Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jerat Produsen Susu Formula Mengganti ASI kepada Bayi

2 Agustus 2012   04:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:19 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_204220" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Setiap tanggal 1 - 7 Agustus selalu diperingati sebagai Pekan ASI (Air Susu Ibu) se-dunia. Dan tahun ini, 2012, temanya adalah Rumah Sakit (RS) Sayang Ibu (Baby Friendly Hospital Initiative). Memang, RS berperan dalam 'menjaga' para ibu agar tetap bisa menyusui bayinya, tanpa harus 'diganggu' oleh pemasaran susu formula. Itu idealnya. Tetapi praktiknya? Nah, praktiknya memang baru sebagian kecil RS Bersalin yang konsisten. Sementara yang lainnya, masih banyak yang 'bermain mata' dengan produsen susu formula. Seperti kemaren saya mendapat cerita temen yang baru melahirkan di RS di Bekasi. Begitu pulang ke rumah, ada agen penjual susu formula datang ke rumahnya. Agen ini begitu gencar menawarkan produk susu formula tersebut, hingga sang ibu pun akhirnya membeli. Beneran terkena bujuk rayu. Dugaanku dari praktik ini, si produsen susu formula mendapat data dari RS tempat si ibu melahirkan. Dan pengalaman ini juga dialami oleh ibu ibu yang lain. Dimana ketika mereka pulang dari RS, telpon atau kunjungan dari produsen susu formula kerap terjadi. Kemudian, iparku sendiri yang ke RS Ibu dan Bayi terkenal di Jakarta. Ketika bayinya sakit, sang dokter tanpa sungkan meminta sang Ibu untuk mengganti ASI nya dengan susu formula merk tertentu. Untung dia pakai second opinion, dan kepada dokter kedua yang ditanyakannya, dokter tersebut bersikeukeuh agar sang ibu harus memakai ASI nya kembali, tanpa dicampur susu formula (tadinya kadang ASI, kadang susu formula). Malah ASI ini sangat baik untuk membantu sang bayi melawan penyakit. Ini dokter anak yang tidak 'terbeli' oleh produsen susu formula. Dan Indonesia memang surganya para penjual susu formula. Kisaran pasar yang bermain disini US$136 million, sementara susu bayi (diatas 6 bulan)mencapai US$ 1.15 billion! Dan itu semua merk perusahaan TNC atau TransNational Company, baik yang ada pabriknya di Indonesia, maupun murni impor dari negara lain. Dan ibu yang menyusui ekslusif 6 bulan pun menurun dari 14% menjadi hanya 10%!. Bayangkan! Air Susu Ibu (ASI) yang gratis pada bayi, bisa diganti dengan susu bubuk yang mahalnya minta ampun itu. Padahal menyusui ASI kan gampang, sementara perlengkapan untuk membuat susu formula yang bubuk itu ribet. Mulai dari mensterilkan botolnya, mengaduk dengan air hangat yang cukup, dengan takaran yang pas. Dan tingkat sterilisasinya juga diragukan, apalagi kalau digunakan oleh kalangan menengah ke bawah. Jauh lebih steril ASI kemana mana, langsung dari sumber produksinya. Dan kasus kasus yang menimpa susu formula terkait kualitasnya juga banyak. Mulai dari tercemar bakteri (ingat kasus Sakazakii yang tidak terungkap hingga sekarang, sementara di negara lain, kasus Sakazaki diumumkan dan produk susu tercemar ditarik di depan publik), tercemar melamin (kasus di China), tercemar logam berat, dan seterusnya. Jadi, mengapa para ibu sekarang lebih memilih memakai susu formula? Ini memang akibat praktik pemasaran susu formula yang amat gencar. Iming iming seolah bayi jadi jenius, lucu dan menggemaskan dengan meminum susu ini. Gambar visual yang membuai otak konsumen, dan menggerakkan perilaku konsumtif tak terperi, yang mengabaikan hak bayi atas ASI tersebut. Jadi, bukan lagi 'permintaan menciptakan penawaran'. Tetapi 'penawaran lah yang menciptakan permintaan', melalui pemasaran yang melanggar kode etik tersebut. Penawaran ini mendikte konsumen untuk membeli produk yang tidak dibutuhkannya. Dan sayangnya, PP ASI (baru terbit Mei 2012) di Indonesia justru memberi peluang untuk 'main mata' tersebut. Padahal PP ini 'dikawal' oleh UNICEF. Dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa pelaku usaha susu formula dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan dalam memberikan pelatihan kesehatan. Jadi, siapa mengontrol siapa nih? Mudah mudahan, pasal karet ini beneran akan digugat uji materi oleh koalisi ASI ke MA. Ya Sudah, Salam Kompasiana!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun