Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Masukan bagi Jokowi: Banyak Warga Kaya Bermental Miskin, Rawat Inap di VIP, Operasi Minta KJS

18 Maret 2013   07:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:34 2452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13635963431678617296

[caption id="attachment_250141" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption] Tadi pagi ikutan rapat membahas evaluasi dan monitoring Kartu Jakarta Sehat alias KJS. Evaluasi ini memang bukan di atas kertas, tetapi harus turun ke lapangan, melihat kapasitas Puskesmas dan Rumah Sakit (RS) terutama milik daerah (RSUD) dalam melayani pasien KJS. Sistem KJS memang merupakan sistem yang sangat mempermudah warga DKI yang tidak mampu untuk memperoleh pelayanan kesehatan sebaik-baiknya. Hanya menggunakan KTP DKI, sudah bisa dilayani. Tidak ada batasan pembiayaan. Mau operasi, ICU, pengobatan maupun rawat inap (kelas tiga), semuanya ditanggung Pemprov DKI. Monev (monitoring dan evaluasi) memang baru dijalankan seminggu. Itupun baru percobaan, dievaluasi lagi metodologinya, dan akan fix minggu ini. Walau baru turun seminggu (aku belum ikut, baru akan minggu ini), ada beberapa hal penting yang ditemukan di lapangan. Yang pertama, ada indikasi kuat, bahwa secara etika beberapa pasien yang seharusnya tidak berhak mendapatkan KJS, ikut menggunakan KJS ini. Tentu saja ini akan mengurangi hak orang-orang dhuafa, yang benar-benar membutuhkan program KJS menjadi tidak terlayani. Indikasi itu terlihat dari beberapa kasus, diantaranya diungkapkan oleh seorang surveyor, ada kasus dimana seorang pasien ketika rawat inap di VIP (berarti mampu), tetapi kemudian ketika operasi, dia memakai program KJS sehingga gratis. Ini berarti pasien yang relatif lebih mampu ini telah mengambil hak orang yang lebih tidak beruntung darinya dalam mendapatkan program KJS. Kemudian, beralihnya pasien yang menggunakan Askes ke KJS. Tentu saja pasien Askes bisa dikatakan kelas menengah (PNS), yang sebenarnya juga sudah terlindungi oleh sistem asuransi. Tetapi masih menggunakan KJS, karena menganggap Askes lebih ribet, dan memakai batasan biaya (platform), sementara KJS sistemnya fee for service (berapapun biayanya akan ditanggung). Kalau Askes sistemnya kapitasi pelayanan. Selain Askes, peserta jamkesmas yang mendapatkan asuransi kesehatan masyarakat miskin (Askeskin, program pusat), juga beralih ke KJS. Ini juga karena askeskin memakai paltform tertentu dan lebih ribet, sehingga warga DKI lebih senang menggunakan KJS. Kalau peralihan ini, sebenarnya tidak masalah, karena pemegang askeskin memang orang-orang yang tidak mampu. Sekarang, pengguna KJS memang sangat membludak. Sehari rata-rata Puskesmas mendapat 200 pasien, dan RSUD sekitar 1000 pasien, meningkat sekitar 60-70%. Tetapi jika mereka memang sakit dan membutuhkan perawatan, memang kewajiban pemerintahlah untuk tetap melayaninya. Siapa sih yang mau sakit? Tetapi, aku memang masih mendengar nada gregetan pihak yang melayani. Karena masih euforia menggunakan KJS, masyarakat yang sekedar sakit ringanpun sekarang ke rumah sakit. Sekedar flu dikit, batuk dikit, bahkan panuan dikit pun ke rumah sakit! Ada juga yang memang minta dirawat inap, padahal menurut dokter bisa rawat jalan. Tetapi pasien mempunyai banyak cara supaya tetap rawat inap. Hal-hal inilah yang harus dicermati oleh dokter, seharusnya bisa tegas dalam memberikan indikasi medis! Makanya, sedikit usulan untuk sistem kesehatan DKI Jakarta. Selain memperkuat kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, kebersihan, dan penegakan aturan kawasan dilarang merokok (KDM), ada baiknya posyandu juga dititik beratkan dalam pengobatan sakit ringan masyarakat. Jadi bukan hanya berfungsi penimbangan bayi, dan pembagian makanan bergizi. Dengan cara ini, warga bisa sehat, dan pemakai KJS bisa berkurang. Kemudian, bagaimana jika mantri keliling dan bidan keliling dihidupkan kembali? Jadi memang ada di setiap kelurahan, petugas kesehatan yang wara-wriri menyambangi warga yang sakit. Di periksa dan diberi obat. Jadi gak perlu ke puskesmas atau rawat inap ke rumah sakit. Begitu juga dengan bidan keliling. Sehingga jika melahirkan bisa dirumah dan ditangani tenaga medis yang kompeten. Kecuali jika butuh tindakan tertentu, baru ke Rumah Sakit. Ya sudah gitu aja, semoga sistem pelayanan kesehatan semakin baik. Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun