Aku bertemu dengannya di bandara Sukarno Hatta di bagian keberangkatan internasional. Setelah chek in, mbak ini menemuiku dengan tergopoh gopoh. Mbak yang cantik, kulitnya kuning, langsing dan modis. Sepatunya berhak tinggi. Dan kemudian kamipun kenalan.
Dari bicaranya aku langsung tahu, mbak ini dari jawa. Lha ngomongnya medok banget. Dia bicara campur aduk, kadang bahasa indonesia kadang bahasa jawa. Ternyata emang iya. Dia asalnya dari Ngawi. Dari nada suaranya aku tahu, dia lagi seneng banget. Ternyata dia menemuiku mau minta tolong untuk mengisikan lembaran keimigrasian. Karena gak mau langsung ngisiin, aku pengen manduin aja gimana cara ngisinya. Jadi pengennya dia yang tetap nulis.
MBak ini pun mencoba nulis, sambil aku bacakan permintaan di lembar itu. Tetapi pas aku lihat, ternyata dia hanya memainkan penanya, sambil mencoba menulis huruf, tetapi hurufnya tidak jelas bentuk huruf. Aku kira karena dia bingung nulis namannya. Terus aku bilang aja, 'lihat paspornya mbak, disitu nama lengkapnya siapa'. Terus dia buka paspor, tetapi dia juga diem aja. Akhirnya dia bilang,'mbak tolong isiin aja deh, soalnya aku emang gak ngerti. Ehmm, aku gak bisa baca.' Aku menyembunyikan kekagetanku, khawatir dia gimana gitu, terus aku isi aja lembar keimigrasiannya.
Dan setelah itu, dia pun bercerita dengan riang. Ternyata mbak ini mau ke London, menyusul suaminya. Diapun memperlihatkan foto foto pernikahannya dengan bule ini. Aku ikut senang. Dan terus aku tanya, ketemu dimana? Dengan polos dia bilang, tadinya kerja di rumah si bule ini pas dia lagi di indonesia. Kerja sebagai PRT. Bulenya sendiri ekspatriat perusahaan MNC. Tetapi emang nasib, mereka saling jatuh cinta, dan bule ini dengan tulus menikahinya.
Alhamdulillah deh. Keluarganya di kampung juga senang banget dan bangga. Ya semoga pernikahan ini memang meningkatkan harkat dan martabat keluarganya, bahkan keluarga besarnya di kampung sana. Dan semoga perjalanannya ke London juga lancar lancar aja, mengingat dia begitu polos dan tidak bisa membaca. Untung cuma sekali transit, di singapura doank.
Soal tidak bisa membaca ini, aku memang beberapa kali menemui mbak PRT yang memang tidak bisa baca tulis. Malah, pernah karena gak bisa baca, mbak di rumah mertuaku minta dibacain surat cinta dari cowoknya, he he..
Pas kulihat lihat, data buta aksara di Indonesia ternyata emang masih tinggi. Tahun 2009, masih sekitar 5,3% atau 8,7 juta jiwa masih buta aksara. Ya masih tergolong tinggilah, secara kita sudah merdeka 66 tahun.
Semoga dengan kemerdekaan ini, hak hak atas pendidikan yang mendasar itu semakin merata dan menyeluruh ke semua anak indonesia. Karena hak atas pendidikan termasuk hak asasi manusia, yang ikut diperjuangkan oleh para pejuang kemerdekaan kita.
Ya Sudah, Salam KOmpasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H