu yang terlibat langsung. Misalnya ketika demo, saya lihat di media mainstream yang terluka disebutkan hanya dari pihak kepolisian, padahal dari para demonsrtan juga ada sekitar 15 orang, termasuk para kyainya. Â
Kemudian juga diskusi mengenai gerakan selanjutnya atau apa yang akan dilakukan, tidak tercover oleh media. Media tahunya kan pas aksi sudah besar. Dulu ketika 98 Amien Rais mau menggerakkan sejuta orang mengepung istana aja bisa gagal, tetapi gerakan ini bisa terwujud. Pengumpulan massa sebesar ini, yah karena itu, ada informasi yang tidak formal, ada pemimpin yang tidak formal. Merekalah yang paling penting dari gerakan tersebut.Â
Ya sudah gitu aja. Salam damai Indonesiaku. Hidup NKRI, harga mati.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H