Duh, tadi malam baru pulang dari bandara langsung terjebak kemacetan yang parah. Menyusuri jalanan ibukota selama lebih dari 3 jam, baru sampe rumah, yang berada di Jakarta coret dikit ini. Dan sambil 'menikmati' kemacetan, jadi mikir soal Jokowi yang baru dilantik jadi Gubernur DKI. Mampukah Jokowi mengatasi kemacetan Jakarta?
Padahal baru saja temen dari Malaysia memuji habis Jokowi yang nongol di BBC News. Katanya Jokowi begitu smart, low profile. Dan ketika Jokowi ditanya oleh reporter BBC tersebut mengenai prioritas masalah Jakarta, Jokowi mengatakan bahwa kemacetan adalah masalah utama penduduk Jakarta. Ya iyalah. Nih, siang tadi aku juga baru lihat di Mampang, mobil pribadi begitu padat berderet merayap.
Sebenarnya, kalau dilihat, upaya Jokowi untuk mengatasi kemacetan Jakarta akan sangat sulit sekali optimal. Perlu otoritas yang lebih besar untuk mengatasi kemacetan ini. Upaya yang lebih radikal. Salah satunya adalah pemindahan ibukota negara. Bukankah seharusnya Jokowi hanya bertanggung jawab terhadap Jakarta sebagai ibukota provinsi? Bukan sebagai ibukota negara? Tetapi tentu saja gak bisa dipisah gitu, wong kotanya satu.
Beban Jakarta sudah Sangat Berat
Beban Jakarta sudah sangat berat. Bagaikan ibu hamil tua, sudah siap brojol. Jakarta sebagai ibukota provinsi, ibukota negara, pusat bisnis, perdagangan, lintas ke bandara, pelabuhan, dan wisata kota. Tidak heran, berbondong bondong urbanisasi akan terus melaju gak kira kira kesini. Maka sebaiknyalah pemikiran mengenai pemindahan ibukota negara ini diseriusin.
Beberapa negara juga memindahkan ibukotanya ke kota lain. Seperti Brazil, dari Rio ke Brasilia, Kuala Lumpur ke Petaling Jaya (tapi ini deket), dan Kazakhstan, dari Al Maty ke Astana. Pemindahan ini bukan saja mengurangi beban kemacetan, beban kependudukan, dan beban lingkungan, tetapi menstimulus pertumbuhan pusat ekonomi yang baru.
Seperti Astana, ibukota Kazakhstan yang baru, dalam waktu beberapa tahun telah menjadi kota yang begitu indah, tertata, pusat wisata , dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di negara Kazakhstan tersebut.
Memang, di Indonesia, wacana pemindahan ibukota negara ini sudah ada, bahkan ada yang mengusulkan ke Kalimantan. Karena pulau Jawa sudah terlalu padat. Bisa juga meneruskan ide yang dulu, pindah ke Jonggol, jadi cuma digeser.
Tetapi itupun sudah sangat berarti untuk mengurangi beban Jakarta sebagai kota Sesak Politan. Paling tidak, jutaan aktivitas yang mengikuti pemindahan ibukota tersebut, seperti aktivitas karyawan, pejabat berikut keluarganya, rekanan pusat (supplier, dstnya), demo demo ke pusat, pedagang UKM dan aktivitas ekonomi lainnya yang berkaitan dengan pemerintahan pusat bisa ikut pindah.
Pengurangan beban Jakarta memang harus matang dipikirkan. Apalagi kalau mengingat bahwa Jakarta hanya disetting untuk sekitar 1 juta penduduk. Tetapi kini siang hari bisa mencapai 15 juta orang beraktivitas di Jakarta. Itu sekarang. Bagaimana nanti, 5, 10, 15 tahun yang akan datang?
Jadi pak Jokowi, tampaknya jika bapak ingin serius mengatasi kemacetan Jakarta, sebaiknya bapak jadi Presiden aja deh. Jadi langkah bapak bisa nyata dan lebih punya visi ke depan soal penataan Jakarta sebagai ibukota provinsi yang terhindar dari kemacetan....:)