Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Penambang Belerang Kawah Ijen, Kenapa Tidak Punya KIS?

1 Juli 2015   15:03 Diperbarui: 1 Juli 2015   15:03 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Jadi ceritanya ini honeymoon kesekian ya, jalan-jalan berdua wae ke Bromo dan Kawah Ijen, pas awal Juni 2015 lalu. Kalau Bromo, memang keindahannya sudah terkenal sejagat. Buktinya? Lah, turis asing dan domestik tumplek blek disini. Penuh banget dah. Padahal kalau melihat mentari terbit, kudu belain datang dini hari. Dari Malang bisa jam 1-an, terus nungguin di Bromonya jam 4-an, hingga mentari terbit.

Keesokan harinya, setelah dari Bromo, kami lanjut ke Kawah Ijen di Banyuwangi. Berangkatnya dari Malang sekitar sore, melalui Bondowoso, masuk ke kaki Gunung Ijen tengah malam. Lewat Bondowoso ini juga saran dari supir mobil yang kami sewa, katanya kalau dari Banyuwangi, bisa distop dan harus pindah ke mobil Trooper, dengan bayaran yang lumayan mahal. Oh gitu, namanya kita gak tau situasi ya kita nurut aja.

 Pas sampe di kaki Gunung Ijen, kami mah sedang nyenyak-nyeyaknya ketiduran di mobil.  Baru jam 2-an, supir membangunkan, bilang kalau guide atau pemandu kami sudah siap, dan pintu/portal ke Kawah Ijen sudah dibuka. Nama pemandu kami pak Koni. Lumayan ditemanin pak Koni. Tas ransel langsung pindah, hehee. Maklum, baru jalan naik sedikit, kita sudah ngos-ngosan. Rasanya napas jadi sesak. Tetapi setelah adaptasi bentar, sudah semangat lagi jalannya agak cepetan. Lumayan juga kita jalannya, sekitar 2 jam-an, sampe deh di Kawah Ijen.

Ketika jalan itu, beberapa penambang belerang juga sudah mulai muncul. Pak Koni akrab menyapa mereka. Eh pas ngobrol, pak Koni bilang, dia juga penambang belerang. Sekarang karena turis lagi ramai, nyambi jadi guide. Kita ngobrol banyak deh dengan pak Koni. Aku nanya, apa pak Koni punya KIS (Kartu Indonesia Sehat)? Ternyata belum euyy. Secara penambang belerang sebenarnya sangat beresiko pekerjaannya. Tanya teman-temannya yang lain sesama penambang gimana, eh ternyata sama. Yang saya lihat, mereka hanya peduli mencari nafkah dengan kerja seberat itu. Membawa belerang hingga 70 kg, dipanggul, dari Kawah Ijen hingga ke kaki gunung Ijen. Ketika mendaki, jalannya begitu tertatih-tatih. Tidak memakai alat keselamatan apapun. Tidak ada masker, hanya sepatu bot yang melindungi kakinya. Upahnya juga gak seberapa.

Resiko bahaya pekerjaan penambang belerang: pertama dari belerangnya sendiri yang merupakan bahan berbahaya, bersifat korosif. Asapnya saja bisa mengiritasi pernapasan, bikin sesak. Kemudian, perjalanannya sendiri, banyak yang begitu curam. Terutama area turun-naik ke kawah ijennya itu, curam banget. Khawatir aja mereka terpeleset, atau keliengan karena cape terus tergelincir. Kadang mereka memang ngaso sebentar di bebatuan, terus mendaki naik lagi. Duh, rasanya gak tega banget lihat bawaan mereka seperti itu.

Kalau kata pak Koni, ada sekitar 400 penambang belerang disini. Gimana dengan kepedulian bupati Banyuwangi? Ternyata pak bupati menyempatkan diri sebulan sekali mendatangi penambang belerang. Sering memberi hadiah, peralatan keselamatan kerja seperti masker. Tetapi sambil ketawa pak Koni bilang, peralatan itu dijual kembali oleh penambang.

Yup, yang saya harapkan, semoga para penambang belerang ini bisa mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS), sehingga jika sakit bisa berobat dengan tenang. Penyakitnya gak dibiarkan. Kalau lagi sehat tentu gak butuh, butuhnyan ya ketika sakit itu. Terus, semoga anak-anak mereka juga mendapatkan KIP (Kartu Indonesia Pintar), sehingga bisa terakses terus sekolahnya, dan bisa memutus rantai nasib orangtuanya, para penambang belerang ini.

Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun