Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Petugas Puskesmas: Setiap Bulan Membantu Remaja Melahirkan

2 Mei 2013   18:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:14 1962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_258670" align="aligncenter" width="555" caption="Ilustrasi/Admin (Romana Tari)"][/caption] Ini pengakuan petugas puskesmas pasar minggu, ketika saya ikutan survey Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diadakan oleh dinkes/dinsos DKI awal April 2013 lalu.  Menurut petugas puskesmas, angka itu angka minimal. Jadi bisa lebih dari 1 kasus remaja usia kurang dari 16 tahun yang melahirkan di puskesmas sini. Malah ada yang periksa ke bidan disini, didampingi oleh pacarnya. Tetapi ketika ditanya mengapa tidak dinikahkan ataukah mempunyai rencana menikah, jawabannya tidak berminat menikah, karena sudah saling tidak suka. Nah loh. Dan karena melahirkan di puskesmas sini, status sosialnya memang kalangan gak mampu. Nanti setelah melahirkan, orangtua si perempuan yang akan merawat anaknya. Sementara remaja itu bisa jadi meneruskan sekolahnya. Bisa jadi juga tidak meneruskan sekolah, jika orangtuanya menuntut untuk memberi makan/nafkah anaknya tersebut. Secara nasional, angka remaja 15-19 tahun melahirkan memang cukup meningkat. Berdasarkan hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun 1997 berjumlah 35 per 1000 remaja putri, tahun 2012 meningkat menjadi 48 per 1000 remaja putri. Dari angka itu, yang paling tinggi ada di pedesaan yaitu 69 per 1000 remaja putri, dibandingkan dengan 32 per 1000 remaja putri. Mengapa remaja hamil ini bisa tinggi? Ini indikator pernikahan dini digabung dengan hamil di luar nikah. Jika saja pendidikan serius dilakukan, termasuk di pedesaan, dijamin tidak akan banyak orang yang terlibat pergaulan ataupun pernikahan dini seperti ini. Pendidikan yang mencerahkan, yang membuat semua orang ingin maju dan memandirikan dirinya sendiri. Melihat angka ini, jadi inget temen mbakku dari lampung minggu lalu datang. Kata mbakku, temennya ini hamil di luar nukah ketika usianya 14 tahun, kemudian  melahirkan. Usianya sekarang 16 tahun, dan mencari kerja di Jakarta, meninggalkan bayinya yang berusia satu tahun kepada orang tuanya. Miris sekali melihat kehidupan remaja putri ini. Apalagi di pedesaan. Dia tidak lagi sekolah. Sebenarnya juga tidak boleh mencari kerja, karena masih dibawah umur. Tetapi bagaimana dengan nafkah anaknya dan orangtuanya yang juga menggantungkan hidup padanya? Remaja-remaja putri ini, sudah menanggung beban kehidupan, di saat seharusnya menikmati dunia remaja dan haknya untuk memperoleh pendidikan. Tetapi status ekonomi, sosial mempengaruhi hak atas pendidikan tersebut. Padahal, bukankah akses pendidikan termasuk harapan yang paling kuat dalam memutus rantai kemiskinan? Disaat orang sibuk dengan UN, ya mereka sibuk memikirkan nafkah anak/keluarganya. Dan hari pendidikan nasional seperti ini juga tidak ada artinya ketika akses pendidikan yang membawa kemashalahatn bagi mereka sudah tertutup. Cari nafkah, makan hari ini. Kalau tidak ya bakal kelaparan. Hak Pendidikan untuk Semua memang cuma utopi.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun