[caption id="attachment_420514" align="aligncenter" width="512" caption="Menghindari Mafia Beras; Ini 5 Langkah Mendekatkan Petani ke Konsumen"][/caption]
Sebenarnya selama ini struktur pasar beras sangat tidak berpihak kepada petani. Dari sisi harga pembelian gabah, kemudian harga yang dibeli konsumen, petani tidak cukup mendapat marjin yang memadai sebagai sumber nafkah. Masih banyak yang terjerat ijon, karena butuh uang cash cepat, untuk biaya hidup sehari-hari.
Apalagi dengan adanya mafia beras. Yang ngambil keuntungan besar siapa, yang berkeringat berdarah-darah di sawah siapa. Mafia menekan harga pembelian ke petani, menjual dengan marjin yang besar, dan yang paling jahat, jika melakukan penimbunan hingga harga naik. UU Pangan No. 18 tahun 2012 sebenarnya sudah memberikan sanksi yang tegas bagi penimbunan ini, tetapi sistem pengawasan dan penegakan hukumnya yang belum optimal.
Harga yang adil bagi petani, itulah kunci petani bisa sejahtera. Tetapi dengan begitu panjangnya mata rantai dari petani hingga ke konsumen akhir, petani hanya dapat harga yang minim sekali. Termasuk ketika diserap oleh Bulog, tak kirain langsung ke petani. Tetapi ternyata ada mata rantainya lagi hingga ke petani.
Oleh karena itu, ini ada 5 langkah mendekatkan petani ke konsumen akhir yang diinisiasi oleh YLKI, teman-teman dari ADS (Aliansi Desa Sejahtera), API (Aliansi Petani Indonesia), AOI (Aliansi Organis Indonesia), dan beberapa komunitas lainnya, yaitu:
1. Melalui media online. Ini sedang dijajaki, dan ada beberapa kendala teknis yang berupaya diatasi. Misalnya sistem pengiriman, dan seterusnya. Semoga jika masalah ini bisa diatasi, kita bisa langsung order online....:D
2. Di kota-kota yang berdekatan dengan persawahan, teman-teman menginisiasi kelompok petani - konsumen, di mana konsumen dapat langsung membeli beras dari petaninya.
3. Melalui koperasi-koperasi petani di daerah. Tetapi tentu tidak bisa beli eceran kali ya, tetapi sekalian banyak. Misalnya teman sekantor, arisan, PKK. Seperti kantorku, kami langsung beli beras delanggu ke koperasi petani, dalam jumlah banyak setiap bulan. Soalnya kantor kami masih pake cara kuno,hehee, setiap karyawan dapat jatah 25 kg beras tiap bulan.
4. Penyerapan langsung oleh pemerintah daerah. Kalau pemerintah daerah cukup peduli dengan kondisi petani ya seraplah beras hasil pertanian di daerahnya. Terus lihat, apakah petani cukup punya penggilingan padi apa enggak. Karena salah satu masalah petani adalah akses terhadap penggilingan padi.
5. Pasar tradisional & ritel modern yang menerapkan prinsip 'fairtrade' atau Bisnis Inklusi (bisnis yang memperhatikan kaum dhuafa, marjinal dalam proses bisnisnya) terhadap petani. Jadi sistem perdagangan yang adil, dimana pasar tersebut memiliki kontrak pembelian beras ke petani dengan harga yang adil bagi petani. Duh, ini mimpi kali yee. La wong katanya mafianya begandul disini. Tetapi optimis deh, semoga bisa terwujud. Apalagi kalau pembenahan pasar tradisional serius dilakukan.
Ya sudah gitu aja, Salam Kompasiana!
- Ilyani Sudardjat -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H