Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terpilih. Dari kiri ke kanan: Saut Sitomorang, Laode Muhamad Syarif, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, dan Agus Rahardjo. (DOK. KOMPAS.COM/KOMPAS/TRIBUNNEWS)
Pimpinan KPK akhirnya terpilih melalui voting oleh anggota DPR. Yang terpilih adalah Agus Rahardjo, Basariah Panjaitan, Alexander Marwata, Saut Situmorang dan Laode Muhammad Syarif. Sayang, Johan Budi gagal terpilih, sehingga semua pimpinan KPK adalah orang-orang baru. Ketika melihat profil pimpinan KPK ini, duh, langsung keraguan membayang akan sepak terjang tajam KPK. Ada beberapa prinsip pimpinan KPK yang seharusnya ada, tetapi disini saya ragukan.
1. Masalah independensi KPK. Beberapa pimpinan KPK memiliki kedekatan khusus dengan pejabat negara, seperti yang disinyalir antara Basariah dengan Budi Gunawan dan Saut Situmorang dengan Luhut Panjaitan. Tentu saja kedekatan antara pimpinan dan bawahan bisa saja terjadi, tetapi semoga ini tidak menjadi conflict of interest ketika mengungkap suatu kasus.
2. Track record profesionalitas dalam menangani suatu kasus. Ternyata salah seorang pimpinan KPK, Alexander Marwata (AM) beberapa kali (sumber Kompas TV menyebutkan hingga 10 kali) membuat dissenting opinion terkait kasus korupsi. Salah satunya kasus Atut Chosiyah, dimana AM menyatakan Atut tidak bersalah. Lah, bapak ini kok bisa lolos pansel KPK?
3. Kebersihan sumber kekayaan. Berbeda dengan pimpinan KPK sebelumnya yang berprofil sederhana, pimpinan KPK kali ini cukup berpunya. Gak papa tentu kalau dari sumber yang halal. Basariah Panjaitan merupakan pimpinan KPK terkaya dengan kekayaan Rp 9,896 Milyar, Saut Situmorang malah punya Jeep Rubicon senilai Rp 1 M dan nomor polisi modifikasi pada mobilnya B S4 UTS. Sayangnya, salah seorang pimpinan KPK, Laode yang seorang akademisi tidak pernah melaporkan kekayaannya pada negara. Bukannya ini melanggar peraturan yak?
4. Pandangan soal Revisi UU KPK. Ini yang diragukan, karena DPR ngotot banget mau revisi KPK, yang dipilih adalah yang pro-revisi?
5. Dari 5 pimpinan yang terpilih, 4 adalah orang pemerintahan yang biasa bekerja dalam birokrasi. Sementara satu orang dari akademisi, yang dunianya banyak birokrasinya juga. Apakah irama kerja birokrasi akan sama dengan irama kerja seorang pejuang pemberantas korupsi? Biasanya beda kali yak.
Itu soal keraguan saya. Semoga dijawab KPK dengan sebaliknya; kerja yang tangguh, tajam dan terpercaya.
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H