Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beda Sutiyoso, Foke, Jokowi hingga Ahok sebagai Gubernur DKI

17 Oktober 2016   13:04 Diperbarui: 17 Oktober 2016   18:44 2629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai orang yang sudah lama tinggal di Jakarta, saya mengalami kepemimpinan era Sutiyoso hingga Ahok sekarang ini. Bahkan untuk Foke hingga Ahok aku sudah  pernah bertemu untuk advokasi suatu masalah, mulai dari udara bersih, sistem transportasi hingga pangan aman.  Kalau Sutiyoso malah belum pernah ketemu, tetapi pas kantor kami ultah dia datang ke kantor (aku belum masuk sih, kata bosku), padahal di kantorku itu parkir aja susseh. Maklum bukan kantoran di jalan protokol hehee. 

Sutiyoso jadi gubernur DKI sejak tahun 1997 hingga 2007. Jadi 10 tahun ya atau 2 periode. Ketika itu belum pilkada langsung, jadi hanya dukungan dari DPRD. Dan pas era Sutiyoso Jakarta mengalami masa-masa yang amat berat, kerusuhan Mei 1998. Syukurlah, trauma itu segera pulih. 

Nah, apa jejak Sutiyoso yang berarti bagi warga DKI? Ketika Sutiyoso jadi Gubernur pula, dia membuat suatu terobosan untuk sistem transportasi publik, yaitu dengan membuat Transjakarta pada tahun 2004. Jadi ingat, ketika itu masyarakat senang banget ada Busway. Apalagi di awal-awal peluncurannya digratisin. Saking senangnya ada Busway, banyak yang hanya naik keliling Jakarrta doank, bukan karena mau kerja atau belanja, hehee.  Maklum, puluhan tahun warga Jakarta naik transportasi yang kualitasnya parrah banget. 

Bukan hanya Busway, Sutiyoso juga mencanangkan monorail, yang mankrak hingga sekarang. Dia juga sudah mengusulkan pengadaan MRT dibawah kendali pusat, tetapi ketika itu hitung-hitungan resiko investasinya belum masuk bagi investor. 

Setelah Sutiyoso, Jakarta baru mengalami yang namaya pilkada langsung, tahun 2007. Foke menang, dan menjadi Gubernur selama 5 tahun hingga 2012. Foke yang murni birokrat malah bukan termasuk eksekutor, sehingga MRT dimasanya tetap saja belum dieksekusi. Tetapi untuk urusan taman, di era Foke banyak taman yang dibangun. Diantara yang sangat luas taman hutan kota Panjaringan, taman di area Banjir Kanal Timur, dan yang paling sering kami nikmati adalah taman di Tebet. Saya tahu taman ini dibangun di era Foke, karena ada tanda tangan Foke disitu. Taman ini luas banget, ada kolam teratainya yang sangat indah, jogging track dan area taman dengan bebatuan untuk refleksinya.

Sedangkan era Jokowi, yang paling mengesankan bagi saya adalah program kampung deretnya. Ada di Cilincing, Tanah Tinggi, dan beberapa area lagi. Di Tanah Tinggi malah saya datangi langsung dan terharu banget lihat warga demikian antusias menanti rumahnya jadi. Reportasenya sempat saya tulis di Kompasiana. Di era Jokowi juga sistem pelayanan di kelurahan berubah total. Pada tahun 2013, kami mengadakan survei pelayanan di kelurahan di Jakarta, dan rata-rata sudah sangat bagus pelayanannya (ruang tunggu ber-AC pelayanan tatap muka, dst). Pelayanan satu Pintu juga dimulai di era Jokowi.  Begitu juga dengan Kartu Jakarta Pintar (KJP) dimulai di era Jokowi. 

Di era Ahok, program yang keren menurut saya adalah aplikasi pengaduan Qluenya. Tadinya saya kira pengaduan menggunakan Safety Pin. Saya sudah sempat buat aplikasi Safety Pin itu, ternyata kemudian dirubah menjadi Qlue. Hanya menurut saya, kelemahannya adalah tingkat partisipasi warga untuk menggunakan Qlue ini masih rendah dan mekanisme tindak lanjutnya belum jelas.  Begitu juga akses internet yang belum menjadi milik publik di taman-taman. Kan garing, pas mau upload pengaduan, eh jaringan kagak ada, hehee.

Yah, jadi gitu deh menurut saya yak, semoga program-program yang baik diteruskan oleh siapapun Gubernur yang terpilih ntar. Kadang roadmap soal penanganan banjir, pemukiman, kesehatan, pendidikan, transportasi publik, sudah ada dan canggih-canggih, tetapi eksekusinya yang lelet. Ada eksekusi yang cepat, tetapi caranya kurang tepat. 

Dan kalau ada program yang menimbulkan kontroversi di masyarakat, buka donk ke publik kajiannya. Libatkan partisipasi warga dalam menyusun hal-hal yang menyangkut hajat hidup rakyat. Libatkan sebanyak mungkin ahli, dan rencananya dipaparkan secara terbuka. 

Yah sudah gitu saja. Salam Kompasiana!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun