[caption caption="Danau Toba dari Simalem Resort. Foto by Muassis"][/caption]Aduh, senangnya Jokowi ke Danau Toba. Danau ini indah banget, jauh lebih indah dari Danau di Geneva Swiss yang pernah saya lihat. Tetapi yang bikin empet emang tata kelola destinasi wisata ini. Dulu teman bule yang pernah magang di kantor kami juga bilang gitu. Dia suka sekali view Danau Toba, tetapi gak suka lingkungannya yang jorok dan orang-orangnya disini. Jiah, tentu saja karena ndilalahnya dia ketemu orang yang emang suka manfaatin turis. Tepu sana-sini. Kalau ketemu yang baik, ramah dan tidak sombong, ya gak komplain kali.
Ehmm, Danau Toba. Sedari kecil, kalau berwisata kami mesti kesini. Dengan keluarga besar. Hampir tiap tahun. Setelah merantau sekolah ke Bandung, wisata kesini kalau pulang kampung saja. Terakhir kami ke Simalem, itupun dua tahun yang lalu. Pas lebaran kemarin gak jadi ke Danau Toba, karena mengingat gunung Sinabung masih menyemburkan asap.
Saya punya rasa optimis kehadiran Jokowi di Danau Toba bisa cepat memperbaiki sistemnya.  Dulu mau dibikin macem-macem, penolakan dari masyarakat disini  kuat banget. Mengapa saya optimis? Karena ketika masalah pengungsi Sinabung, penanganan pengungsi juga langsung bisa cepat. Bupatinya langsung bekerja dibawah arahan Jokowi, karena selama ini Gubernurnya gak gitu perhatian. Eh sekarang malah Gubernurnya kena kasus.
Nah, ada beberapa masukan mengenai pengelolaan wisata Danau Toba yang semoga bisa diperhatikan:
1. Akses ke Danau Tobanya. Ada dua akses, melalui kota Siantar atau melalui Brastagi. Kalau yang melalui Brastagi sudah rada mendingan akses jalannya. Tetapi yang via Siantar, ampiun dah, rusak banget. Â Apalagi kalau hujan, rasanya naik mobil serem deh, takut tergelincir dan masuk jurang. Selain jalannya rusak, juga kurang lebar. Jadi kalau berpapasan dengan mobil gede atau truk mesti hati-hati banget. Selain dua akses ini, diharapkan juga ada akses lainnya. Kalau perlu dibuat helipad sehingga kalau turis atau wisatawan domestik mau naik heli ada tempat mendaratnya.
2. Ruang publik untuk pesisir Danaunya sudah dikuasai hotel. Harusnya seperti di Kuta, dimana setiap hotel berjarak terhadap pantai (walaupun beda danau dengan laut, tapi sama-sama alam kan milik Tuhan, nahloh hihii). Â Jadi pesisir Danau tetap menjadi milik publik, dengan tiket harga terjangkau. Kecuali beberapa titik tertentu yang dianggap ekslusif banget bolehlah.
3. Kebersihan lokasi wisata. Termasuk toilet dan tempat-tempat publik lainnya. Ini juga parah banget deh. Begitu juga dengan danaunya yang biasa dipakai untuk berenang. Diharapkan kebersihan lokasi wisata ini benar-benar menjadi perhatian pengelola.
4. Kejujuran para pedagang, guide, penyewa kapal (ke samosir) dan lainnya. Untuk meningkatkan rasa aman turis dari berbagai macam penipuan, dibuat akses pengaduan dan informasi yang jelas bagi wisatawan. Dan ada pembinaan terhadap para pedagang, guide dan sebagainya disana untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, ramah, suka menolong dan saling menghormati.
5. Dibuat fasilitas penunjang destinasi wisata yang semakin membuat wisatawan betah berlama-lama disini. Seperti trotoar, taman publik, tempat bermain anak, penataan lokasi penjualan suvenir; dan sebagainya yang indah dan menyenangkan.
Dan yang paling penting, masyarakat lokal lah yang harus mendapatkan keuntungan terbesar dari penataan destinasi Danau Toba ini, dengan memperhatikan kearifan lokal.
Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H