[caption caption="sumber: www.indeksberita.com"][/caption]Hari ini hari Kartini, jadi ingat seorang perempuan korban penggusuran Luar Batang yang sedang hamil. Dia menyeka air matanya, tinggal di perahu bersama anak-anaknya dengan kondisi yang sangat tidak layak. Rumah mereka sudah diratakan dengan tanah. Masih ratusan KK yang bertahan disini. Baik karena rusun memang belum tersedia, maupun karena memang tidak mau pindah. Karena profesinya memang nelayan. Masak pindahnya malah ke Rusun Marunda atau Rawa Bebek yang gak ada lautnya?
Mengapa harus buru-buru menggusur? Apakah ini terkait dengan ijin reklamasi? Tentu view dari apartemen nan megah di pulau reklamasi akan sangat tidak elok dengan adanya area kumuh Luar Batang ini? Karena area Luar Batang ini memang amat dekat dengan Pluit City, PIK, dan bahkan Pantai Mutiara, dimana Ahok tinggal.
Saking terburu-burunya menggusur, permintaan setelah lebaran saja diabaikan. Padahal ada pertimbangan lain, mengingat anak-anak sedang sekolah dan akan menghadapi ujian. Bahkan ketika penggusuran terjadi, beberapa anak menjadi korban kekerasan. Di berita kompas.comini tertulis, bagaimana Pepih seorang anak melihat teman-temannya diinjak, diusir, diseret, diceburkan ketika melihat rumah mereka diratakan dengan tanah.
Yang parahnya, penggusuran akan dilanjutkan bulan Mei ini. Ribuan KK akan digusur, dipindah paksakan ke tempat yang belum tentu sesuai dengan kehidupan mereka. Dipaksa untuk alih profesi. Tidak ada dialog, sosialisasi, musyawarah. Bahkan tidak ada warga yang tahu blue print sebenarnya kawasan itu mau dijadikan apa? Malah yang beredar blue print kawasan itu akan dikapling oleh pengembang?
Padahal, warga Luar Batang ini memiliki kontrak politik dengan Jokowi, ketika kampanye pilgub tahun 2012 lalu. Kontrak politik yang membuat pasangan Jokowi - Ahok menang telak di Luar Batang. Isi kontrak politik tersebut adalah:
1. Legalisasi kampung ilegal. Kampung yang sudah ditempati warga selama lebih dari 20 tahun, tidak dalam sengketa, maka akan diakui haknya dengan sertifikat hak milik.
Jangankan 20 tahun, warga Luar Batang ada yang sudah 3 turunan tinggal disini. Daerah ini sudah jadi daerah bersejarah saking tuanya, tetapi memang gak keurus. Padahal tinggal dibikin desain yang baik, atau rusun sederhana, tetapi tetap diwilayah itu. Area ini lebih tua dari pantai mutiara (tempat Ahok tinggal), PIK, apalagi Podomoro City dan Pluit City yang walaupun sudah moratorium reklamasi masih berjalan terus aktivitas membangunnya. Kok gak dihentikan?
2. Pemukiman kumuh tidak digusur, tetapi ditata. Pemukiman yang berada di lahan milik BUMN atau swasta akan dinegosiasikan dengan pemilik lahan. Gubernur akan menjadi mediator.
Jadi daerah kumuh ditata sebaiknya. Pakai desain arsiteklah. APBD DKI cukup mampu untuk menata seperti itu.
Kemudian, disini juga disebutkan gubernur mau jadi mediator. Tetapi sekarang boro-boro ada dialog, malah yang terjadi SP dalam waktu hitungan hari. Malah ada yang tidak kena proyek tanggul, tetapi tetap akan digusur, kaget setengah mati terus meninggal ketika tahu akan digusur.
3. Perlindungan dan penataan ekonomi informal;Â PKL, becak, nelayan tradisional, dstnya.
Kontrak politik itu ditanda tangani oleh Jokowi pada tanggal 15 September 2012. Semoga Jokowi yang kini menjadi Presiden ingat bahwa beliau pernah menanda tangani kontrak politik tersebut.
Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H