Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Dikira TBC, Padahal Hipertensi Paru; Apa Itu?

5 Mei 2015   10:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:22 1220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_415071" align="aligncenter" width="431" caption="Peringatan Hari Hipertensi Paru di sebuah Mall, bluelipkiss. Sumber FP Hipertensi Paru"][/caption]

Hari saya dapat link dari teman saya mengenai hipertensi paru. Ternyata hari ini, tanggal 5 bulan 5 tahun 2015 adalah Hari Hipertensi Paru Se-Dunia. Waduh, terus terang, saya baru dengar tentang penyakit ini. Biasanya kan tahunya hipertensi alias darah tinggi ya darah tinggi. Kalau paru kena darah tinggi maksudnya begimane?

Teman saya yang saya sayangi ini, teman sekantor yang amat kreatif. Banyak acara kantor gak akan rame tanpa inisiatif dan acara yang dibuatnya. Kemudian teman ini masuk jadi PNS, di Sekneg. Dia sudah diterima ketika itu, tetapi kalau mau jadi PNS ternyata ada syarat pemeriksaan kesehatan yang cukup lengkap. Disitu ketahuan jantungnya bermasalah. Syukurlah, masalah kesehatan tersebut tidak mempengaruhi diterimanya doi di Sekneg.

Yang saya tahu, jantungnya yang bermasalah. Ternyata itu bukan semata karena jantung, tetapi juga karena ada hipertensi diparunya. Temanku ini beruntung, diagnosanya cepat ketahuan. Sehingga penanganan sakitnya tepat, obatnya tepat. Yang paling sering kejadian, diagnosanya salah, penanganan salah, obatnya salah.

Seperti kasus seorang ibu yang anaknya didiagnosa sakit TBC. Setelah berbulan-bulan diberi obat TBC, tetapi tidak kunjung sembuh, malah tubuhnya terus melemah, timbul nanah di mata kakinya, tulang kaki mengecil, hingga lumpuh, tidak bisa lagi berjalan.  Sang ibu sudah menghabiskan banyak biaya, bahkan menjual rumahnya dan tinggal di kontrakan, untuk memeriksakan anaknya ke berbagai dokter dan rumah sakit, karena ketika itu sang ibu mulai menyadari, anaknya bukan menderita TBC, tetapi penyakit apa? Akhirnya di RSCM, baru dokter menyatakan bahwa anaknya menderita hipertensi paru.

Jadi apa sebenarnya hipertensi paru itu? Darah tinggi di paru ini maksudnya adalah keadaan di paru dimana pembuluh  arteri di paru-paru dan di sisi kanan jantung bertekanan tinggi sehingga darah sulit melewati paru-paru dan mengakibatkan jantung bekerja lebih ekstra untuk memompa darah.   Gejalanya sebagai berikut: sesak napas, jantung kanan bengkak (terlihat ketika rontgen), nyeri di dada, pusing, pingsan, gampang lelah, bengkak air (edema) pada tungkai kaki, lengan dan perut, batuk kering, jari menjadi pucat/biru, kadang terasa sakit.

Sayang, obat untuk hipertensi paru di Indonesia sangat mahal. Obat ini masih obat paten, yang harga sebutirnya Rp 150.000, itu belum termasuk obat lainnya, yang harus didapatkan di luar negeri dengan harga selangit. Untuk mengakses obat paten lebih murah, ada berbagai cara, yang membutuhkan lobi tingkat tinggi. Dan itu hanya pemerintah yang bisa melakukannya, bukan swasta, apalagi masyarakat.

Pertama compulsory license, dimana pemerintah memiliki otoritas untuk meminta sebuah perusahaan obat paten menurunkan harga karena kondisi tertentu, atau memberikan ijin perusahaan tertentu membuat generik suatu obat paten. Royalti paten tetap dibayar, tetapi dengan harga jauh lebih murah berdasarkan standar lokal atau hasil arbitrase. Contohnya India yang memberi ijin perusahaan didalam negerinya memproduksi obat paten Bayer untuk penyakit kanker, Sorafenib tosylate dibuatkan generiknya. Tetapi India digugat karena itu di WTO.

Yang kedua melalui parallel import, yaitu pemerintah (government use) mengimpor suatu obat dari negara lain tanpa seijin dari pemegang hak patennya, sering juga disebut dengan grey products, atau produk mirip dengan patennya tetapi bisa jadi lebih murah.  Misalnya, Tiongkok mendapatkan hak paten memproduksi suatu obat, tetapi bisa menjual dengan harga yang lebih murah, maka bisa saja Indonesia mengimpor dari Tiongkok, tidak langsung ke AS dimana perusahaan pemilik hak paten berada.

Yang jelas, keberanian pemerintah Indonesia dalam mengakses obat paten untuk kepentingan rakyatnya sangat dibutuhkan; bukankah obat diteliti dan dihasilkan untuk menyembuhkan penyakit? Apa gunanya suatu obat jika tidak dapat diakses oleh masyarakat yang menderita sakit parah?

Untuk mengetahui info lebih lanjut penyakit hipertensi paru ini bisa dilihat di fp Hipertensi Paru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun